Liputan6.com, Jakarta Persepsi terhadap disabilitas telah mengalami transformasi besar. Dahulu, disabilitas sering dianggap sebagai kutukan atau tanda kesialan, namun kini paradigma tersebut telah bergeser secara signifikan menuju pengakuan hak asasi manusia dan inklusi sosial. Perubahan ini didorong oleh advokasi, penelitian, dan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak penyandang disabilitas.
Berbagai model disabilitas telah muncul, mulai dari model medis yang berfokus pada "penyembuhan", hingga model sosial yang menekankan hambatan lingkungan sebagai penyebab utama. Perkembangan ini menunjukkan bagaimana pandangan masyarakat terhadap disabilitas terus berevolusi, dari stigma dan diskriminasi menuju penerimaan dan kesetaraan.
Model-model ini menunjukkan bahwa persepsi terhadap disabilitas terus mengalami perkembangan dalam upaya menghapus stigma dan diskriminasi di tingkat sosial maupun struktural.
Advertisement
Model-model disabilitas telah berperan signifikan dalam membentuk kerangka politik disabilitas, studi disabilitas, dan perjuangan hak asasi manusia bagi penyandang disabilitas.
“Di antara berbagai model yang dikembangkan, model sosial disabilitas telah diyakini sebagai pendekatan yang paling relevan dalam memahami kehidupan, perilaku, dan cara berpikir masyarakat terhadap orang dengan disabilitas,” ujar dosen Universitas Trunojoyo Madura, Bima Kurniawan .
Paradigma Disabilitas: Sebuah Evolusi
Secara historis, disabilitas sering dikaitkan dengan kepercayaan primitif, dianggap sebagai kutukan atau tanda kesialan. Pandangan ini, seperti yang diungkapkan oleh Bima, "menyiratkan bahwa disabilitas merupakan konsekuensi dari kesalahan yang dilakukan oleh leluhur di masa lalu." Model ini menempatkan penyandang disabilitas dalam posisi terpinggirkan dan memperkuat stigma negatif.
Namun, seiring perkembangan zaman, paradigma ini mulai terkikis. Munculnya model medis memandang disabilitas sebagai kondisi abnormal yang memerlukan pengobatan dan terapi. Meskipun membawa kemajuan, model ini tetap mengabaikan potensi dan kemampuan penyandang disabilitas untuk berkontribusi dalam masyarakat.
Model amal, meskipun terkesan positif, justru dapat memperkuat ketergantungan dan mengabaikan potensi individu. Model ini seringkali muncul sebagai konsekuensi dari model medis atau dari budaya masyarakat yang memarjinalkan penyandang disabilitas.
Advertisement
Menghapus Paradigma Primitif
Pergeseran paradigma disabilitas ditandai dengan munculnya model sosial. Model ini menggeser fokus dari individu ke lingkungan, memandang disabilitas sebagai hasil dari hambatan sosial dan lingkungan yang tidak mendukung. "Di antara berbagai model yang dikembangkan, model sosial disabilitas telah diyakini sebagai pendekatan yang paling relevan," ujar Bima Kurniawan.
Model sosial menekankan perlunya perubahan sosial dan lingkungan untuk menciptakan inklusi dan kesetaraan. Contohnya, aksesibilitas gedung yang kurang memadai bagi pengguna kursi roda merupakan hambatan lingkungan, bukan keterbatasan fisik individu. Model ini mendorong transformasi sosial untuk mengatasi diskriminasi.
Model sosial disabilitas, yang dipopulerkan oleh Mike Oliver, secara tajam mengkritik model individual yang melihat disabilitas sebagai masalah individu. Sebaliknya, model sosial memindahkan fokus ke lingkungan sosial, menekankan peran struktur sosial, kebijakan, dan sikap diskriminatif sebagai akar penyebab segregasi.
Berbagai Perspektif Model Disabilitas
Model medis memandang disabilitas sebagai masalah medis individu yang memerlukan pengobatan dan rehabilitasi. Fokusnya adalah pada penyembuhan dan adaptasi individu agar dapat berfungsi dalam masyarakat. Namun, model ini seringkali mengabaikan faktor lingkungan dan hak-hak individu.
Model amal melihat penyandang disabilitas sebagai objek belas kasihan yang membutuhkan bantuan dan amal. Meskipun terkesan positif, model ini dapat memperkuat stigma dan ketergantungan, serta mengabaikan potensi dan kemampuan individu. Model ini dapat meminggirkan partisipasi penuh dan bermakna penyandang disabilitas.
Model sosial bergeser dari fokus pada individu ke lingkungan. Disabilitas dipandang sebagai hasil dari hambatan sosial dan lingkungan yang tidak mendukung. Model ini menekankan perubahan sosial dan lingkungan untuk menciptakan inklusi dan kesetaraan.
Advertisement
Model Hak Asasi Manusia: Inklusi dan Kesetaraan
Model hak asasi manusia merupakan perkembangan dari model sosial, menempatkan penyandang disabilitas sebagai individu yang memiliki hak asasi manusia yang sama. Fokusnya adalah pada pemenuhan hak-hak tersebut, termasuk akses pendidikan, pekerjaan, kesehatan, dan partisipasi penuh dalam masyarakat.
Model ini menekankan pentingnya penghormatan, martabat, dan kesetaraan bagi penyandang disabilitas. Model ini juga mendorong penghapusan stigma dan diskriminasi. Model inklusi, yang menekankan partisipasi penuh penyandang disabilitas, merupakan manifestasi dari paradigma hak asasi manusia.
Penerapan model hak asasi manusia masih menghadapi tantangan, termasuk stigma, diskriminasi, dan kurangnya aksesibilitas. Namun, model ini menjadi paradigma dominan dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi penyandang disabilitas.
Politik Disabilitas: Perjuangan untuk Kesetaraan
Dalam 40 tahun terakhir, pemahaman masyarakat tentang disabilitas meningkat pesat. Kajian tentang model disabilitas telah merambah ke berbagai disiplin ilmu, termasuk politik. "Melalui politik ini, orang dengan disabilitas secara personal atau kelompok berjuang meruntuhkan stigma negatif untuk menuntut kesetaraan dan keadilan," jelas Bima Kurniawan.
Politik disabilitas melibatkan perjuangan untuk aksesibilitas, kesempatan yang setara, dan penghapusan diskriminasi. Ini mencakup advokasi kebijakan, kampanye kesadaran publik, dan pembentukan organisasi penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Perjuangan ini penting untuk memastikan bahwa penyandang disabilitas dapat berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan, sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan inklusi sosial. Model sosial disabilitas telah memberikan kontribusi signifikan dalam membentuk kerangka politik disabilitas.
Advertisement
