Pengertian Kartel
Liputan6.com, Jakarta Kartel merupakan istilah yang sering kita dengar dalam pemberitaan ekonomi dan bisnis. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan kartel? Secara umum, kartel dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kerjasama atau asosiasi antara beberapa produsen independen dalam suatu industri tertentu yang bertujuan untuk mengendalikan produksi, penjualan, dan harga demi memaksimalkan keuntungan bersama.
Pada dasarnya, kartel dibentuk untuk menghilangkan atau membatasi persaingan di antara anggotanya. Beberapa perusahaan atau produsen yang seharusnya bersaing satu sama lain justru melakukan koordinasi kegiatan mereka untuk menguasai pasar dan mengendalikan persaingan. Dengan bergabung dalam kartel, perusahaan-perusahaan tersebut dapat bertindak seperti monopoli untuk mendikte harga dan pasokan di pasar.
Kartel biasanya terbentuk dalam industri yang memiliki sedikit pemain besar (oligopoli). Dalam kondisi oligopoli, hanya ada sejumlah kecil pemasok jenis produk yang homogen. Hal ini memudahkan mereka untuk berkoordinasi dan membuat kesepakatan untuk membatasi persaingan.
Advertisement
Beberapa karakteristik utama dari kartel antara lain:
- Terdiri dari beberapa perusahaan independen dalam industri yang sama
- Ada kesepakatan formal atau informal untuk bekerjasama
- Bertujuan mengendalikan pasar dan memaksimalkan keuntungan
- Membatasi persaingan di antara anggotanya
- Biasanya bersifat rahasia dan ilegal di banyak negara
Dengan melakukan koordinasi, anggota kartel dapat mengatur produksi, membagi wilayah penjualan, melakukan kolusi tender, dan kegiatan-kegiatan anti persaingan lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan keuntungan di atas tingkat yang wajar dalam kondisi pasar yang kompetitif.
Jenis-Jenis Kartel
Terdapat beberapa jenis kartel berdasarkan tujuan dan mekanisme kerjanya, antara lain:
1. Kartel Harga
Jenis kartel yang paling umum adalah kartel harga, di mana anggotanya bersepakat untuk menetapkan harga jual minimum untuk produk mereka. Anggota kartel dilarang menjual di bawah harga yang telah disepakati, namun diperbolehkan menjual lebih tinggi. Tujuannya adalah untuk menghindari perang harga yang dapat menurunkan keuntungan.
Dalam kartel harga, perusahaan-perusahaan anggota akan menentukan harga patokan penjualan produk mereka. Biasanya yang ditetapkan adalah harga jual minimal. Seluruh anggota kartel dilarang menjual produknya dengan harga yang lebih rendah dari harga minimal yang sudah disepakati. Namun mereka diperbolehkan untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi, dengan risiko ditanggung masing-masing penjual.
Contoh kartel harga yang terkenal adalah Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang beranggotakan negara-negara pengekspor minyak. OPEC secara rutin mengadakan pertemuan untuk menyepakati kuota produksi dan kisaran harga minyak dunia.
2. Kartel Produksi
Dalam kartel produksi, anggotanya membuat kesepakatan mengenai jumlah maksimum barang yang boleh diproduksi oleh masing-masing perusahaan. Tujuannya adalah untuk membatasi pasokan di pasar sehingga harga tetap tinggi. Setiap anggota diberikan kuota produksi tertentu dan akan dikenakan sanksi jika melebihi kuota tersebut.
Kartel produksi juga dikenal dengan istilah kartel kontingentering. Dalam pelaksanaannya, masing-masing anggota kartel akan diizinkan untuk membuat barang dalam jumlah tertentu guna menguasai ketersediaan produk di pasar. Jika ada anggota kartel yang membuat atau memproduksi produk lebih sedikit daripada jatah yang sudah ditetapkan, maka mereka akan mendapatkan hadiah. Sebaliknya, jika ada anggota kartel yang meningkatkan jumlah produksi lebih dari yang sudah ditetapkan, maka mereka akan mendapatkan sanksi denda.
Contoh kartel produksi adalah De Beers yang menguasai sebagian besar pasar berlian dunia. De Beers membatasi pasokan berlian ke pasar untuk menjaga harganya tetap tinggi.
3. Kartel Wilayah
Kartel wilayah atau rayon membagi area pemasaran di antara anggotanya. Setiap anggota hanya diperbolehkan menjual produknya di wilayah yang telah ditentukan dan dilarang bersaing di wilayah anggota lain. Hal ini menghilangkan persaingan langsung antar anggota kartel.
Dalam kartel wilayah, masing-masing anggota kartel mempunyai daerah tertentu untuk menjual produknya dengan penetapan harga yang sudah ditetapkan pada masing-masing daerah. Dengan adanya kesepakatan seperti ini, maka setiap anggota kartel dilarang untuk menjual produknya ke wilayah lainnya.
Contohnya adalah pembagian wilayah operasi antar operator telekomunikasi di suatu negara untuk menghindari persaingan langsung dalam layanan seluler.
4. Kartel Tender
Dalam kartel tender, anggotanya bersekongkol untuk mengatur pemenang tender atau lelang. Mereka dapat bergiliran memenangkan tender atau membagi proyek di antara anggota. Tujuannya adalah menghindari persaingan yang dapat menurunkan harga penawaran.
Praktik kartel tender sering terjadi dalam proyek-proyek pemerintah atau swasta berskala besar seperti pembangunan infrastruktur. Anggota kartel akan mengatur siapa yang akan memenangkan tender tertentu, sementara anggota lainnya akan memberikan penawaran yang lebih tinggi agar terlihat ada persaingan.
5. Kartel Penjualan
Kartel penjualan adalah suatu penetapan kantor penjualan yang sifatnya terpusat. Artinya, setiap masing-masing anggota kartel hanya diperbolehkan untuk menjual produknya melalui kantor penjualan tunggal, sehingga tidak akan ada persaingan pada tiap anggota.
Dengan sistem ini, seluruh produk dari anggota kartel akan dijual melalui satu pintu saja. Hal ini memudahkan kartel untuk mengontrol harga dan pasokan ke pasar.
6. Kartel Pool
Kartel pool atau kartel pembagian keuntungan adalah jenis kartel yang ada pada kesepakatan tentang pembagian laba dan pendapatan. Dalam pelaksanaanya, setiap anggota kartel akan menghimpun laba kotor yang diperoleh dari kas bersama. Lalu, laba bersih yang diperoleh akan dibagikan ke seluruh anggota kartel sesuai kesepakatan.
Sistem ini memastikan bahwa seluruh anggota kartel mendapatkan keuntungan, terlepas dari kinerja individual masing-masing perusahaan.
Advertisement
Karakteristik Kartel
Kartel memiliki beberapa karakteristik khas yang membedakannya dari bentuk kerjasama bisnis lainnya:
1. Terbentuk dalam Pasar Oligopoli
Kartel biasanya hadir di pasar oligopoli atau oligopsoni. Sedikitnya jumlah perusahaan yang terlibat akan memudahkan perusahaan untuk bisa bekerjasama. Hal tersebut tentunya akan sulit untuk dilakukan pada struktur persaingan monopolistik yang memiliki banyak pemain.
Dalam pasar oligopoli, beberapa produsen akan mendominasi pasar. Setiap produsen akan berusaha keras untuk melakukan evaluasi terkait reaksi kompetitif dari pesaing saat akan mengembangkan strategi dan membuat suatu kebijakan tertentu.
2. Adanya Kesepakatan Formal atau Informal
Anggota kartel umumnya setuju untuk menghindari berbagai praktik persaingan di antara mereka, terutama penurunan harga. Mereka juga dapat menyepakati kuota produksi untuk menjaga pasokan pasar tetap rendah dan harga tinggi.
Kesepakatan ini bisa bersifat formal melalui perjanjian tertulis, atau informal melalui kesepahaman bersama. Namun karena sifatnya yang ilegal di banyak negara, kesepakatan kartel seringkali dilakukan secara rahasia.
3. Bertujuan Mengendalikan Pasar
Tujuan utama pembentukan kartel adalah untuk mengendalikan pasar dan memaksimalkan keuntungan bersama. Dengan berkoordinasi, anggota kartel dapat mengatur harga, membatasi produksi, atau membagi wilayah pemasaran untuk mengurangi persaingan.
4. Membatasi Persaingan
Kartel secara sengaja membatasi persaingan di antara anggotanya. Hal ini bertentangan dengan prinsip pasar bebas di mana persaingan seharusnya mendorong efisiensi dan inovasi.
5. Bersifat Rahasia
Karena praktiknya ilegal di banyak negara, kartel biasanya beroperasi secara rahasia. Anggota kartel berusaha menyembunyikan keberadaan dan aktivitas mereka dari otoritas dan publik.
Dampak Kartel Terhadap Perekonomian
Praktik kartel memiliki dampak yang signifikan terhadap perekonomian, baik bagi konsumen, pelaku usaha lain, maupun perekonomian secara keseluruhan. Beberapa dampak utama dari kartel antara lain:
1. Dampak Negatif Kartel
Kartel memiliki sejumlah dampak negatif yang merugikan konsumen dan perekonomian secara umum:
- Kenaikan harga: Dampak paling nyata dari kartel adalah kenaikan harga barang atau jasa di atas tingkat kompetitif. Kartel dapat menaikkan harga secara artifisial karena kurangnya persaingan. Akibatnya, konsumen harus membayar lebih mahal untuk produk yang sama.
- Pembatasan pasokan: Kartel sering membatasi produksi atau pasokan untuk menjaga harga tetap tinggi. Hal ini menciptakan kelangkaan artifisial di pasar. Akibatnya, konsumen kesulitan mendapatkan barang yang dibutuhkan atau harus menunggu lebih lama.
- Hambatan masuk pasar: Kartel menciptakan hambatan bagi pemain baru untuk masuk ke pasar. Perusahaan baru sulit bersaing dengan kartel yang sudah mapan dan menguasai pasar. Hal ini menghambat inovasi dan efisiensi dalam industri.
- Inefisiensi ekonomi: Kartel menghilangkan insentif bagi perusahaan untuk beroperasi secara efisien dan berinovasi. Tanpa tekanan persaingan, perusahaan cenderung berpuas diri dan tidak berupaya meningkatkan produktivitas atau kualitas produk.
- Kerugian konsumen: Secara keseluruhan, konsumen dirugikan akibat harga yang lebih tinggi, pilihan produk yang terbatas, dan kualitas yang lebih rendah. Kartel mengalihkan kesejahteraan dari konsumen ke produsen.
- Inflasi: Usaha penguasaan harga produk yang dilakukan oleh kartel dapat memicu terjadinya inflasi yang merugikan perekonomian secara keseluruhan.
- Menghambat inovasi: Setiap pengusaha akan mengalami masalah saat akan melakukan inovasi dan ekspansi usaha karena sudah terikat dengan adanya peraturan dan sanksi yang ada dalam kartel.
2. Dampak Positif Kartel
Meskipun sebagian besar dampaknya negatif, kartel juga dapat memberikan beberapa efek positif dalam kondisi tertentu:
- Stabilitas industri: Dalam industri yang sangat kompetitif dan tidak stabil, kartel dapat memberikan stabilitas harga dan pasokan dalam jangka pendek.
- Efisiensi produksi: Dalam beberapa kasus, koordinasi antar perusahaan dapat mengurangi duplikasi dan meningkatkan efisiensi produksi.
- Hubungan kerja yang kondusif: Kegiatan kartel bisa membangun hubungan kerja antar tiap perusahaan dan para pekerja pun akan cenderung lebih kondusif, karena peningkatan upah akan lebih mudah untuk dilakukan.
- Mengurangi risiko PHK: Setiap anggota kartel mempunyai posisi yang lebih baik dalam persaingan pasar bebas, sehingga risiko PHK akan sangat minim terjadi.
- Meminimalisir risiko kerugian: Pihak perusahaan bisa meminimalisir risiko kerugian karena rendahnya tingkat penjualan karena produksi atau penjualan sudah diatur dan dijamin jumlahnya.
Namun perlu dicatat bahwa dampak positif ini umumnya bersifat jangka pendek dan terbatas, sementara dampak negatifnya lebih luas dan jangka panjang.
Advertisement
Regulasi Anti-Kartel di Indonesia
Mengingat dampak negatifnya yang signifikan, praktik kartel dilarang di sebagian besar negara termasuk Indonesia. Berikut adalah regulasi utama yang mengatur larangan kartel di Indonesia:
1. UU No. 5 Tahun 1999
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi landasan hukum utama dalam pemberantasan kartel di Indonesia. Pasal 11 UU ini secara spesifik melarang perjanjian kartel:
"Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat."
2. Peraturan KPPU
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga yang berwenang mengawasi persaingan usaha telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait kartel, antara lain:
- Peraturan KPPU No. 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 11 UU No. 5/1999 (Kartel)
- Peraturan KPPU No. 2 Tahun 2010 tentang Pedoman Pasal 22 UU No. 5/1999 (Persekongkolan Tender)
Peraturan-peraturan ini memberikan panduan lebih rinci mengenai definisi, unsur-unsur, dan penanganan kasus kartel.
3. Sanksi
Pelaku kartel dapat dikenakan sanksi administratif maupun pidana. Sanksi administratif yang dapat dijatuhkan KPPU antara lain:
- Perintah untuk menghentikan kegiatan kartel
- Pembatalan perjanjian kartel
- Denda antara Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar
Sementara sanksi pidana berdasarkan UU No. 5/1999 adalah:
- Pidana denda Rp 5 miliar - Rp 25 miliar, atau
- Pidana kurungan pengganti denda selama 3-6 bulan
Tantangan dalam Pemberantasan Kartel
Meski telah ada regulasi yang melarang, pemberantasan kartel masih menghadapi berbagai tantangan, antara lain:
1. Pembuktian yang Sulit
Kartel umumnya dilakukan secara rahasia sehingga sulit dibuktikan. Perjanjian kartel jarang dibuat secara tertulis. KPPU sering harus mengandalkan bukti tidak langsung seperti pola harga atau perilaku pasar yang mencurigakan.
2. Keterbatasan Wewenang KPPU
KPPU tidak memiliki wewenang penyidikan seperti kepolisian. Hal ini membatasi kemampuan KPPU dalam mengumpulkan bukti, terutama untuk kasus-kasus kartel yang kompleks.
3. Sanksi yang Kurang Menjerakan
Denda maksimal Rp 25 miliar dianggap terlalu kecil bagi perusahaan besar. Keuntungan dari praktik kartel seringkali jauh lebih besar dari ancaman denda tersebut.
4. Kurangnya Program Leniency
Indonesia belum memiliki program leniency atau pengampunan bagi pelaku kartel yang bersedia membongkar praktik kartel. Program ini terbukti efektif di banyak negara untuk mengungkap kartel.
5. Koordinasi Antar Lembaga
Pemberantasan kartel membutuhkan koordinasi yang baik antara KPPU, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Namun koordinasi ini masih sering terkendala ego sektoral.
Advertisement
Cara Mendeteksi Kartel
Mengingat sifatnya yang rahasia, mendeteksi keberadaan kartel bukanlah hal yang mudah. Namun ada beberapa indikator yang dapat menunjukkan kemungkinan adanya praktik kartel dalam suatu industri:
1. Pergerakan Harga yang Mencurigakan
Harga yang bergerak secara seragam dan simultan di antara pesaing tanpa alasan yang jelas bisa menjadi indikasi adanya kartel harga. Misalnya, kenaikan harga produk tertentu yang serempak oleh semua produsen tanpa ada perubahan signifikan dalam biaya produksi atau permintaan pasar.
2. Pembagian Pasar yang Tidak Wajar
Jika pangsa pasar perusahaan-perusahaan dalam suatu industri cenderung stabil dalam jangka panjang tanpa ada persaingan yang berarti, hal ini bisa mengindikasikan adanya pembagian pasar. Perusahaan-perusahaan yang seharusnya bersaing justru terlihat "menghormati" wilayah masing-masing.
3. Perilaku Penawaran yang Aneh
Dalam kasus kartel tender, pola penawaran yang tidak wajar seperti rotasi pemenang tender atau penawaran yang hampir identik bisa menjadi petunjuk adanya kolusi. Misalnya, beberapa perusahaan selalu mengajukan penawaran dalam tender tertentu, namun secara bergantian menjadi pemenang.
4. Pertukaran Informasi yang Berlebihan
Pertukaran informasi sensitif seperti data harga atau produksi secara rutin antar pesaing, misalnya melalui asosiasi industri, dapat memfasilitasi koordinasi kartel. Perusahaan-perusahaan yang seharusnya bersaing justru terlihat sering bertukar informasi bisnis yang seharusnya rahasia.
5. Kelangkaan Artifisial
Jika terjadi kelangkaan produk di pasar padahal sebenarnya kapasitas produksi mencukupi, hal ini bisa mengindikasikan adanya pembatasan pasokan oleh kartel. Kelangkaan ini biasanya diikuti dengan kenaikan harga yang signifikan.
Upaya Pencegahan Kartel
Selain penegakan hukum, diperlukan berbagai upaya untuk mencegah terbentuknya kartel, antara lain:
1. Edukasi Pelaku Usaha
Memberikan pemahaman kepada pelaku usaha mengenai bahaya kartel dan konsekuensi hukumnya. KPPU secara rutin mengadakan sosialisasi dan workshop terkait persaingan usaha yang sehat. Pelaku usaha perlu memahami bahwa persaingan yang sehat justru akan mendorong inovasi dan efisiensi yang pada akhirnya menguntungkan semua pihak.
2. Pengawasan Pasar
Melakukan pemantauan rutin terhadap industri-industri yang rawan praktik kartel. KPPU bekerjasama dengan kementerian terkait untuk memantau perkembangan harga dan pasokan di pasar. Pengawasan ini penting untuk mendeteksi gejala-gejala awal pembentukan kartel sebelum praktik tersebut berkembang lebih luas.
3. Program Kepatuhan
Mendorong perusahaan untuk menerapkan program kepatuhan internal terkait persaingan usaha. Program ini membantu perusahaan menghindari pelanggaran hukum persaingan usaha secara tidak sengaja. Perusahaan dapat membuat pedoman internal dan memberikan pelatihan kepada karyawan tentang praktik bisnis yang sehat dan sesuai hukum.
4. Peningkatan Transparansi
Mendorong transparansi dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah untuk mengurangi risiko kartel tender. Penggunaan e-procurement dapat meningkatkan transparansi dan mengurangi peluang kolusi. Sistem lelang elektronik memungkinkan lebih banyak peserta untuk ikut serta dan memperkecil kemungkinan manipulasi.
5. Kerjasama Internasional
Meningkatkan kerjasama dengan otoritas persaingan usaha negara lain dalam penanganan kartel lintas negara. Pertukaran informasi dan pengalaman dapat meningkatkan efektivitas pemberantasan kartel. Banyak kartel beroperasi secara global, sehingga kerjasama internasional sangat penting untuk mengungkap dan memberantas praktik tersebut.
Advertisement
Kesimpulan
Kartel merupakan praktik anti-persaingan yang dapat merugikan konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Meskipun memiliki beberapa dampak positif jangka pendek, efek negatif kartel jauh lebih besar dan merugikan dalam jangka panjang. Kartel menghambat persaingan sehat yang seharusnya mendorong inovasi dan efisiensi dalam perekonomian.
Di Indonesia, praktik kartel dilarang melalui UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha memiliki wewenang untuk menyelidiki dan menjatuhkan sanksi terhadap pelaku kartel. Namun, pemberantasan kartel masih menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pembuktian mengingat sifatnya yang rahasia.
Diperlukan upaya komprehensif yang melibatkan penegakan hukum, edukasi, dan pencegahan untuk memberantas praktik kartel. Peran serta seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat, sangat penting dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
Sebagai konsumen dan warga negara, kita perlu meningkatkan kesadaran akan bahaya kartel dan melaporkan dugaan praktik kartel kepada otoritas terkait. Hanya dengan kerjasama semua pihak, praktik bisnis yang sehat dan menguntungkan semua pihak dapat terwujud, mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara luas.
