Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anak dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dian K. Nurputra menjelaskan mengapa stigma pada orang dengan rare disease atau penyakit langka bisa muncul.
Menurutnya, orang memunculkan stigma pada sesuatu yang asing bagi dirinya karena ketidaktahuan.
“Orang itu memunculkan stigma karena tidak tahu,” ujar Dian dalam seminar daring Konekin, dikutip Selasa (25/5/2021).
Advertisement
Ia menambahkan, manusia punya kodrat jika dia tidak tahu maka dia akan takut. Contohnya, jika orang melihat seseorang seolah memiliki kemampuan sekali sentuh langsung meninggal maka orang itu akan takut.
“Termasuk rare disease ini, karena orang tidak tahu maka orang akan selalu ketakutan dan akhirnya muncullah stigma.”
Maka dari itu, para dokter menyebarkan penjelasan tentang berbagai penyakit yang sebetulnya tidak jauh berbeda dengan batuk pilek dan COVID-19. Seperti kedua penyakit tersebut, rare disease juga ada yang dapat diobati dan ada pula yang tidak.
“Sama, COVID-19 hingga saat ini bisa kita bilang tidak ada obatnya. Obatnya sebenarnya penyembuhan tubuh kita sendiri.”
Simak Video Berikut Ini
Cara Menghapus Stigma
Melihat penjelasan di atas, maka menurut Dian cara terbaik untuk menghilangkan stigma adalah dengan mengenali apa itu rare disease.
“Jadi bagaimana kita bisa menghapus stigma? Dengan cara mengenali apa itu rare disorder (disease).”
Ia juga menjelaskan, rare disease atau penyakit langka pada dasarnya adalah penyakit yang sangat sedikit ditemukan kasusnya. Perbandingan orang yang menyandang penyakit ini adalah 1 dari 2000 itu pun dari 6000 penyakit yang berbeda-beda.
“Rare disease itu karena sifatnya yang terkena itu pada DNA kita maka manifestasinya bisa macam-macam. Karena kenanya dari sejak lahir maka kebanyakan gejalanya muncul saat anak-anak, bedanya satu, dikenali lebih dini atau terlambat.”
Penyakit langka sendiri terbagi dalam banyak kelompok. Ada kelompok metabolik, muskuler (menyangkut otot dan saraf), autoimun (kelainan sistem kekebalan tubuh), gangguan tumbuh kembang, gangguan rahang, gangguan jantung, dan lain-lain.
“Tapi memang yang mayoritas itu metabolik dan neuromuscular,” katanya.
Advertisement