Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016

Apa yang membedakan Gerhana Matahari Total tahun 1983 dengan 2016 dan membuatnya unik?

oleh Sulung Lahitani diperbarui 09 Mar 2016, 10:30 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2016, 10:30 WIB
Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Gerhana Matahari Sebagian (GMS) terlihat dari Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Rabu (9/3/2016). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Citizen6, Jakarta - Gerhana Matahari Total (GMT) yang hanya bisa dilihat di Indonesia, sontak menjadi perbincangan banyak orang. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi lokasi di mana fenomena langka ini terjadi. Tak hanya itu, wisatawan mancanegara juga ikut ambil bagian dalam peristiwa GMT. 

Sejatinya, GMT pernah terjadi di Indonesia 33 tahun lalu. Berbeda dengan sekarang, lokasi tempat GMT bisa dilihat pada tahun 1983 kebanyakan di pulau Jawa. Uniknya, fenomena langka ini pada masa tersebut justru tidak semeriah sekarang. Apa yang membedakan fenomena GMT di tahun 1983 dengan 2016? Berikut rangkuman Liputan6.com:

1. 1983: GMT merupakan peristiwa yang mengerikan - 2016: GMT merupakan fenomena langka yang patut diapresiasi

Kurangnya pengetahuan serta masih kuatnya kepercayaan tradisional masyarakat dahulu, membuat GMT 1983 dianggap sebagai peristiwa yang mengerikan. Kala itu, masyarakat beranggapan kalau GMT adalah pertanda petaka. Matahari ditelan oleh Batara Kala. Untuk mengantisipasinya, masyarakat melakukan segala cara agar Batara Kala tidak memakan matahari, seperti memukul-mukul panci dan benda-benda berbunyi nyaring.

Sementara di tahun 2016, dengan semakin majunya zaman dan makin mudahnya informasi diperoleh, masyarakat makin memahami esensi dari GMT itu sendiri. GMT adalah fenomena langka, maka wajib dirayakan. Masyarakat berbondong-bondong menuju lokasi tempat di mana GMT bisa dilihat. Di tempat yang hanya mengalami Gerhana Matahari Sebagian pun tak kalah semarak.

Himbauan Pemerintah

Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Penetili Lapan temukan 2 hal menakjubkan saat Gerhana Matahari Total di Maluku Utara hanya dengan teleskop.

2. 1983: Pemerintah mengimbau masyarakat untuk tidak keluar rumah - 2016: Pemerintah mengimbau masyarakat untuk menyambut fenomena GMT dengan mendatangi lokasi maupun ajakan salat gerhana.

Pada masa lalu, terdapat semacam kekeliruan yang digaungkan pemerintah. Pemerintah melarang keras warga untuk keluar rumah karena dikabarkan dapat membutakan mata.

"Awas, hati-hati, gerhana bisa membutakan mata," tutur Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menggambarkan kondisi pada waktu itu.

Sementara kali ini, pemerintah menyambut gembira GMT yang hanya bisa dilihat di Indonesia. Pemda Palembang, Palu, dan tempat-tempat yang hanya bisa melihat GMT segera menggenjot sektor pariwisata. Daerah yang mempunyai observatorium, pemerintahnya juga mengajak warga untuk menimba ilmu lewat pengamatan langsung. Tak lupa, pemerintah mengajak warga untuk melaksanakan salat gerhana.

Dokumentasi

Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Warga menggunakan kamera telepon selular untuk mengabadikan proses gerhana matahari di sekitar Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (9/3/2016). Di Jakarta, fenomena gerhana matahari 90% bisa diamati selama 2,11 menit. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

3. 1983: Minimnya dokumentasi warga terkait GMT - 2016: Histeria masyarakat mendokumentasikan peristiwa langka GMT

Pada tahun 1983, tidak banyak warga yang mendokumentasikan peristiwa langka itu. Selain karena himbauan pemerintah untuk tidak keluar rumah, waktu itu teknologi juga belum secanggih sekarang. Belum ada kamera canggih yang dapat menangkap peristiwa GMT dengan baik.

Lain dengan sekarang, tak hanya menggunakan kotak kardus, warga juga memanfaatkan gawai yang telah canggih untuk mengambil gambar GMT. Kamera DSLR dan kamera canggih lainnya juga digunakan untuk mengambil foto GMT dan merekam detik-detik terjadinya GMT. Malahan, banyak diadakan lomba selfi berlatar belakang GMT untuk memeriahkan terjadinya peristiwa langka tersebut.

Sambutan Warga

Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Warga menyaksikan Gerhana Matahari Total (GMT) di Planetarium, Jakarta, Rabu (9/3). Gerhana Matahari Total (GMT) di Jakarta terlihat sebagai gerhana matahari sebagian dengan ketertutupan 88,74 persen. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

4. 1983: Minimnya aktivitas yang dilakukan warga saat GMT terjadi - 2016: Warga berbondong-bondong menyiapkan diri menyambut GMT

Karena anjuran pemerintah, masyarakat pada tahun 1983 tidak melakukan aktivitas apapun terkait GMT. Malahan, banyak masyarakat yang sampai menutup rumah rapat-rapat karena menganggap radiasi GMT dapat berbahaya bagi manusia.

Sementara sekarang, warga justru berdatangan ke titik-titik utama GMT terjadi. Kacamata untuk melihat GMT, langsung ludes dibeli. Warga yang tidak mendapat kacamata khusus melihat gerhana matahari tak kekurangan akal. Mereka membuat kotak untuk melihat gerhana matahari dengan aman. Nonton bareng gerhana matahari juga dilakukan di mana-mana.

Mempengaruhi Sektor Ekonomi

Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Jayapura akan menjadi satu-satunya tempat yang akan mengalami Gerhana Matahari Total terlama.

5. 1983: GMT tidak mempengaruhi dari sisi sektor ekonomi - 2016: GMT meningkatkan sektor ekonomi dan pariwisata

Masih terkait dengan himbauan pemerintah pada tahun tersebut, warga lebih banyak yang mengurung diri di dalam rumah karena takut dengan GMT.

Sementara saat ini, fenomena GMT malah meningkatkan ekonomi masyarakat. Penjual kacamata, minuman, dan makanan di lokasi GMT terjadi meraup untung besar. Dari sektor pariwisata pun demikian. Hotel-hotel habis dipesan oleh wisatawan dari berbagai tempat. Malahan, rumah warga sampai dijadikan penginapan karena tingginya peminat.

Aktivitas Masyarakat

Uniknya 6 Perbedaan Gerhana Matahari Total 1983 dan 2016
Gerhana di Palu dimulai pukul 07.29 WITA. Saat gerhana terjadi, bentuknya menyerupai bulan sabit.

6. 1983: Aktivitas yang dilakukan masyarakat hanyalah melakukan ritual menabuh kentongan - 2016: Warga mengadakan nonton bareng GMT

Karena masih banyak warga yang percaya pada mitos, sewaktu GMT terjadi di tahun 1983 masyarakat malah berbondong-bondong menabuh kentongan, panci, dan benda lainnya.

Hal ini berbeda dengan GMT yang terjadi di tahun 2016. Warga menyaksikan bersama-sama GMT di lokasi tempat terjadinya fenomena langka itu. Malahan karena bertepatan dengan libur Hari Raya Nyepi, ada warga yang sudah berangkat menuju planetarium dan lokasi melihat GMT dari subuh dan malam sebelumnya.

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya