Gara-gara Donald Trump, India Tinjau Ulang Kebijakan Kripto

Sekretaris Urusan Ekonomi India, Ajay Seth, menyatakan karena aset digital seperti kripto tidak mengenal batas, sikap India tidak bisa bersifat sepihak.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 04 Feb 2025, 13:45 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2025, 13:45 WIB
Ilustrasi kripto (Foto By AI)
Pada Juni 2024, Binance, bursa kripto terbesar di dunia, dikenai denda sebesar 188,2 juta rupee setelah mendaftar ke FIU untuk melanjutkan operasinya di India. Ilustrasi kripto (Foto By AI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - India sedang meninjau kembali kebijakan mengenai mata uang kripto seiring dengan perubahan sikap global terhadap aset digital ini. Peninjauan ini dipicu oleh kebijakan ramah kripto yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump. 

Sekretaris Urusan Ekonomi India, Ajay Seth, menyatakan bahwa aset digital seperti kripto dan lainnya tidak mengenal batas, oleh sebab itu sikap India tidak bisa bersifat sepihak. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang tidak unilateral dalam regulasi kripto mengingat sifatnya yang lintas batas.

"Lebih dari satu atau dua yurisdiksi telah mengubah pendirian mereka terhadap mata uang kripto dalam hal penggunaan, penerimaan, dan di mana mereka melihat pentingnya aset kripto. Dalam langkah itu, kami akan meninjau kembali makalah diskusi," kata Seth dalam sebuah wawancara, dikutip dari Yahoo Finance, Selasa (4/2/2025).

Meskipun India memiliki sikap regulasi yang ketat dan pajak perdagangan yang tinggi, masyarakat India tetap berinvestasi besar-besaran dalam mata uang kripto. Pada Desember 2023, Unit Intelijen Keuangan India (FIU) mengeluarkan pemberitahuan kepada sembilan bursa kripto luar negeri karena tidak mematuhi peraturan setempat. 

Selain itu, pada Juni 2024, Binance, bursa kripto terbesar di dunia, dikenai denda sebesar 188,2 juta rupee setelah mendaftar ke FIU untuk melanjutkan operasinya di India.

Tahun lalu, pengawas pasar India merekomendasikan agar beberapa regulator mengawasi perdagangan mata uang kripto, menunjukkan setidaknya beberapa otoritas di negara tersebut terbuka untuk penggunaan aset virtual pribadi. 

Namun, posisi ini berbeda dengan pernyataan bank sentral India yang menyatakan bahwa mata uang digital pribadi menimbulkan risiko makroekonomi.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

India Pimpin Adopsi Kripto Global

Ilustrasi harga kripto (Foto By AI)
Ilustrasi harga kripto (Foto By AI)... Selengkapnya

Sebelumnya, Laporan dari Chainalysis pada 2024 menunjukkan India memimpin adopsi kripto global untuk tahun kedua berturut-turut karena investor berani menghadapi sikap regulasi yang ketat dan pajak perdagangan yang tinggi di negara itu.

Laporan tersebut, melacak adopsi di empat subkategori di 151 negara, menunjukkan India berada di peringkat tinggi dalam penggunaan bursa terpusat dan aset keuangan terdesentralisasi dari Juni 2023 hingga Juli 2024.

India telah mengambil sikap tegas terhadap kripto sejak 2018, dengan Unit Intelijen Keuangan India (FIU) mengeluarkan pemberitahuan alasan kepada sembilan bursa kripto tak terdaftar pada Desember 2023 karena tidak mematuhi peraturan setempat.

Pimpinan penelitian di Chainalysis, Eric Jardine mengatakan India juga memiliki tingkat adopsi yang cukup luas di berbagai aset kripto meskipun ada pembatasan.

"Ini menyiratkan peserta baru kripto akan berpartisipasi melalui layanan yang tidak dilarang," kata Jardine, dikutip dari Yahoo Finance, ditulis Jumat (13/9/2024). 

 

Negara Lain

Tujuh dari 20 negara teratas dalam indeks adopsi global Chainalysis adalah negara-negara Asia Tengah dan Selatan seperti Indonesia, Vietnam, dan Filipina.

Volume transaksi terdesentralisasi secara keseluruhan yang dilakukan dalam transfer berukuran ritel, di bawah USD 10.000 dalam bentuk kripto tercatat di negara-negara dengan daya beli per kapita yang lebih rendah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya