[KOLOM] 'MU (Tak) Butuh Superman!'

Sejujurnya tidak adil menuntut Van Gaal menjadi Sang Legenda Alex Ferguson.

oleh Liputan6 diperbarui 19 Mar 2016, 08:10 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2016, 08:10 WIB
 Angryanto Rachdyatmaka
Kolom Bola Angryanto Rachdyatmaka (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta - [Kita sebenarnya hidup di antara setumpuk ekspektasi. Semua akan tampak menyenangkan dan baik-baik saja jika kita mampu memenuhinya. Namun, bersiaplah bersahabat dengan cibiran dan gunjingan jika dianggap gagal memenuhi harapan. Louis van Gaal sedang berada dalam posisi di ujung tanduk.]

Hidup saya berubah total sejak Gabrizio Pho, anak pertama kami, lahir. Mulai dari mendaraskan sebait doa di telinganya sesaat setelah kelahiran, sampai kini dia sudah belajar berlari dan memecahkan barang, saya diam-diam menjadi fans beratnya.

Fans berat itu artinya sang pemuja sekaligus si pengkritik. Memuja karena merasa dekat, sayang dan cinta; mengkritik karena saya punya segunung harapan yang diembankan pada Pho kecil. Saya marah, misalnya, ketika dia tak mau tidur dan menarik Bapaknya main bola di malam buta!

Baca Juga

  • Mourinho Angkat Bicara Soal Melatih Manchester United
  • MU Segera Tambah Pemain dari Italia
  • Bomber Maut Argentina Sepakat Gabung MU

Atau, di lain waktu, saya memasang muka masam ketika tembok rumah sudah penuh coretan spidol yang merusak pemandangan. Padahal, namanya anak-anak, dunianya adalah melulu bermain. Saya terlalu cepat menuntutnya menjadi orang dewasa yang bisa berpikir logis dan bertindak santun.

Dulu saya tidak paham kenapa ada orangtua yang bisa merusak perkembangan anaknya. Bukankah setiap orangtua selalu sayang kepada buah hatinya? Sekarang saya paham ternyata harapan, yang kadang berbuah menjadi tuntutan, adalah awal petaka dalam kamus tumbuh-kembang anak…

Louis Van Gaal tengah mengalami masa-masa sulit bersama Manchester United. (AFP/Paul Ellis)
Awalnya, banyak pihak berharap Louis van Gaal bisa mengangkat pamor Manchester United (MU) yang melorot drastis sejak ditinggal Alex Ferguson, Mei 2013. David Moyes yang dikontrak 6 tahun hanya bertahan 10 bulan sebelum digantikan Ryan Giggs sebagai manajer sementara. MU mengakhiri musim tanpa piala dan untuk pertama kali sejak 1990 gagal berlaga di kompetisi Eropa.

Saat itulah LvG, nickname Louis van Gaal, naik daun. Sutradara lakon ajaib Belanda melumat Spanyol 5-1!, melaju sampai semifinal dengan materi pas-pasan, menang atas Brazil 3-0 untuk memboyong gelar juara ketiga Piala Dunia 2014. Bermodal kisah bak Cinderella sepak bola itulah LvG disambut hangat di Old Trafford.


“Saya kecewa gagal memenuhi harapan fans. Saya frustrasi karena itu.”
Louis Van Gaal

Menghabiskan uang lebih dari 130 juta pound sterling di musim pertamanya, seharusnya MU bisa langsung unjuk gigi. Pemain-pemain baru yang disewa Van gaal – Ander Herrera, Luke Shaw, Marcos Rojo, Di Maria, Daley Blind, Falcao – di atas kertas minimal bisa bersaing di papan atas jika tak langsung juara.

Sayang, performa MU jauh dari stabil. Bisa menang 7 kali beruntun, lantas kalah 3 kali berturut-turut. Di akhir musim, Red Devils finish di posisi ke-4 atau 3 peringkat lebih baik dan 6 poin lebih banyak dari musim sebelumnya. Jauh dari harapan pada sosok jenius LvG.

Selanjutnya

Musim ini, MU kembali membelanjakan banyak uang untuk mendatangkan Memphis Depay, Matteo Darmian, Sergio Romero, Morgan Schneiderlin, Bastian Schweinsteiger, dan Anthony Martial. Total MU sudah membelanjakan sekitar 250 juta pounds di bawah Van Gaal. Hasilnya? Mengecewakan…

MU baru saja tersingkir dari Liga Eropa. Pahitnya, mereka kalah dari Liverpool, musuh bebuyutannya di Liga Inggris dengan agregat 3-1. Hasil 1-1 itu memperpanjang performa buruk usai kalah 0-1 dari West Brom dan 0-2 dari Liverpool serta hanya sanggup imbang 1-1 dengan West Ham di Piala FA.

Tekanan untuk memecat Van Gaal makin menguat. Dua pertandingan ke depan sangat krusial: versus Manchester City di Liga Inggris yang sangat menentukan target lolos otomatis ke Liga Champions dan re-match versus West Ham untuk memelihara peluang mendapatkan trofi Piala FA di akhir musim.  

“Saya kecewa gagal memenuhi harapan fans,” kata Van Gaal yang pernah menjuarai liga di Spanyol, Jerman, dan Belanda ini. “Mereka punya, atau pernah punya, harapan besar pada saya, dan saya gagal mewujudkannya. Saya frustrasi karena itu.”

Van Gaal di ujung tanduk. Dia mengakui sedang under pressure. Tekanan dari semua penjuru untuk membuat timnya menang dan juara. Semua seakan mengharapnya berubah menjadi Superman yang secara ajaib mampu menjaga dan menyelamatkan bumi dari ancaman kemusnahan.

 Alex Ferguson merupakan pelatih paling sukses di MU. Sepanjang kariernya di Old Trafford, dia sukses melabuhkan 28 gelar plus 10 FA Community Shield. (AFP/Paul Ellis)
Sejujurnya tidak adil menuntut Van Gaal menjadi Sang Legenda Alex Ferguson yang memberi 28 gelar plus 10 FA Community Shield sepanjang karirnya di Old Trafford. Toh, dua musim pertama Fergie juga tanpa gelar. Tidak masuk akal menuntut manajer, siapapun orangnya, bisa langsung sukses.

Saya masih harus belajar banyak untuk menaruh harapan besar pada Pho. Harapan besar orangtua, dengan alasan kebaikan sekalipun, berpotensi merusak pertumbuhan anak.

Tak mudah memang menerapkan kata-kata indah nan bijak Kahlil Gibran…

Anakmu bukan milikmu… Meliuklah dengan sukacita di tangan Sang Pemanah, sebab Ia mengasihi anak panah yang melesat cepat, sebagaimana Ia mencintai busur yang kuat…
Seberapa siap kita menerima yang tak sesuai harapan kita?

@angrydebritto, 18/03/2016, terinspirasi Kahlil Gibran.   

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya