Liputan6.com, New York - Anak yang memiliki kelebihan selalu memukau, terutama ketika mereka dapat melebihi kemampuan dari apa yang bisa dilakukan orang dewasa. Sebut saja beberapa anak yang sudah menduduki bangku kuliah ketika mereka belum genap berusia 17 tahun.
Namun bakat dan keunikan tak selamanya melindungi mereka dari hancurnya masa depan. Orangtua atau lingkungan yang tak mendukung justru akan membuat mereka jatuh ke dalam kehidupan kelam.
Baca Juga
Beberapa anak "ajaib" yang telah beranjak dewasa memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri secara tragis. Kebanyakan di antaranya memutuskan untuk melakukan aksi nekat itu karena depresi.
Advertisement
Dikutip dari Listverse, Kamis (17/11/2016), berikut 10 kisah anak ajaib yang memiliki kehidupan tragis.
1. Aaron Swartz
Pada usia 14, Aaron Swartz telah menciptakan alat dasar Internet, yakni RSS, atau perangkat lunak yang memungkinkan seseorang untuk berlangganan informasi secara daring. Selain itu, Swartz menjadi tokoh kunci di dunia maya, salah satunya terkait peretasan.
Ia pernah meretas situs nirlaba JSTOR dan merilis sebanyak 4,8 juta dokumen. Atas tindakannya itu, ia didakwa oleh pemerintah federal pada 2011.
Menghadapi hukuman penjara 35 tahun dan denda sebesar US$ 1 juta, pada 2013 Swarts ditemukan gantung diri, saat itu umurnya baru 26 tahun. Menurut kerabatnya, Swartz juga mengidap depresi dan penyakit lain yang bisa memicu tindakan nekatnya tersebut.
2. Robert Peace
Robert Peace merupakan anak yang selalu menjanjikan. Ketika masih di tempat penitipan anak-anak dirinya dijuluki "The Professor". Ketika seorang eksekutif bertemu dengannya, ia begitu terkesan hingga memberikan Peace cek kosong untuk membayar semua biaya pendidikannya.
Setelah beranjak dewasa, ia diterima di Yale University di mana dirinya memilih bidang studi biokimia. Diam-diam, Peace bekerja sebagai penjual ganja.
Dibanding menggunakan pendidikannya untuk bekerja sebagai legal, Peace lebih memilih berkecimpung dalam bisnis haram. Ia ditembak mati di dalam rumah kaca tempat menumbuhkan ganja pada 2011 saat ia berumur 30 tahun.
3. Peaches Geldof
Peaches Geldof memulai karirnya dengan menulis untuk majalah Elle saat ia baru berusia 15 tahun. Ketika berumur 16, ia meninggalkan rumah dan menulis untuk The Guardian dan The Telegraph, disamping bekerja di televisi, modeling, dan meluncurkan merek bajunya sendiri.
Namun di balik prestasinya itu, Geldof ternyata pecandu heroin. Selain mengaku telah mencoba obat-obatan terlarang pada usia remaja, ia tak pernah berbicara tentang masalahnya.
Namun 2,5 tahun menjelang kematiannya, ia menjalani perawatan methadone. Kemudian pada 2014, Geldof tewas di rumahnya karena overdosis heroin. Ternyata, ibunya juga meninggal karena overdosis pada tahun 2000, yakni saat Geldof berusia 11 tahun.
4. Ervin Nyiregyhazi
Ervin Nyiregyhazi masih berusia tiga tahun ketika dirinya sudah mulai mengarang lagu dan berumur delapan tahun ketika tampil di Istana Buckingham dan kerajaan lain. Laki-laki kelahiran Budapest tahun 1903 itu dipuji sebagai "a new Liszt" dan dianggap memiliki kehidupan sempurna.
Namun kepindahannya ke Amerika Serikat dianggap sebagai "awal dari akhir" karirnya. Ia masuk ke dalam dunia ketidakjelasan, yang membuatnya jatuh ke dalam kemiskinan dan menjadi pecandu alkohol. Sebelum menghembuskan napas terakhirnya pada 1987, Nyiregyhazi pernah menikah sebanyak 10 kali.
5. Barbara Newhall Follett
Pada 1926, Barbara menyelesaikan bukunya yang berjudul The House Without Windows. Editor yang merupakan ayahnya sendiri, terkesan dengan hasilnya dan memutuskan untuk mengirimkan tulisan anaknya ke penerbit. Dalam waktu sekejap, buku itu menjadi best seller. Pada waktu itu, Barbara baru berusia 12 tahun.
Ketika ayahnya meninggalkan keluarganya dan lebih memilih wanita lain, Barbara dan ibunya jatuh miskin. Namun Barbara terus menulis dan akhirnya menikah.
Pada 1939, Barbara dan suaminya bertengkar, dan ia memutuskan untuk kabur. Sejak malam itu, Barbara tidak pernah terlihat lagi.
6. Brandenn Bremmer
Brandenn Bremmer baru berusia 18 bulan ketika bisa membaca, berumur tiga tahun ketika bermain piano. Tak sampai di sana, pada usia 10 tahun dirinya telah lulus sekolah menengah dan masuk kuliah di umur 11 tahun.
Namun di balik "kesempurnaannya" itu, ia ditemukan tewas pada 2005 akibat sebuah tembakan. Banyak yang menganggap bahwa kematiannya merupakan bunuh diri, namun Bremmer sama sekali tidak meninggalkan catatan.
Ibunya berkata bahwa Bremmer ingin menyumbangkan organnya."Kita percaya bahwa ia bisa mendengar kebutuhan orang. Dia meninggalkan kita untuk menyelamatkan orang-orang," ujar ibunya. Keinginannya pun terpenuhi ketika organnya diberikan kepada orang yang membutuhkannya.
7. Philippa Schulyer
Schulyer lahir pada 1931 dan bisa memainkan karya Mozart pada umur empat tahun. Ketika dites, ia memiliki IQ 180. Namun kepandaiannya itu justru membuat sang ibu kerap memukulinya karena tak memperbolehkannya bermain dengan teman sebayanya.
Apa yang diizinkan ibunya hanyalah berlatih, meski pada akhirnya Schulyer menerima pujian dari seluruh kritikus. Namun, prasangka rasial memaksanya berhenti berkarir di bidang musik.
Berusaha untuk menyembunyikan identitasnya sebagai perempuan keturunan kulit hitam, ia berkarir sebagai jurnalis. Namun ia meninggal secara tragis dalam kecelakaan helikopter di Vietnam pada 1967.
8. Sergey Reznichenko
Sergey Reznichenko baru berusia dua tahun ketika dirinya mulai membaca. Pada usia 13 tahun, ia menjadi terkenal karena penampilannya pada Britain’s Brainiest Kid versi Rusia.
Reznichenko terlihat berbakat untuk segala hal yang dilakukannya. Ia menulis puisi, unggul dalam matematika dan ilmu-ilmua lainnya, dan mulai belajar ekonomi di Zaporizhzhya National University di Ukriana pada usia 15 tahun.
Namun kehidupannya mulai berubah ketika ibunya diketahui merupakan salah satu anggota kultus ekstrem, dan mulai mengisolasi Reznichenko dari teman-teman sebayanya. Ia lalu dibebaskan dari genggaman ibunya, namun segera setelahnya dirinya mulai terlibat penyalahgunaan obat, menarik diri dari realitas, dan tenggelam dalam dunia video game serta anime.
Pada 2011, ia jatuh ke dalam depresi berat dan menjadi delusional. Ia juga mengaku sebagai Tuhan. Tak lama setelah itu, ia loncat dari jendela dan meninggal karena luka-luka.
9. Walter Pitts
Lahir di keluarga dengan ekonomi kurang pada 1923, Walter Pitts sering di-bully. Orangtuanya pun ingin ia berhenti sekolah dan bekerja. Sebagai pelipur lara, ia mengunjungi perpustakaan, di mana ia belajar Bahasa Yunani, Latin, matematika, dan logika secara otodidak.
Di bidang matematika, ia menyukai topik dari Principia Mathematica yang dibuat oleh Bertrand Russell dan Alfred Whitehead. Pitss pun menyurati Russel, dan ia mengundang Pitss untuk belajar di Cambridge. Namun hal itu tak terwujud karena usianya baru 12 tahun.
Meskipun tak pernah lulus SMA, Pitss menerima gelar PhD dari Massachusetts Institute of Technology pada 1943. Gagasannya tentang Cybernetics dan kecerdasan buatan membuka jalan adanya era komputer.
Namun idenya bahwa fungsi otak dan pikiran dapat dijelaskan dengan logika murni sebagian besar diabaikan. Hal itu membuat Pitts menjadi pecandu berat alkohol. Setelah beberapa kali dirawat di rumah sakit untuk mendapat perawatan, ia meninggal seorang diri akibat sirosis atau kerusakan hati pada 1969.
10. Natalia Strelchenko
Natalia Strelchenko melakukan debut piano pertamanya pada usia 12 tahun di St. Petersburg Symphony Orchestra dan dikenal di dunia internasional. Pada 2007, Strelchenko bertemu dengan calon suaminya, John Martin, ketika mereka melakukan pertunjukan di Oslo Conservatoire.
Namun mereka keduanya tak menikah, hingga Strelchenko mengalami kegagalan pada rumah tangganya yang pertama dan Martin meninggalkan istri keduanya. Mereka kemudian tinggal di Manchaster, dan pernikahannya mulai mengalami keretakan.
Martin kemudian kerap melakukan kekerasan. Ia ingin Strelchenko berhenti dari karirnya dan menjadi ibu rumah tangga. Martin pernah mencekiknya di mobil, kamar tidur, dan bahkan memaksanya untuk melakukan aborsi.
Pada ulang tahun pernikahannya yang kedua, Martin membunuh Strelchenko. Pria itu kemudian dihukum karena telah melakukan pembunuhan.