Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Sumiwi mengatakan bahwa fasilitas layanan kesehatan jiwa di Indonesia masih belum merata.
“Kita melihat dari data-data pelayanan yang ada, saat ini baru sekitar 50 persen dari 10.321 unit Puskesmas kita yang mampu memberikan pelayanan kesehatan jiwa,” ujar Endang mengutip keterangan pers, Minggu (10/16/2022).
Baca Juga
Sementara, sisanya belum memiliki layanan kesehatan jiwa. Pun dengan layanan kesehatan jiwa di RS, jumlahnya juga belum merata.
Advertisement
“Masih ada 4 provinsi yang belum memiliki RS Jiwa dan baru 40 persen RS Umum yang ada fasilitas pelayanan Jiwa,” tambahnya.
Berbanding lurus dengan ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa di fasyankes dan Puskesmas, jumlah psikiater yang ada saat ini belum mencukupi.
Rasio psikiater di Indonesia masih sangat timpang yakni 1:200.000 penduduk. Artinya setiap 1 psikiater harus melayani 200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000.
Tak hanya dari sisi jumlah, sebaran psikiater juga belum merata. Masih terkonsentrasi di kota-kota besar saja.
Padahal, dalam beberapa tahun terakhir persentase masyarakat yang mengalami gangguan kesehatan mental meningkat.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilakukan Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi rumah tangga dengan anggota menyandang gangguan jiwa skizofrenia meningkat dari 1,7 permil menjadi 7 permil di tahun 2018.
Diperburuk Pandemi COVID-19
Gangguan mental emosional pada penduduk usia dibawah 15 tahun, juga naik dari 6,1 persen atau sekitar 12 juta penduduk (Riskesdas 2013) menjadi 9,8 persen atau sekitar 20 juta penduduk.
“Kondisi ini diperburuk dengan adanya COVID-19. Saat pandemi, masalah gangguan kesehatan jiwa dilaporkan meningkat sebesar 64,3 persen baik karena menderita penyakit COVID-19 maupun masalah sosial ekonomi sebagai dampak dari pandemi,” kata Endang.
Makin tingginya persentase masalah kesehatan jiwa disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan tenaga psikolog yang masih kurang.
“Untuk itu peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia menjadi momentum penting untuk memperkuat jejaring layanan kesehatan Jiwa mulai dari tingkat masyarakat, Puskesmas sampai RS Rujukan,” terang Endang.
Advertisement
Perkuat Jejaring
Jejaring tersebut, lanjut Endang, merupakan bagian dari transformasi layanan rujukan yang yang bertujuan untuk memperluas sekaligus mempermudah akses masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa.
“Kita butuh kerja sama yang kuat, karena kalau hanya mengandalkan jumlah psikiater yang ada, (penanganan kesehatan mental) akan membutuhkan waktu yang lama. Sehingga kita harus membuat terobosan, bagaimana caranya supaya beban kesehatan jiwa bisa kita atasi dengan jejaring yang ada saat ini.”
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono menjelaskan, perluasan jejaring pelayanan kesehatan jiwa tersebut merupakan bagian dari 3 strategi utama. Ketiga strategi ini dicanangkan Kementerian Kesehatan untuk mengurai masalah kesehatan yang ada yakni advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
Pihaknya menekankan ketiga strategi utama tersebut harus dikolaborasikan secara pentahelix. Yakni antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi, swasta, organisasi profesi, media massa, serta donor agensi. Ini termasuk pula organisasi masa dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan upaya kesehatan jiwa secara terpadu dan terintegrasi.
“Kolaborasi ini mutlak diperlukan dalam rangka mempercepat pencapaian target pembangunan kesehatan di Indonesia,” terang Dante.
Harapan Dante
Dante berharap berbagai upaya pencegahan dan pengendalian kesehatan jiwa bisa dilakukan dengan kerja sama yang baik. Melibatkan seluruh elemen masyarakat melalui pendekatan pentahelix kolaborasi berbasis komunitas untuk menghasilkan generasi penerus bangsa yang berkualitas.
“Saya berharap acara puncak Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, kian memantapkan komitmen dan tekad kita untuk mencapai Indonesia emas 2045 dengan menciptakan SDM Indonesia yang sehat, berkualitas, dan unggul,” kata Dante.
Hari Kesehatan Jiwa Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Oktober. Peringatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, kemauan, kemampuan, kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa.
Tema global peringatan HKJS tahun 2022 adalah “Making Mental Health & Well-Being for All a Global Priority” bertujuan untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan mental menjadi prioritas global untuk semua.
Sedangkan tema nasional adalah “Pulih Bersama Generasi Sehat Jiwa”. Tema ini memiliki harapan optimis bahwa Indonesia mampu melewati masa sulit dan siap menghadapi tantangan global untuk maju dengan generasi Indonesia Emas yang sehat jiwa dan mampu bersaing di kancah Internasional.
Advertisement