Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengungkapkan, pihaknya masih melanjutkan pembahasan evaluasi pajak kripto dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo).
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya mengatakan setelah adanya tanggapan dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terkait evaluasi pajak kripto, Bappebti melakukan pembahasan secara internal.
Baca Juga
"Ada (pembahasan), kita nanti bahas dengan Pak Robby, Ketua Aspakrindo nanti supaya satu suara. Kemarin juga sudah ada di berita, Ditjen Pajak sudah menanggapi mereka siap untuk bicara. Kalau begini, mereka sudah memberikan lampu hijau, kita juga enak masuknya,” kata Tirta dalam acara diskusi Reku Finance Flash, Kamis, 14 Maret 2024, ditulis Jumat (15/3/2024).
Advertisement
Menurut Tirta pengenaan pajak kripto perlu dievaluasi karena dinilai terlalu besar dan berpengaruh pada nilai transaksi aset kripto tanah air. Tirta menuturkan, dengan penetapan PPn dan PPh terhadap transaksi kripto mengakibatkan banyak para nasabah yang bertransaksi kripto di luar negeri.
Sebelum pajak kripto diresmikan, Bappebti sempat memberi usulan untuk pajak kripto dikenakan setengahnya yaitu 0,05 persen dan 0,055 persen.
Pemerintah resmi menetapkan pajak untuk aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.
PMK tersebut mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.
PPh untuk penjual aset kripto tercatat sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi, dan PPN yang dikenakan sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi. Sementara itu, bagi yang belum terdaftar di Bappebti, pungutan pajaknya lebih tinggi yakni PPh 0,2 persen dan PPN sebesar 0,22 persen.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Sri Mulyani Kantongi Pajak Digital Rp 22,17 Triliun, dari Kripto Tembus Rp 539,72 Miliar
Sebelumnya diberitakan, hingga 29 Februari 2024, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp22,179 triliun. Jumlah tersebut berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp18,15 triliun, pajak kripto sebesar Rp 539,72 miliar, pajak fintech (P2P lending) sebesar Rp1,82 triliun, dan pajak yang dipungut oleh pihak lain atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp1,67 triliun.
Sementara itu, sampai dengan Februari 2024 pemerintah telah menunjuk 167 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Jumlah tersebut termasuk empat penunjukan pemungut PPN PMSE dan satu pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE.
Penunjukan di bulan Februari 2024 yaitu Tencent Cloud International Pte. Ltd., Blacklane GmbH, Razer Online Pte Ltd, dan Social Online Payments Limited. Pembetulan di bulan Februari 2024 yaitu Coda Payments Pte. Ltd.
Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 153 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp18,15 triliun. “Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp1,24 triliun setoran tahun 2024,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti.
Advertisement
Penerimaan Pajak Kripto
Penerimaan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp539,72 miliar sampai Februari 2024. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar penerimaan tahun 2022, Rp220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp72,44 miliar penerimaan 2024.
Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp254,53 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp285,19 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.
Pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp1,82 triliun sampai Februari 2024. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,40 miliar penerimaan tahun 2022, Rp1,11 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp259,35 miliar penerimaan 2024.
Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN dan BUT sebesar Rp596,1 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN sebesar Rp219,72 miliar, dan PPN DN atas setoran masa sebesar Rp999,5 miliar
Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak SIPP. Hingga Februari 2024, penerimaan dari pajak SIPP sebesar Rp1,67 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp1,1 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp151,27 miliar penerimaan tahun 2024.
Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp113,85 miliar dan PPN sebesar Rp1,56 triliun.
Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
Selain itu, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah.
Advertisement