Liputan6.com, Jakarta- Vaksinasi merupakan salah salah upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit. Namun karena beberapa kabar menimbulkan kekhawatiran sehingga mengakibatkan sebagian orang enggan divaksin.
Agar tidak menjadi korban informasi tentang vaksin yang salah, sebaiknya kita selektif ketika mendapatkan informasi dengan memastikan kebenarannya terlebih dahulu.
Dilansir dari situs resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia, berikut mitos dan fakta seputar vaksin:
Advertisement
Mitos 1: Vaksin memiliki beberapa kerugian dan efek samping jangka panjang yang belum diketahui. Vaksinasi bahkan bisa fatal. Salah
Fakta 1: Vaksin itu aman. Kebanyakan reaksi vaksin bersifat minor dan sementara, seperti nyeri pada tempat penyuntikan atau lengan atau demam ringan. Masalah kesehatan serius atau berat sangat jarang terjadi dan diinvestigasi dan dimonitor secara ketat. Orang-orang jauh lebih berisiko untuk sakit parah akibat terinfeksi penyakit-penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan vaksin daripada karena divaksin. Sebagai contoh, penyakit polio dapat menyebabkan kelumpuhan, campak dapat menyebabkan radang otak dan kebutaan, dan beberapa penyakit lainnya bahkan dapat menyebabkan kematian. Sementara sakit berat atau kematian akibat vaksin hanya terjadi 1 dari sekian banyak, lebih banyak keuntungan yang didapat karena divaksinasi daripada kerugiannya, dan banyak kesakitan dan kematian akan terjadi tanpa vaksin.
Mitos 2: Penyakit-penyakit masa kanak-kanak yang dapat dicegah dengan imunisasi hanya salah satu musibah yang wajar terjadi dalam hidup. Salah
Fakta 2: Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi tidak harus menjadi “takdir”. Penyakit seperti campak, gondongan, dan rubela merupakan penyakit serius dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius baik pada dewasa maupun anak-anak, termasuk pneumonia, radang otak, kebutaan, diare, infeksi telinga, sindrom rubela kongenital (jika seorang wanita hamil terinfeksi rubela pada trimester pertama), dan kematian. Semua penyakit dan penderitaan yang terjadi ini dapat dicegah dengan vaksin. Kegagalan dalam memberikan vaksin membuat anak-anak rentan terhadap penyakit yang seharusnya tidak perlu.
Mitos 3: Influenza hanya penyakit sepele dan vaksinnya tidak terlalu efektif. Salah
Fakta 3: Influenza lebih dari sekedar penyakit yang sepele. Influenza merupakan penyakit serius yang menyebabkan 300.000 - 500.000 kematian di seluruh dunia tiap tahunnya. Wanita hamil, anak kecil, lansia dengan tingkat kesehatan yang kurang, dan siapa pun dengan penyakit kronis seperti asma atau penyakit jantung, lebih berisiko mengalami infeksi serius dan mematikan. Memberikan vaksinasi kepada ibu hamil memberikan keuntungan dalam melindungi bayi yang akan dilahirkan (saat ini tidak terdapat vaksin influenza untuk bayi di bawah 6 bulan). Kebanyakan vaksin influenza memberikan kekebalan terhadap 3 strain tersering di musim apapun. Vaksin influenza mencegah kita terserang flu berat dan menularkan kepada orang lain. Menghindari flu berarti menghindari biaya besar yang harus dikeluarkan untuk berobat dan kehilangan waktu bekerja atau sekolah.
Mitos 4: Lebih baik kebal melalui penyakit daripada vaksin. Salah
Fakta 4: Vaksin berinteraksi dengan sistem imun tubuh kita untuk menghasilkan respons imun yang sama dengan respons imun infeksi alamiah, tetapi vaksin tidak dapat menyebabkan sakit atau membuat seseorang menderita komplikasi. Kebalikannya, dampak yang didapat dari infeksi alamiah Haemophilus influenzae tipe b (Hib) adalah retardasi mental, dari rubela berupa cacat bawaan lahir, dari virus hepatitis B berupa kanker hati, atau kematian akibat campak.
Mitos 5: Vaksin mengandung merkuri yang berbahaya. Salah
Fakta 5: Thiomersal adalah bahan organik, senyawa yang mengandung merkuri yang ditambahkan ke beberapa vaksin sebagai pengawet. Thiomersal telah digunakan secara luas sebagai pengawet vaksin multidosis. Tidak ada bukti yang menunjukan jumlah thiomersal dalam vaksin berisiko pada kesehatan.
Mitos 6: Vaksin menyebabkan autisme. Salah
Fakta 6: Pada tahun 1998 sebuah studi sempat menghebohkan masyarakat akibat pernyataan yang menyatakan terdapat hubungan antara vaksin MMR dengan autisme. Namun pada akhirnya studi ini salah dan ditarik oleh jurnal yang menerbitkannya. Sayangnya, publikasi ini terlanjur membuat publik panik dan membuat cakupan imunisasi menurun yang diikuti dengan kejadian luar biasa dari campak, rubela, dan gondongan. Ditekankan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara vaksin MMR dengan autisme.
Simak Video Berikut
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.
Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.
Advertisement