Citizen6, Kendal: Di era tahun 70-80 an saat mercon masih bebas diperdagangkan dan diperdengarkan terutama saat jelang Ramadan dan Lebaran, warga Kendal, Jawa Tengah telah mengenal berbagai jenis mercon dalam berbagai bentuk. Di antaranya mercon konvensional berupa kertas koran atau semen yang dicetak sedemikian rupa membentuk bulatan solid dan di tengahnya diberi mesiu. Warga lokal menyebutnya "Obat Mercon".
Kemudian ada juga mercon jenis "Sreng Dor". Bentuknya yang ramping dan mirip roket bisa diterbangkan sambil mengeluarkan suara mendesis dan berakhir dengan suara ledakan dor, sehingga dinamakan sreg dor.
Pada jamannya, terkadang keselamatan dan keamanan kurang diperhatikan sehingga tak jarang terdengar adanya rumah yang terbakar akibat ledakan mercon atau bahkan korban jiwa akibat kurang hati-hati saat menyalakan mercon. Untuk mengantisipasinya, para orang tua saat itu membuat mercon yang bisa mengeluarkan suara keras namun tidak membahayakan jiwa. Maka terciptalah mercon bumbung.
Mercon bumbung terbuat dari batang bambu jenis petung besar berwarna hitam atau hijau. Jenis bambu lain bisa juga dipergunakan, namun efek suaranya kurang menggelegar jika dibandingkan dengan bambu petung. Cara pembuatannya, bambu dilubangi menggunakan linggis mulai dari ruas ujung hingga ruas terakhir sebelum pangkal. Jadi tersisa satu ruas penutup di pangkal yang fungsinya untuk menahan cairan minyak tanah yang di tuang. Kira-kira sekitar setengah atau satu liter masuk ke dalam bambu tersebut.
Di atas ruas pangkal penutup itu diberi lubang sebesar dua atau tiga telunjuk jari yang gunanya untuk menyalakan mercon bumbung menggunakan tongkat kecil seukuran pensil. Sedangkan ujungnya dililit kain dan dibakar di sebuah "Damar" atau nyala api yang bersumber dari lampu teplok tradisional. Jika pernah melihat meriam, maka mercon bumbung ala Kendal itu adalah replika meriam, namun terbuat dari bambu.
Setelah minyak dituang dalam bambu, bagian bawah mercon bumbung dipanasi menggunakan api damar. Setelah panas maka tongkat yang telah dibakar dimasukkan dalam lubang bambu yang disediakan dan boom... Ledakan membahana terdengar bersahutan.
Kini mercon bumbung mulai punah, sebagai gantinya muncul bazoka, sebuah inovasi terbaru dari warga Kendal yang agak mirip dengan mercon bumbung namun bisa ditenteng. Mercon ini mirip bazoka yang biasa dibawa gerilyawan Taliban.
Bazoka sendiri terbuat dari potongan pipa paralon sepanjang satu meter atau lebih sedikit. Di pangkalnya ada semacam katup dengan lubang angin seukuran uang logam seratusan lama. Untuk menyalakannya, cairan spiritus disemprotkan melaui sprayer dari botol parfum ke dalam lubang pangkalnya, kemudian bazoka itu dikocok 4 atau 5 kali, sehingga tercipta endapan gas. Setelah dirasa cukup maka pemantik di pangkal bazoka itu ditarik sehingga menimbulkan ledakan yang cukup keras.
Di malam takbiran yang jatuh pada Kamis 8 Agustus 2013, sejumlah anak dan remaja memainkan bazooka di pawai takbir keliling di Desa Rejosari, Kecamatan Kangkung Kendal. Hal ini semakin menambah semaraknya perayaan Lebaran. (Aryo Widiyanto/Mar)
Aryo Widiyanto adalah seorang traveller, backpacker, pemandu wisata yg tinggal di Akun Facebook: Aryo Widiyanto, Twitter: @aryowidi, dan blogspot: aryowidiyanto.blogspot.com. Ia juga seorang pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com
Kemudian ada juga mercon jenis "Sreng Dor". Bentuknya yang ramping dan mirip roket bisa diterbangkan sambil mengeluarkan suara mendesis dan berakhir dengan suara ledakan dor, sehingga dinamakan sreg dor.
Pada jamannya, terkadang keselamatan dan keamanan kurang diperhatikan sehingga tak jarang terdengar adanya rumah yang terbakar akibat ledakan mercon atau bahkan korban jiwa akibat kurang hati-hati saat menyalakan mercon. Untuk mengantisipasinya, para orang tua saat itu membuat mercon yang bisa mengeluarkan suara keras namun tidak membahayakan jiwa. Maka terciptalah mercon bumbung.
Mercon bumbung terbuat dari batang bambu jenis petung besar berwarna hitam atau hijau. Jenis bambu lain bisa juga dipergunakan, namun efek suaranya kurang menggelegar jika dibandingkan dengan bambu petung. Cara pembuatannya, bambu dilubangi menggunakan linggis mulai dari ruas ujung hingga ruas terakhir sebelum pangkal. Jadi tersisa satu ruas penutup di pangkal yang fungsinya untuk menahan cairan minyak tanah yang di tuang. Kira-kira sekitar setengah atau satu liter masuk ke dalam bambu tersebut.
Di atas ruas pangkal penutup itu diberi lubang sebesar dua atau tiga telunjuk jari yang gunanya untuk menyalakan mercon bumbung menggunakan tongkat kecil seukuran pensil. Sedangkan ujungnya dililit kain dan dibakar di sebuah "Damar" atau nyala api yang bersumber dari lampu teplok tradisional. Jika pernah melihat meriam, maka mercon bumbung ala Kendal itu adalah replika meriam, namun terbuat dari bambu.
Setelah minyak dituang dalam bambu, bagian bawah mercon bumbung dipanasi menggunakan api damar. Setelah panas maka tongkat yang telah dibakar dimasukkan dalam lubang bambu yang disediakan dan boom... Ledakan membahana terdengar bersahutan.
Kini mercon bumbung mulai punah, sebagai gantinya muncul bazoka, sebuah inovasi terbaru dari warga Kendal yang agak mirip dengan mercon bumbung namun bisa ditenteng. Mercon ini mirip bazoka yang biasa dibawa gerilyawan Taliban.
Bazoka sendiri terbuat dari potongan pipa paralon sepanjang satu meter atau lebih sedikit. Di pangkalnya ada semacam katup dengan lubang angin seukuran uang logam seratusan lama. Untuk menyalakannya, cairan spiritus disemprotkan melaui sprayer dari botol parfum ke dalam lubang pangkalnya, kemudian bazoka itu dikocok 4 atau 5 kali, sehingga tercipta endapan gas. Setelah dirasa cukup maka pemantik di pangkal bazoka itu ditarik sehingga menimbulkan ledakan yang cukup keras.
Di malam takbiran yang jatuh pada Kamis 8 Agustus 2013, sejumlah anak dan remaja memainkan bazooka di pawai takbir keliling di Desa Rejosari, Kecamatan Kangkung Kendal. Hal ini semakin menambah semaraknya perayaan Lebaran. (Aryo Widiyanto/Mar)
Aryo Widiyanto adalah seorang traveller, backpacker, pemandu wisata yg tinggal di Akun Facebook: Aryo Widiyanto, Twitter: @aryowidi, dan blogspot: aryowidiyanto.blogspot.com. Ia juga seorang pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, Ramadan atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media, kuliner dan lainnya ke citizen6@liputan6.com