Mengenal Kusta, Penyakit Infeksi yang Bisa Berujung Disabilitas

Berbagai penyakit dapat memicu terjadinya kondisi disabilitas. Salah satu pemicu disabilitas yang bisa dicegah jika ditangani sejak dini adalah kusta.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Jul 2022, 11:48 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2022, 10:00 WIB
Petugas dinas kesehatan Indramayu sedang melakukan sosialisasi perawatan kusta pada Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK).
Pengelola Program Kusta Dinkes Kabupaten Indramayu sedang melakukan sosialisasi perawatan kusta pada Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK), Selasa (5/7/2022).

Liputan6.com, Jakarta Berbagai penyakit dapat memicu terjadinya kondisi disabilitas. Salah satu pemicu disabilitas yang bisa dicegah jika ditangani sejak dini adalah kusta.

Menurut dokter umum dari Puskesmas Kertasemaya, Indramayu, Pratama Kortizona, disabilitas tingkat dua adalah gejala ekstrem yang bisa timbul akibat kusta.

Disabilitas tingkat dua merupakan disabilitas yang terlihat atau sering pula disebut disabilitas fisik. Misalnya, jari menekuk, kaku, dan tidak bisa diluruskan serta kelopak mata yang tak bisa berkedip.

Bahkan, jika kusta menyerang saraf-saraf di mata, maka bisa menyebabkan kebutaan. Ini merupakan kondisi kusta yang sudah parah. Guna menghindari kondisi parah tersebut, masyarakat yang memiliki gejala bercak disarankan segera periksa ke puskesmas.

“Karena kalau kita sudah deteksi dini kusta dan melakukan pengobatan, itu bisa sembuh, tidak sampai mengakibatkan disabilitas,” ujar Pratama kepada Health Liputan6.com saat kunjungan di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu bersama Yayasan NLR Indonesia, Selasa (5/7/2022).

Dokter yang aktif menangani kasus kusta ini menjelaskan, kusta merupakan penyakit infeksi yang menyerang kulit seperti panu.

“Cuma dia (kusta) menyerangnya bukan ke kulitnya saja, tapi sampai ke saraf.”

Penyebab kusta adalah kuman atau bakteri yang disebut mycobacterium leprae. Gejala awalnya dapat terlihat bercak keputihan di kulit seperti panu.

“Jadi awal gejalanya mungkin kalau dilihat kayak panu, tapi bedanya menyerang saraf. Karena menyerang saraf itu dia bisa hilang rasa namanya baal atau tidak terasa atau bahkan kalau kulit lain mengeluarkan keringat, dia (lokasi kusta) enggak mengeluarkan keringat. Karena saraf untuk keringatnya sudah rusak.”

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Faktor Risiko Kusta

Dokter umum dari Puskesmas Kertasemaya, Indramayu, Pratama Kortizona
Dokter umum dari Puskesmas Kertasemaya, Indramayu, Pratama Kortizona saat saat kunjungan pemeriksaan kusta di Dusun Pondok Asem Jengkok, Selasa (5/7/2022).

Faktor risiko kusta adalah kebersihan yang tak dijaga, lanjut Pratama. Pasalnya, bakteri penyebab kusta banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak bersih atau pencahayaan kurang, minim terkena matahari, dan ventilasi yang buruk.

“Jadi diharapkan harus jaga kebersihan di rumah, terus ventilasinya harus bagus udaranya, harus kena matahari jangan tertutup karena matahari bisa membunuh kuman.”

Selain kebersihan, sinar matahari dan ventilasi, faktor gizi juga memiliki peran. Guna mencegah terjadinya kusta, masyarakat harus membiasakan makan makanan bergizi.

“Biasanya memang kalau gizi kurang gampang terkena kuman atau virus.”

Kusta merupakan penyakit yang bisa menyerang segala usia termasuk anak-anak hingga lanjut usia (lansia). Pencegahan kusta pada anak-anak cenderung sama dengan dewasa yakni menjaga kebersihan dan gizi.

“Apalagi anak-anak kan masih masa pertumbuhan. Untuk pencegahan, kita ada program untuk minum obat rifampicin itu bisa mencegah penyakit kusta selama dua tahun.”

Terkait masa inkubasinya, Pratama menerangkan bahwa kusta tidak seperti penyakit lain seperti COVID-19 atau batuk pilek.

Masa Inkubasi Kusta

Penanganan kusta di Indramayu
Petugas sedang memeriksa pasien diduga kusta di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (5/7/2022).

COVID-19 dan batuk pilek memiliki masa inkubasi yang cepat yakni dalam hitungan hari. Sedangkan kusta memiliki masa inkubasi yang lama.

“Kusta ini lama (masa inkubasinya), bertahun-tahun, jadi kadang orang yang kena kusta merasa masih sehat karena masih kecil (infeksinya), tapi kalau sudah bertahun-tahun bisa dua sampai lima tahun itu sudah mulai terjadi gejala-gejala yang ringan.”

Sedangkan, penyebarannya bisa dengan kontak langsung maupun lewat droplet.  

“Cuma memang penularannya itu tidak cepat, sehari kontak enggak langsung menularkan. Itu biasanya kontak yang lama bisa sampai setahun, dua tahun, atau bahkan lebih.”

Yang lebih berisiko tertular adalah orang yang setiap hari kontak dengan penderita kusta yang belum diobati, kalau sudah diobati sudah tidak menularkan, kata Pratama.

Sebaliknya, jika tidak ditangani dengan tepat dan cepat maka risiko komplikasi bisa terjadi. Kuman kusta yang menyerang saraf dapat menyebabkan saraf di tubuh tidak berfungsi, begitu pula sistem nyerinya.

“Bisa terjadi luka, borok, infeksi, abis itu kalau tidak diobati bisa menyebabkan disabilitas, jadi tangannya sulit digerakkan karena sarafnya sudah rusak. Kalau di mata bisa menyebabkan kebutaan.”

Pemeriksaan Kusta

Petugas sedang memeriksa pasien diduga kusta di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (5/7/2022).
Petugas sedang memeriksa pasien diduga kusta di Dusun Pondok Asem Jengkok, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (5/7/2022).

Meski penularan kusta terbilang lambat, tapi antisipasi penularan tetap harus dilakukan terutama bagi tenaga kesehatan yang hendak memeriksa pasien yang diduga terkena kusta.

Sebelum memeriksa, tenaga kesehatan perlu melindungi diri dengan masker dan sarung tangan medis.

“Jadi untuk persiapan pemeriksaan kusta untuk nakes, pertama masker dan sarung tangan medis karena kita tahu penularannya dari kontak langsung dan droplet.”

Pemeriksaan sendiri dilakukan dengan melihat bercak dan pemeriksaan fungsi saraf. Pemeriksaan fungsi saraf dilakukan dengan kapas atau lidi. Benda-benda digunakan sebagai alat sentuh yang menyentuh langsung bercak di kulit.

Pasien biasanya diminta untuk menutup mata dan menunjukkan di mana lokasi sentuhan itu tanpa melihat. Jika pasien dapat menunjukkan lokasinya dengan tepat berarti sentuhan kapas itu terasa dan sarafnya masih sensitif.

Sebaliknya, jika tidak terasa maka sarafnya sudah tidak berfungsi dan merujuk pada gejala kusta.

“Biasanya kalau kusta dia sarafnya sudah enggak sensitif. Meskipun pakai rangsangan nyeri yang ringan juga enggak kerasa,” kata Pratama.

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya