Kilas Balik Piala AFF: Eli Cohen dan Dugaan Suap yang Menguap

Indonesia nyaris juara pada Piala AFF 2010.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 09 Nov 2018, 17:30 WIB
Diterbitkan 09 Nov 2018, 17:30 WIB
Ekspresi Suporter Indonesia
Suporter membentangkan bendera Merah Putih raksasajelang menyaksikan laga Timnas Indonesia U-19 melawan Jepang U-19 pada perempat final Piala AFC U-19 2018 di Stadion GBK, Jakarta, Minggu (28/10). Indonesia kalah 0-2. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Eli Cohen telah lama wafat, tapi pesan 'mata-mata Israel' itu menggemparkan sepak bola Indonesia. Informasi rahasia yang bocor ke sejumlah awak media mengembuskan dugaan suap di skuat Timnas Indonesia saat bertanding di babak final Piala AFF 2010.

Setelah Piala Asia 2007, euforia timnas Indonesia bangkit lagi 3 tahun kemudian. Stadion yang sempat lengang lambat laun membludak saat Piala AFF 2010. Permainan gemilang tim besutan Alfred Riedl menjadi magnet bagi masyarkat untuk kembali ke tepi lapangan. 

Namun di tahun yang sama, kepercayaan kepada PSSI era kepengurusan Nurdin Halid juga semakin memburuk. Prestasi yang minim dan pengelolaan kompetisi penuh kontroversi membuat masyarakat mulai muak dengan kepengurusan pria asal Sulawesi Selatan itu. '

Berbagai tudingan dialamatkan kepada PSSI saat itu. Mulai dari politisasi sepak bola hingga dugaan korupsi. Akibatnya, desakan untuk melengserkan pria yang sudah berkuasa selama dua periode sejak 2003 itu semakin besar. Berbagai gerakan dilancarkan. Mulai dari konsolidasi pemilik suara hingga gerakan spontanitas para suporter menggunakan spanduk di laga timnas. 

Kini satu-satunya harapan PSSI adalah Piala AFF 2010. Gelar juara dari turnamen paling bergengsi antarnegara se-Asia Tenggara ini setidaknya bisa memulihkan nama baik PSSI. 

Tak Terkalahkan

Gaya Rileks Alfred Riedl saat Melatih Timnas Indonesia
Pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl, tampak tertawa saat melihat para pemain berlatih di Lapangan SPH Karawaci, Banten, Senin (12/12/2016). (Bola.com/Vitalis Yogi Trisna)

Pada Piala AFF 2010, Indonesia tidak terkalahkan sepanjang penyisihan grup. Malaysia jadi tumbal pertama timnas. Di laga pembuka, Christian Gonzales dan kawan-kawan menang 5-1 atas Harimau Malaya--julukan Timnas Malaysia. Selanjutnya, tim Merah Putih pun menggilas Laos 6-0. Sedangkan di laga terakhir, Timnas menang 2-1 atas timnas Thailand.

Memasuki semifinal Stadion Utama Gelora Bung Karno bertambah sesak. Apalagi dua laga melawan Filipina berlangsung di Tanah Air. The Azkals terpaksa mengungsi karena tidak memiliki stadion yang representatif. GBK penuh selama Timnas Indonesia bertemu Filipina.

Leg pertama dihadiri 70 penonton ribu dan leg kedua meningkat jadi 88 ribu penonton. Timnas Indonesia berhasil memenangkan dua leg dengan skor sama, 1-0. Pencetak golnya juga sama, yakni Christian 'El Loco' Gonzales--pemain naturalisasi pertama Indonesia.

Di babak semifinal lainnya, Malaysia yang menjadi runner up Grup B secara mengejutkan mampu melewati hadangan Vietnam. Setelah menang 2-0 pada leg 1, Harimau Malaya kembali berhasil menahan Tim Uncle Ho tanpa gol di leg 2. Dengan hasil ini, di final timnas Malaysia harus bertemu lagi Timnas Indonesia, tim yang melucuti mereka 1-5 di fase grup. 

Harapan melambung tinggi. Keinginan mengakhiri paceklik gelar sejak 1991 sudah di depan mata. Animo para pendukung timnas melambung mengetahui Malaysia yang menjadi lawan.

Demam timnas semakin merajalela, persis seperti Piala Asia 2007. Saat itu, PSSI sampai kewalahan untuk menyediakan tiket pertandingan gara-gara membludaknya permintaan. 

Siapa saja terjangkit 'virus' timnas. Masyarakat umum, politisi, pejabat pemerintah, artis, tua, muda, hingga anak-anak. Semuanya bergairah ketika berbicara mengenai timnas Indonesia.  Selangkah lagi, ya selangkah lagi, Indonesia bakal meraih gelar juara Piala AFF 2010.

Melawan Malaysia selalu berbeda. Rasa nasionalisme dan patriotisme selalu bergerlora saat Tim Merah Putih berjumpa Negeri Jiran. Jelang final Piala AFF 2010, rasa itu semakin kental. 

 

Antiklimaks 

img_safee-211210.jpg
Malaysia's Mohd Safee Bin Mohd Sali performs a header during the AFF Suzuki Cup's semi-final (second round) in Hanoi on December 18, 2010. Malaysia defeated Vietnam 2-0 after two semi-final matches. PHOTO/HOANG DINH Nam

Final pertama digelar di markas lawan, Stadion Bukit Jalil Malaysia, 26 Desember 2018. Ini sekaligus partai tandang pertama Indonesia selama Piala AFF 2010 berlangsung.

Jelang pertandingan, penumpang penerbangan Indonesia-Malaysia meningkat tajam. PT Garuda Indonesia Persero bahkan menyiapkan 1000 kursi tambahan untuk rute penerbangan pulang dan pergi Jakarta-Kuala Lumpur pada 26 Desember 2010. Berbondong-bondong masyarakat terbang ke Negeri Jiran untuk mendampingi pasukan Garuda bertarung.

Di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia Tenaga Kerja Indonesia (TKI) hilir-mudik untuk mencari tiket pertandingan Malaysia Vs Indonesia. Di luar gerbang KBRI, penjual pernak-pernik timnas mengambil kesempatan dengan menggelar dagangan. 

Jelang hari H, Stadion Bukit Jalil juga berbenah. Bangku-bangku bagi tamu VIP disiapkan. Tempat duduk bagi para pejabat dan politisi  ditandai dengan papan nama yang ditempel di setiap kursi. 

Saat hari pertandingan tiba, tidak sulit menemukan warga negara Indonesia di Bukit Jalil. TKI dari berbagai wilayah di Malaysia datang membawa berbagai bendera. Mulai Merah Putih hingga lambang klub kebanggaannya, seperti Persik, Persebaya Surabaya, Arema, hingga Persib.

Mendekati kick off, suasana memanas. Suporter tuan rumah mulai menyerang beberapa pendukung timnas Indonesia di beberapa titik. Namun sebagian lagi tampak berjalan beriringan menuju pintu masuk. Menyanyi dan menari bersama tanpa ada keributan. 

Gesekan kembali terjadi di dalam stadion. Namun kali ini, suporter Timnas Indonesia membalas. Mereka bertahan dan berusaha menghalau pendukung tuan rumah yang menyerang. Petugas keamanan pun turun tangan untuk memisahkan kedua kelompok yang bertikai. 

Harapan untuk membalas perlakuan suporter tuan rumah lewat kemenangan di lapangan membubung. Sebab timnas Indonesia sebelumnya menggilas Malaysia 5-1 di fase grup. 

Sayang, tim lawan bukan lagi Malaysia yang dihadapi di SUGBK. Mistar gawang Harimau Malaya lebih kokoh dengan kehadiran penjaga Khairul Fahmi Che Mat. Daya gempur Safee Sali dan kawan-kawan jauh meningkat. Sebaliknya, Timnas Indonesia justru tampil antiklimaks. 

Firman Utina dan kawan-kawan seperti demam panggung. Setelah bermain imbang tanpa gol di babak pertama, timnas Indonesia malah dengan mudah kebobolan di babak kedua. Tiga gol berhasil disarangkan pasukan Rajagopal hanya dalam waktu yang berdekatan.

Petaka bermula dari pergerakkan Norshahrul Idlan Talaha di sisi kiri pertahanan Indonesia. Dia melewati penjagaan Maman Abdurahman sebelum melepas umpan ke kotak penalti Indonesia. Bola disambar Safee Sali dan membawa Malaysia unggul 1-0 menit 61. 

Tujuh menit kemudian, gol kedua juga terjadi dari proses yang tidak jauh berbeda. Dia menyisir sisi kiri pertahanan Indonesia dan melepas umpan ke jantung pertahanan lawan. Kali ini bola berhasil disambar Ashaari Samsudin dan memperdayai Markus Horison. 

Suara pendukung timnas Indonesia semakin tenggelam di antara sorak-sorai pendukung tuan rumah. Duka semakin lengkap saat Mahali Jasuli, kembali dengan mudah menusuk dari sisi kiri dan melepas umpan yang disambut tandukan keras Safee Sali pada menit ke-73.

Bola tak mampu dijangkau Markus dan  kembali merobek jalanya. Skor 3-0, semuanya  memanfaatkan keroposnya sisi kiri pertahanan Indonesia yang dikawal Maman Abdurahman. Ini kelak jadi satu-satunya kekalahan yang dialami Indonesia sepanjang Piala AFF 2010.    

 

 

Pesan Eli Cohen 

Ilustrasi Kasus Suap
Ilustrasi Kasus Suap (Liputan6.com/Johan Fatzry)

"Kita balas di Indonesia," begitu suporter Indonesia mencoba menghibur diri. Namun pelatih Alfred Riedl saja sadar bahwa bukan hal mudah merebut gelar juara usai kekalahan itu. Sebab untuk mengangkat trofi, Timnas Merah Putih harus bisa menang minimal skor 4-0. 

"Tentu saja sangat sulit untuk menang 4-0, tapi saya pikir untuk menang 3-0 di babak normal masih mungkin," ujar Riedl dalam jumpa pers usai pertandingan, Minggu 26 Desember 2010. "Tentu saja kami akan berusaha untuk tampil lebih agresif dan lebih berani mengambil resiko di babak kedua. Peluang saya pikir antara 5-10 persen," lanjut Riedl.

Benar saja, tiga hari kemudian, Timnas Indonesia memang berhasil menang di SUGBK. Namun Tim Merah Putih hanya mampu unggul 2-1 atas Malaysia dan harus puas menjadi runner up. Sebaliknya, Timnas Malaysia berpesta di Stadion Utama Gelora Bung Karno. 

Masyarkat kembali tertunduk lesu. Paceklik gelar ternyata masih berlanjut. Selanjutnya adalah, desakan untuk merombak kepengurusan PSSI semakin lantang terdengar. "Turunkan Nurdin Halid," jadi teriakan yang awam terdengar usai final leg kedua.

Nurdin bergeming dan tetap menyerahkan mekanisme itu kepada kongres PSSI.

Situasi bertambah panas setelah sebuah surat kaleng dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada hari Minggu, 30 Januari 2011. Pengirimnya memakai nama Eli Cohen, serupa mata-mata Israel era 1990-an. Dalam email itu, Cohen mengaku bekerja sebagai pegawai pajak dan telah mendapat informasi rahasia dari seorang wajib pajak. 

"Disampaikan bahwa kekalahan tim sepak bola Indonesia dari tuan rumah Malaysia saat itu adalah sudah ditentukan sebelum pertandingan dimulai," tulis Cohen kepada SBY.

Dia kemudian menyebut dua inisial pengurus PSSI yang telah menerima suap dari Bandar Judi Malaysia untuk mengatur hasil pertandingan tersebut. Cohen juga menyebutkan kalau oknum pengurus itu sempat masuk ke kamar ganti pemain untuk memberi instruksi. 

Masih menurut Cohen, kekalahan ini memberi keuntungan besar kepada kedua oknum tersebut dan uangnya akan digunakan memenangkan pemilihan pada Kongres PSSI.

Tidak lupa Cohen menyebut kalau insiden laser yang ditembakkan ke wajah kiper Indonesia Markus Horison juga bagian dari rencana. Itu untuk membuyarkan konsentrasi timnas. 

PSSI membantah keras tudingan tersebut. Sekjen PSSI kala itu, Nugraha Besoes menyebut bahwa tuduhan itu sangat kejam dan telah menginjak harga diri bangsa. Nugraha bahkan enggan berkomentar lebih jauh sebelum sosok Eli Cohen itu dipastikan nyata. 

Nama Eli Cohen sebenarnya dikenal sebagai mata-mata Israel. Dia lahir di Mesir dan sempat bermukim di Argentina. Tugas terakhirnya adalah menyusup dan menggali informasi di Suriah.

Dia lalu menetap di ibu kota Suriah, pada tahun 1962 dan sangat dekat dengan petinggi militer Suriah saat itu, Amin Hafiz. Cohen ditangkap pada Januari 1965 dan dihukum mati 18 Mei 1965. Selama enam jam, mayatnya dibiarkan tergantung di alun-alun kota Damascus sebagai peringatan. 

Tidak hanya PSSI, para pemain Timnas Indonesia juga ikut tertampar email Eli Cohen. Bahkan, Bambang Pamungkas melalui situs pribadinya dengan keras membantahnya.

Lewat tulisan berjudul "Sangat Memalukan", Bepe menyampaikan kronologis perjalanan Timnas Indonesia selama di Malaysia. Dalam tulisan itu, Bepe mengatakan tidak ada pengurus PSSI yang masuk ke ruang ganti pemain di jeda dan akhir pertandingan. 

Bahkan menurutnya, Alfred Riedl kecewa karena tidak ada satupun pengurus PSSI yang datang usai kekalahan lawan Malaysia. Sebab menurut pelatih asal Austria tersebut, pengurus seharusnya tidak mengunjungi pemain di ruang ganti saat menang saja. 

Polisi juga bergerak mencari siapa Eli Cohen. Namun jejaknya tidak pernah ditemukan. Istana juga membantah telah menerima surat dari Cohen. Layaknya kisah spionase, Cohen juga seakan hilang ditelan bumi. Begitu juga dengan isu suap yang menguap hilang. 

Nurdin Halid akhirnya lengeser. Namun pergantian tampuk pimpinan di tubuh PSSI sejak 2011 hingga saat ini belum juga berhasil melepas dahaga atas prestasi timnas senior.

Akankah musim paceklik prestasi ini bisa berakhir di Piala AFF 2018? 

Saksikan juga video menarik di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya