Liputan6.com, Jakarta Mahar merupakan salah satu unsur penting dalam pernikahan Islam. Pemberian mahar dari calon suami kepada calon istri memiliki makna dan hikmah yang dalam. Artikel ini akan membahas secara komprehensif tentang arti mahar dalam Islam, jenis-jenisnya, ketentuan syariat, serta berbagai aspek terkait mahar pernikahan.
Pengertian Mahar dalam Islam
Mahar dalam bahasa Arab disebut dengan istilah "shadaq" atau "shidaq". Secara terminologi, mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai bentuk ketulusan hati untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya dalam kaitannya dengan pernikahan.
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan." (QS. An-Nisa: 4)
Ayat ini menegaskan bahwa mahar merupakan kewajiban yang harus ditunaikan oleh calon suami kepada calon istrinya. Mahar bukan sekadar formalitas, melainkan simbol penghargaan dan komitmen seorang pria terhadap wanita yang akan dinikahinya.
Advertisement
Jenis-Jenis Mahar dalam Islam
Dalam syariat Islam, mahar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:
1. Mahar Musamma
Mahar musamma adalah mahar yang sudah disepakati dan ditetapkan kadar serta bentuknya secara jelas dalam akad nikah. Jenis mahar ini paling umum digunakan dalam pernikahan Islam. Contohnya seperti menyebutkan mahar berupa seperangkat alat shalat atau sejumlah uang tertentu saat ijab qabul.
2. Mahar Mitsil
Mahar mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah, kemudian ukurannya disamakan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat. Mahar jenis ini biasanya ditetapkan jika terjadi perselisihan atau ketidaksepakatan tentang jumlah mahar.
3. Mahar Sirr
Mahar sirr adalah mahar yang dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pasangan suami istri. Meskipun diperbolehkan, jenis mahar ini tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan prasangka negatif dari pihak lain.
4. Mahar Mu'ajjal
Mahar mu'ajjal adalah mahar yang pembayarannya ditunda atau dicicil sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Jenis mahar ini memberikan keringanan bagi calon suami yang mungkin belum mampu membayar mahar secara tunai.
Ketentuan Syariat tentang Mahar
Berikut beberapa ketentuan syariat Islam terkait mahar pernikahan:
1. Hukum Memberikan Mahar
Mayoritas ulama sepakat bahwa memberikan mahar hukumnya wajib bagi calon suami. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Namun, mahar bukanlah rukun nikah, melainkan syarat sahnya pernikahan.
2. Batasan Jumlah Mahar
Islam tidak menetapkan batasan minimal atau maksimal jumlah mahar. Prinsipnya adalah mahar harus sesuai kemampuan calon suami dan kesepakatan kedua belah pihak. Nabi Muhammad SAW pernah membolehkan mahar berupa cincin besi bahkan mengajarkan beberapa ayat Al-Qur'an.
3. Waktu Pemberian Mahar
Mahar sebaiknya diberikan saat akad nikah. Namun, diperbolehkan juga untuk menangguhkan pembayaran mahar jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang terpenting adalah adanya kerelaan dari pihak istri.
4. Kepemilikan Mahar
Mahar menjadi hak milik penuh istri. Suami atau keluarga tidak boleh mengambil atau memanfaatkan mahar tanpa izin istri. Istri berhak menggunakan mahar sesuai keinginannya.
Advertisement
Bentuk-Bentuk Mahar yang Diperbolehkan
Islam memberikan fleksibilitas dalam bentuk mahar yang dapat diberikan. Beberapa bentuk mahar yang diperbolehkan antara lain:
1. Mahar Berupa Harta Benda
Ini adalah bentuk mahar yang paling umum, bisa berupa uang, perhiasan, kendaraan, tanah, atau barang berharga lainnya. Yang terpenting adalah adanya nilai dan manfaat dari mahar tersebut.
2. Mahar Berupa Jasa atau Manfaat
Mahar tidak selalu harus berbentuk materi. Memberikan jasa atau manfaat juga diperbolehkan, seperti mengajarkan Al-Qur'an, memberikan ilmu pengetahuan, atau melakukan pekerjaan tertentu untuk calon istri.
3. Mahar Berupa Hafalan Al-Qur'an
Nabi Muhammad SAW pernah membolehkan seorang sahabat menikah dengan mahar berupa hafalan dan pengajaran beberapa surat Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa mahar dapat berupa sesuatu yang bernilai spiritual.
4. Mahar Berupa Keislaman
Dalam kasus pernikahan dengan wanita non-muslim yang masuk Islam, keislamannya dapat dijadikan sebagai mahar. Ini berdasarkan kisah pernikahan Nabi Muhammad SAW dengan Shafiyyah binti Huyay.
Hikmah di Balik Pemberian Mahar
Pemberian mahar dalam pernikahan Islam mengandung berbagai hikmah dan manfaat, di antaranya:
1. Simbol Penghargaan terhadap Wanita
Mahar merupakan bentuk penghargaan dan pemuliaan terhadap wanita. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan wanita.
2. Bukti Keseriusan dan Tanggung Jawab
Dengan memberikan mahar, seorang pria menunjukkan keseriusan dan kesiapannya untuk bertanggung jawab dalam membina rumah tangga.
3. Perlindungan Ekonomi bagi Istri
Mahar dapat menjadi modal awal atau jaminan ekonomi bagi istri, terutama jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam pernikahan.
4. Mempererat Ikatan Pernikahan
Pemberian mahar dapat mempererat ikatan batin antara suami dan istri, menciptakan rasa saling memiliki dan menghargai.
Advertisement
Perbedaan Mahar dengan Mas Kawin
Meski sering digunakan secara bergantian, sebenarnya ada perbedaan antara mahar dan mas kawin:
Mahar:
- Istilah yang digunakan dalam hukum Islam
- Wajib diberikan oleh calon suami kepada calon istri
- Menjadi hak milik penuh istri
- Jumlah dan bentuknya fleksibel sesuai kesepakatan
Mas Kawin:
- Istilah yang lebih umum digunakan dalam adat istiadat
- Bisa berupa pemberian dari keluarga calon suami kepada keluarga calon istri
- Tidak selalu menjadi hak milik penuh istri
- Jumlah dan bentuknya sering ditentukan oleh adat setempat
Mahar dalam Berbagai Tradisi Pernikahan
Meski konsep dasarnya sama, praktik pemberian mahar dapat bervariasi di berbagai daerah dan budaya:
1. Mahar dalam Adat Jawa
Di Jawa, mahar sering disebut "tukon" atau "mas kawin". Biasanya berupa uang atau perhiasan yang diserahkan bersama dengan seserahan lainnya.
2. Mahar dalam Adat Minangkabau
Masyarakat Minangkabau mengenal istilah "uang jemputan" yang fungsinya mirip dengan mahar. Jumlahnya bisa cukup besar tergantung status sosial keluarga.
3. Mahar dalam Adat Bugis
Pada masyarakat Bugis, mahar disebut "sompa" dan biasanya berupa tanah atau benda pusaka. Besaran sompa menentukan status sosial pengantin wanita.
Advertisement
Cara Menentukan Mahar yang Ideal
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan mahar yang ideal:
1. Kemampuan Calon Suami
Mahar sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan finansial calon suami. Islam menganjurkan untuk tidak memberatkan dalam hal mahar.
2. Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Penting untuk mendiskusikan dan menyepakati jumlah serta bentuk mahar antara kedua calon pengantin dan keluarga.
3. Nilai Manfaat
Pertimbangkan nilai manfaat dari mahar yang akan diberikan. Mahar yang bernilai spiritual atau edukatif bisa lebih bermanfaat daripada mahar materi yang berlebihan.
4. Tradisi Setempat
Meski tidak wajib, mempertimbangkan tradisi setempat dalam penentuan mahar dapat membantu menghindari konflik sosial.
Permasalahan Seputar Mahar dalam Masyarakat Modern
Beberapa isu kontemporer terkait mahar yang sering muncul di masyarakat modern:
1. Mahar yang Memberatkan
Terkadang tuntutan mahar yang terlalu tinggi dapat menjadi penghalang pernikahan. Islam menganjurkan untuk memudahkan urusan pernikahan, termasuk dalam hal mahar.
2. Mahar sebagai Ajang Pamer
Ada kecenderungan menjadikan mahar sebagai ajang pamer status sosial. Hal ini bertentangan dengan esensi mahar sebagai bentuk penghargaan dan tanggung jawab.
3. Manipulasi Mahar
Beberapa kasus menunjukkan adanya manipulasi mahar, seperti menyebutkan jumlah mahar yang berbeda saat akad. Ini jelas melanggar prinsip kejujuran dalam Islam.
4. Mahar dan Perceraian
Sering muncul pertanyaan tentang status mahar jika terjadi perceraian. Secara umum, mahar tetap menjadi hak istri kecuali dalam kasus khulu' (perceraian atas permintaan istri).
Advertisement
Pandangan Ulama tentang Mahar
Para ulama memiliki beberapa pendapat terkait mahar:
1. Imam Syafi'i
Berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal mahar. Apapun yang bernilai dan bermanfaat bisa dijadikan mahar.
2. Imam Hanafi
Menetapkan batasan minimal mahar sebesar 10 dirham perak atau yang senilai dengannya.
3. Imam Malik
Berpendapat bahwa batasan minimal mahar adalah seperempat dinar emas atau tiga dirham perak.
4. Imam Ahmad bin Hanbal
Sejalan dengan pendapat Imam Syafi'i bahwa tidak ada batasan minimal mahar.
Pertanyaan Umum Seputar Mahar
Berikut beberapa pertanyaan yang sering muncul terkait mahar:
1. Apakah mahar harus disebutkan saat akad nikah?
Sebaiknya disebutkan untuk menghindari perselisihan di kemudian hari. Namun, jika tidak disebutkan, pernikahan tetap sah dan berlaku mahar mitsil.
2. Bolehkah mahar dibayar secara cicilan?
Diperbolehkan jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Ini disebut mahar mu'ajjal.
3. Apakah istri boleh mengembalikan mahar kepada suami?
Boleh, jika dilakukan atas kerelaan istri tanpa paksaan. Ini bahkan bisa menjadi sedekah yang bernilai ibadah.
4. Bagaimana status mahar jika terjadi perceraian sebelum berhubungan intim?
Dalam kasus ini, istri berhak atas setengah dari mahar yang telah ditentukan.
Advertisement
Kesimpulan
Mahar dalam Islam memiliki makna yang mendalam sebagai simbol penghargaan, tanggung jawab, dan komitmen dalam pernikahan. Meski bentuk dan nilainya fleksibel, pemberian mahar tetap menjadi kewajiban yang harus ditunaikan oleh calon suami. Yang terpenting adalah adanya kerelaan dan kesepakatan antara kedua belah pihak, serta niat yang tulus dalam memberikan dan menerima mahar.
Pemahaman yang benar tentang konsep mahar dapat membantu pasangan muslim menjalani pernikahan dengan lebih baik, sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Semoga artikel ini bermanfaat dalam memberikan wawasan komprehensif tentang arti mahar dalam Islam.