Liputan6.com, Jakarta Bayi, anak-anak, hingga orang dewasa, bisa mengalami hidrosefalus. Kondisinya sangat beragam dengan berbagai penyebab dan gejala yang tidak sama. Penanganan dini sangat penting untuk mencegah komplikasi serius, bahkan kematian.
Hidrosefalus adalah kondisi medis serius yang ditandai dengan penumpukan cairan serebrospinal (CSF) berlebihan di dalam ventrikel otak. Cairan ini berfungsi sebagai pelindung otak dan sumsum tulang belakang, namun penumpukannya meningkatkan tekanan dalam tengkorak, berpotensi merusak jaringan otak.
"Hidrosefalus terjadi ketika produksi, distribusi dan penyerapan cairan otak tidak seimbang. Hidrosefalus dapat terjadi pada siapa saja, tetapi lebih sering dialami oleh bayi dan orang yang berusia 60 tahun ke atas," jelas dokter spesialis bedah saraf RS EMC Cikarang & Alam Sutera, Lukas Galileo Malau, dikutip dari laman EMC.
Advertisement
Penyebab Hidrosefalus
Beberapa faktor dapat menyebabkan hidrosefalus, baik bawaan maupun intervensi dari luar. Sumbatan aliran CSF akibat tumor, perdarahan, infeksi (meningitis), atau kelainan bawaan menyebabkan penumpukan cairan (hidrosefalus obstruktif).
Gangguan penyerapan CSF oleh otak juga bisa menjadi penyebab. Kondisi ini bisa terjadi akibat peradangan atau cedera. Produksi CSF yang berlebihan, meskipun jarang, juga dapat memicu hidrosefalus.
Faktor genetik dan kelainan bawaan, seperti spina bifida, serta infeksi selama kehamilan (toksoplasmosis, rubella, sitomegalovirus) meningkatkan risiko. Cedera kepala berat, stroke, dan tumor otak juga dapat mengganggu aliran atau penyerapan CSF.
Menurut dr. Lukas Galileo Malau, ada beberapa faktor risiko yang ditimbulkan. Risiko itu adalah perdarahan di otak karena kelahiran prematur, perkembangan otak dan tulang belakang yang tidak normal, infeksi selama kehamilan (rubella atau sifilis), dan kelainan bawaan seperti sindrom Dandy-Walker.
Ada risiko lainnya seperti tumor otak dan saraf tulang belakang, perdarahan otak akibat cedera kepala atau stroke, infeksi otak dan saraf tulang belakang (meningitis dan ensefalitis), serta cedera kepala juga meningkatkan risiko hidrosefalus pada semua usia.
Advertisement
Mencegah Hidrosefalus
Pencegahan hidrosefalus kongenital dimulai sejak kehamilan. Ibu hamil perlu kontrol kehamilan rutin untuk mendeteksi dan menangani infeksi virus sedini mungkin.
Imunisasi lengkap untuk ibu hamil, bayi, dan anak sangat penting. Imunisasi mencegah beberapa penyebab hidrosefalus seperti rubella, meningitis, dan ensefalitis.
"Pastikan bahwa ibu hamil, bayi, dan anak mendapatkan imunisasi yang lengkap sesuai dengan jadwal pemerintah." Hidrosefalus yang didapat dapat dicegah dengan mengobati penyebab utamanya secara tepat waktu.
Mengobati Hidrosefalus
Pengobatan hidrosefalus bertujuan mengurangi tekanan di tengkorak dan mencegah kerusakan otak lebih lanjut. Metode utama adalah pemasangan shunt, yaitu selang yang mengalirkan kelebihan CSF ke bagian tubuh lain.
Ventrikulostomi endoskopi ketiga (ETV), prosedur minimal invasif untuk membuat lubang kecil di ventrikel ketiga, juga merupakan pilihan. ETV lebih sering digunakan pada hidrosefalus obstruktif.
"Hidrosefalus yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan gangguan dalam perkembangan fisik dan intelektual anak. Pada orang dewasa, hidrosefalus yang terlambat ditangani dapat menyebabkan gejala menjadi permanen," tegas dr. Lukas.
Terapi lain meliputi ventrikulostomi, prosedur serupa shunt namun tanpa alat permanen, atau endoskopi untuk menghubungkan rongga cairan otak. Pengobatan yang tepat memungkinkan pasien menjalani kehidupan normal dengan sedikit keterbatasan.
Advertisement
Gejala Hidrosefalus
Gejala hidrosefalus bervariasi tergantung usia dan keparahannya. Pada bayi, gejala meliputi pembesaran kepala (makrosefali), muntah, lesu, mata terbenam, fontanel menonjol, kejang, dan keterlambatan perkembangan.
Gejala pada bayi juga bisa berupa: rewel; mudah mengantuk; tidak mau menyusu; muntah; pertumbuhan terhambat; dan kejang. Pada anak-anak, dewasa, dan lansia, gejala dapat berupa sakit kepala, penurunan daya ingat, mual dan muntah, gangguan penglihatan, gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, kesulitan menahan buang air kecil, dan pembesaran kepala.
Pada anak-anak dan orang dewasa, gejala meliputi sakit kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur, gangguan keseimbangan, kesulitan berjalan, inkontinensia urin, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan kognitif, dan demensia.
Diagnosis Hidrosefalus
Diagnosis hidrosefalus melibatkan pemeriksaan fisik, pengukuran lingkar kepala (bayi), dan pencitraan otak (CT scan atau MRI). Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSF) mungkin juga diperlukan.
Pada bayi, hidrosefalus terlihat dari bentuk kepala yang membesar. Pada dewasa, diagnosis dilakukan melalui tanya jawab gejala dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan USG, CT scan, atau MRI untuk memastikan diagnosis dan penyebabnya.
Pemindaian bertujuan memastikan diagnosis, mengetahui penyebab, dan mendeteksi kondisi lain terkait gejala pasien. Konsultasi dengan dokter sangat penting untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat dan segera.
Advertisement
