Liputan6.com, Jakarta Saat ini attachment style atau gaya keterikatan menjadi pembahasan yang cukup ramai dibahas di media sosial. Di mana, hal ini berkaitan dengan cara Anda mendekati keintiman dan hubungan, bisa berasal dari pengalaman awal dengan orang tua atau pengasuh.
Nah, attachment style sendiri terdiri dari empat jenis antara lain, secure attachment, avoidant attachment, anxious attachment, serta disorganized attachment. Keempat jenis attachment style ini tentunya memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Kali ini kami akan membahas tentang avoidant attachment style, yaitu gaya keterikatan yang cukup umum, meskipun kurang ideal. Lalu apa itu avoidant attachment style?
Advertisement
Menurut Mindbodygreen, gaya keterikatan yang satu ini adalah yang paling umum kedua dari empat tipe attachment style dan melibatkan kecenderungan untuk membentuk hubungan yang tidak aman karena keinginan untuk tetap mandiri.
Seperti yang ditulis oleh psikolog klinis Carla Marie Manly, Ph.D. kepada Mindbodygreen, "Mereka yang memiliki gaya ini sering kali tampaknya memiliki harga diri yang kuat dan sifat yang sangat mandiri. Namun, kemandirian mereka yang berlebihan dan mekanisme pertahanan yang kuat membuat mereka sulit untuk terhubung pada tingkat yang intim."
Manly menambahkan bahwa orang-orang dengan attachment style ini paling nyaman dengan hubungan asmara yang cukup dangkal atau hubungan jangka pendek. Sebab, menurut mereka, hubungan jangka panjang cenderung bersifat terpisah dan fokus pada diri sendiri.
“Sikap superioritas yang menyendiri seringkali terlihat pada mereka yang memiliki dismissive-avoidant style,” jelasnya.
Jadi, jika Anda sedang dekat dengan seseorang yang akan dijadikan pasangan, sebaiknya mengetahui terlebih dahulu, apakah ia memiliki avoidant attachment style atau tidak. Sebab, hal ini tentunya akan memengaruhi hubungan kalian berdua kelak.
1. Emosi yang tidak stabil
Menurut peneliti hubungan Amir Levine, M.D., dan Rachel Heller, M.A., dalam bukunya Attached, avoidant cenderung menjauhkan pasangannya karena keintiman adalah pemicunya.
Merasa bergantung pada seseorang dapat menimbulkan rasa takut akan rasa sakit dan penolakan karena semakin rentan seseorang, semakin terbuka atau besar kemungkinannya untuk terluka. Hal ini dapat berakibat pada menutup diri atau menjauhi pasangan ketika mereka merasa "terlalu dekat", atau secara umum, kesulitan untuk mengungkapkan kerentanan yang sebenarnya.
Seperti yang dikatakan oleh terapis dan pakar hubungan Ken Page, LCSW, salah satu cara terbesar mewujudkan hal ini adalah dengan orang-orang yang menghindari, mengabaikan, menekan, atau tidak mengomunikasikan kebutuhan mereka sendiri. Mereka bahkan mungkin benar-benar percaya bahwa mereka tidak mempunyai kebutuhan karena mereka tidak lagi bisa bergantung pada orang lain.
2. Kesulitan dalam menangani konflik
Bagi orang-orang dengan gaya keterikatan ini, konflik atau emosi negatif lainnya, sering kali ditanggapi dengan permusuhan. Faktanya, sebuah makalah tahun 2017 tentang permintaan maaf dan attachment style menemukan bahwa mereka yang menunjukkan avoidant attachment, "cenderung menggunakan strategi menjaga jarak ketika mereka, pasangannya, atau hubungan mereka sedang tertekan."
Ini mungkin terlihat seperti pasangan Anda menghindari konflik, bersikap pasif-agresif, diam saja, atau menutup upaya untuk berkomunikasi secara terbuka.
Advertisement
3. Tidak mau tergantung pada orang lain
"Karena orang yang memiliki avoidant attachment merasa paling sering dikecewakan, mereka merasa paling nyaman menangani masalahnya sendiri dan tanpa membicarakannya," jelas Page. Ia pun menambahkan bahwa hal ini juga dapat memanifestasikan masalah pada kontrol, seperti gangguan makan, sebagai cara untuk menenangkan diri dan mengendalikan kebutuhan mereka sendiri.
Penelitian mendukung hal ini, dengan sebuah makalah tahun 2017 tentang attachment style yang menyatakan bahwa orang yang suka menghindar kurang bersedia dibandingkan orang pada umumnya, seperti untuk bergantung pada orang lain atau membuat orang lain bergantung pada mereka.
4. Sering menyembunyikan emosi negatif
Menurut pakar attachment theory, R. Chris Fraley, Ph.D., dalam penelitiannya tentang attachment style, orang yang suka menghindar sangat mahir dalam menekan atau memilah-milah emosi negatif.
Seperti yang ia jelaskan, "Ketika diinstruksikan untuk menekan pikiran dan perasaan mereka, individu yang (menghindari) mampu melakukannya secara efektif. Artinya, mereka dapat menonaktifkan gairah fisiologis mereka sampai tingkat tertentu dan meminimalkan perhatian yang mereka berikan pada pikiran yang berhubungan dengan keterikatan."
5. Kesulitan membaca emosi
Dalam studi tahun 2017 tentang attachment style, para peneliti juga menemukan bahwa pasangan dengan avoidant attachment style kurang akurat dibandingkan rata-rata orang dalam menebak keadaan emosional pasangannya.
Menariknya, pemicu stres memperburuk kemampuan mereka untuk menafsirkan keadaan emosi, yang berarti bahwa orang yang suka menghindar ini semakin kecil kemungkinannya untuk mengartikan kata-kata atau perilaku pasangannya dengan benar di tengah konflik.
6. Tidak menyukai keintiman
Menurut Page, beberapa tanda lain dari avoidant attachment adalah ketika mereka tampak tidak tertarik pada keintiman. Entah itu menghindari kontak fisik, menghindari kontak mata, merasa tidak suka dengan orang lain, atau merasa perlu sering menjauh dari orang lain.
"Rasa ketidaksukaan" ini juga biasa terjadi ketika pasangan mengungkapkan kebutuhannya kepada mereka.
7. Berusaha untuk mandiri
Orang dengan avoidant attachment harus berjuang keras untuk menjadi orang yang kuat dan mandiri—jadi mereka sering kali tidak cepat menyerah. Seperti yang dikatakan Page kepada Mindbodygreen, "Merasa kemandirian Anda sangat penting" adalah tanda utama dari kepribadian yang satu ini.
Advertisement