Liputan6.com, Seoul - Sebuah toko baju yang menjual pakaian buatan Korea Utara laku keras. Keuntungan mereka mencapai US$ 140.000 atau sekitar Rp 190 juta. Padahal toko ini baru berdiri tiga bulan lalu.
Baju-baju ini dibuat di Kaesong Industrial Region (KIR) yang dibuka Mei 2015. KIR mempekerjakan 53 ribu pekerja dari Korut. Kompleks industri ini merupakan bagian dari Kaesong Industrial Park (KIP), sebuah zona industri yang dibuat pada tahun 2003 oleh Selatan dan Utara. Area ini tak jauh dari Zona Demiliterasi (DMZ) berdekatan dengan Korut.
"Pekerja Korut muda dan sangat cepat belajar," kata Lee Joung-duk, wakil pengelola pabrik konveksi kepada Reuters, seperti dikutip pada Jumat (7/8/2015).
Advertisement
"Kami menggunakan material yang sama seperti digunakan di Seoul. Jadi boleh dipastikan kualitasnya bagus," imbuh dia.
Lee bekerja untuk Young Inner Foam Corp, sebuah perusahaan konveksi yang membuat baju-baju trendi perempuan dan pria. Perusahaan ini adalah salah satu dari 125 perusahaan dari Seoul yang beroperasi di Kaesong.
Lee bekerja sama dengan 11 perusahaan konveksi lainnya di Kaesong dengan investasi sebesar masing-masing US$ 17 ribu atau sekitar Rp 230 juta untuk membangun toko di pusat kota Seoul dan lainnya agar konsumen bisa langsung mendapatkan produk mereka.
"Sekarang kami berani memberi label 'Buatan Kaesong'", jelas Lee.
Toko dua lantai ini adalah satu dari beberapa toko direncanakan akan buka di daerah lainnya. Mereka menjual baju dan aksesori.
Bisnis ini begitu menggiurkan. Penjualan per hari mencapai US$ 1.700 atau sekitar Rp 23 juta, dengan rata-rata 200 pengunjung datang.
Seorang pembelot Korut yang membuka rumah makan khas Semenanjung Korea yang tak jauh dari toko busana itu sangat mendukung ide kawasan industri Kaesong. Terutama ide mempekerjakan banyak warga Korut.
"Banyak orang di Selatan berasumsi produk buatan Korut jelek," kata Lee Ae-ran. "Mereka pikir orang Korut tidak bisa apa-apa karena kondisi ekonomi Korut yang tidak begitu baik."
Seorang pengemudi taksi datang dan belanja di toko busana itu. Ia bermaksud membeli sesuatu untuk menantunya.
"Harusnya kita saling mengerti satu sama lain dari pada mengkritik dan berkompetisi,"kata Yang Sang-cheol menjelaskan dua Korea.
"Kita harus membuka diri agar sesuatu itu datang dan pergi, jadi kita bisa 'merasakan satu sama lain," tutup Yang Sang-cheol. (Rie/Ans)