Liputan6.com, Jakarta Masalah tulang yang paling banyak menyebabkan disabilitas fisik adalah osteoarthritis atau peradangan kronis pada sendi.
“Nomor satu radang sendi, osteoarthritis, itu yang nomor satu paling banyak. Yang nomor dua itu trauma,” kata dokter spesialis ortopedi dan traumatologi RS EMC Alam Sutera, Albert Gandakusuma, kepada Health Liputan6.com di Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025).
Masalah sendi dan tulang yang menyebabkan disabilitas umumnya terjadi di masa lalu tapi tidak ditangani dengan baik. Sehingga, ketika usia mulai menua, timbul osteoarthritis yang menyulitkan pasien untuk berjalan.
Advertisement
“Dulu masih muda cedera belum diterapi seperti sekarang. Sekarang kesadarannya untuk menjadi sehat itu tinggi. Meniskus robek diperbaiki, tulang rawan cedera dijaga dan diperbaiki, ligamen putus diperbaiki, tulang patah dikembalikan ke posisinya.”
“Kalau zaman dulu kan masih kadang-kadang, enggak bisa jalan pun enggak diperiksa, tunda, tunda, tunda lama-lama bisa jalan lagi. Akibatnya, sendinya tidak sempurna. Tuanya ya begitu (pengapuran). Kejadiannya dulu, sekarang baru terlihat (dampaknya),” terang Albert.
Dia menambahkan, di zaman dulu, orang yang tidak bisa berjalan di usia 60 hingga 70 tahun dianggap normal karena penuaan. Orang yang sudah tua tidak bisa berjalan jauh seolah dianggap layak dan sudah sepantasnya seperti itu.
“Sekarang, umur 60 tahun masih cukup aktif, masih bisa bekerja. Masih bisa jalan-jalan ke luar negeri, kadang pakai tongkat aja malu apalagi pakai kursi roda.”
Penyakit Penyerta Seperti Kolesterol Perparah Kondisi Tulang dan Sendi
Albert menambahkan, kondisi penyakit penyerta seperti kolesterol dan diabetes bisa memengaruhi penyembuhan pasien pengapuran tulang dan sendi atau osteoarthritis.
“Pengapuran bisa berdiri sendiri atau berhubungan dengan diabetes dan kolesterol. Kalau dia single aja, pengapuran, tidak ada faktor komorbid (penyerta) maka penyembuhan atau grade atau keparahan dari pengapuran itu bisa kita tolerir, biasanya enggak seberapa parah.”
Sementara, jika pasien memiliki diabetes atau kolesterol, maka setelah operasi sendi, pasien harus menjaga kondisi kolesterol atau diabetesnya.
“Karena, diabet itu kalau gulanya terlalu tinggi lukanya enggak mau kering, kualitas pembuluh darahnya juga kurang bagus kalau pada pasien kolesterol,” jelas Albert.
Advertisement
Obesitas Juga Pengaruhi Kondisi Tulang dan Sendi
Dengan kata lain, sambung Albert, jika pasien murni hanya mengalami pengapuran maka angka harapan penyembuhannya akan lebih bagus. Ketimbang pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes dan kolesterol.
“Kalau ada underline disease seperti diabet dan kolesterol itu harus lebih hati-hati. Prinsipnya, orang diabet atau kolesterol harus tetap menjaga setelah tindakan pada osteoarthritisnya, entah itu operasi atau obat-obatan. Kalau tidak dijaga, ya akan membahayakan pengapurannya secara tidak langsung,” papar Albert.
Selain kolesterol dan diabetes, kondisi lain yang disebut dapat berpengaruh buruk pada tulang, sendi, terutama lutut adalah obesitas atau kelebihan berat badan.
“Berat badan atau obesitas itu mengambil peranan yang besar sekali (pada lutut),” ujar Albert.
Operasi pengapuran sendi dan tulang pada orang obesitas tidak serta merta menyelesaikan masalah. Pasien harus mulai menjaga berat badan dan aktif bergerak sesuai arahan dokter. Seperti diketahui, berat badan berlebih menjadi beban ekstra untuk lutut yang menyangga tubuh.
“Bukan berarti orang gemuk dioperasi lututnya terus ya udah berat badannya (tetap) segitu. Semakin dia gemuk, dia enggak gerak, maka aus untuk implannya semakin cepat,” katanya.
Bagaimana Cara Menangani Masalah Lutut Parah?
Lebih lanjut Albert menerangkan, masalah lutut terbagi dalam empat tingkat. Tingkat pertama terbilang ringan dan tingkat empat yang paling parah.
“Grade (tingkat) empat itu artinya tulang rawannya sudah habis, sudah bone to bone, tulangnya sudah menempel sama sekali. Nah kalau begitu kita sudah tidak bisa memperbaiki. Seperti mobil, bannya sudah habis, kita enggak bisa apa-apakan lagi, kita bisa ganti dengan ban yang baru.”
Bagian lutut yang bermasalah dapat diganti dengan implan untuk membuat sendi baru.
“Jadi bukan tulangnya yang diganti, banyak orang berpikir itu lututnya diganti semuanya, bukan, bukan tulang, enggak semuanya diganti. Sudah tidak perlu mengganti tempurungnya, yang diganti adalah sendinya. Semakin sedikit sendi yang diganti, semakin nyaman lututnya seperti aslinya,” terang Albert.
Prosedur penggantian sendi kini tak melulu menggunakan cara konvensional, tapi bisa dengan bantuan robot alias robotic surgical assistant.
Robot dalam prosedur penggantian sendi lutut berperan sebagai alat navigasi. Alat ini tidak sepenuhnya menggantikan peran dokter, tapi dapat membantu dokter melakukan pekerjaannya dengan lebih efektif.
Sebelum pemotongan tulang, robot akan memberi saran misalnya pemotongannya sebaiknya sebanyak 9mm atau 10mm.
“Tapi semua itu kita (dokter) yang menentukan, di sini pengalaman penting, kalau tidak punya pengalaman, tidak punya basis yang baik tentu saja akan ikut terus apa yang dia (robot) bilang,” pungkasnya.
Advertisement