Liputan6.com, Jakarta Sotos Syndrome atau sindrom Sotos adalah salah satu penyebab disabilitas intelektual yang ditemukan oleh John Sotos. Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dibahas sejak 1964.
Dilansir dari rarediseases.org, gangguan ini ditandai dengan pertumbuhan berlebihan sebelum dan sesudah kelahiran. Misal, kepala besar (dolichocephalic) yang memanjang, konfigurasi wajah yang khas, dan kelainan neurologis yang tidak progresif dengan disabilitas intelektual.
“Temuan klinis utama adalah pertumbuhan sebelum dan sesudah lahir. Kecepatan pertumbuhan sangat berlebihan dalam 3 sampai 4 tahun pertama. Kemudian berlanjut pada tingkat normal, tetapi dalam persenti tinggi,” tulis Rare Diseases.
Advertisement
Tinggi badan penyandang Sotos Syndrome biasanya di atas rata-rata teman sebaya pada masa kanak-kanak. Berat biasanya sesuai dengan tinggi badan. Tinggi badan orang dewasa dengan sindrom Sotos biasanya melebihi rata-rata pria atau wanita normal.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Tanda dan Gejala
Beberapa individu dapat mencapai ketinggian dewasa yang berlebihan. Laki-laki dari 193 cm hingga 203 cm dan perempuan hingga 188 cm.
Orang dengan sindrom ini memiliki bentuk wajah yang khas. Ditandai dahi yang menonjol, kepala besar dolichocephalic, mata dengan jarak yang luas (hypertelorism). Tanda lainnya, miringnya kelopak mata bawah, dagu runcing, wajah sempit panjang dan bentuk kepala yang mirip dengan pir terbalik.
Ciri-ciri wajah yang khas paling jelas dapat dilihat saat masa kanak-kanak. Saat anak bertumbuh dewasa, dagu menjadi lebih menonjol dan berbentuk bujur sangkar. Pada orang dewasa, karakteristik wajah (kraniofasial) yang sudah disebutkan di atas tidak terlalu terlihat.
Sotos syndrome mempengaruhi sistem saraf pusat. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan seperti berjalan dan berbicara. Dapat juga berakibat pada otot yang lemah (hipotonia) dan sendi yang kendur.
Disabilitas intelektual ada pada 80 hingga 85 persen pasien, dengan IQ rata-rata 72 dan kisaran 40 hingga batas kecacatan intelektual ringan. 15 hingga 20 persen mungkin memiliki kecerdasan normal.
Reaksi kejang juga dapat terjadi pada 30 persen dari mereka yang terkena dampak. Beberapa kelainan otak (pembesaran ventrikel) pun dapat terjadi.
Advertisement