Mengancam hingga Sombong, Ini 3 Ciri Kegagalan Menjadi Bos

Seorang pemimpin kawakan tidak perlu menyombongkan jabatannya untuk mendapatkan apa yang ia mau.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 27 Jul 2017, 21:30 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 21:30 WIB
Ilustrasi. Bad mood
Cara mudah atasi bad mood (sumber. mindfulnessremedy.com)

Liputan6.com, Jakarta - Seperti apakah pemimpin yang hebat? Tokoh fiksi Tyrion Lannister dalam Game of Thrones menyentil sedikit tentang kepemimpinan, katanya, "Siapapun yang harus mengatakan 'Sayalah Raja' bukanlah raja sama sekali."

Sayangnya, orang baru mengerti pelajaran tentang itu setelah berperilaku menjengkelkan.

Seorang mantan produser 'Walking Dead', mantan pengisi suara 'Kermit the Frog' dan presiden baru Prancis mendapat pelajaran bahwa pamer wewenang adalah cara paling cepat untuk kehilangan kepercayaan dari orang-orang yang bekerja bersama kita.

Dikutip dari The Ladders pada Kamis (27/7/2017), berikut ini adalah 3 ulasan tentang kegagalan menjadi atasan:

1. Produser 'Walking Dead' Mengancam Membunuh

Frank Darabont. Seorang pemimpin kawakan tidak perlu menyombongkan jabatannya untuk mendapatkan apa yang ia mau. (Sumber Twitter/@FrankDarabont)

Tidak ada surel di pekerjaan yang dimulai dengan pengantar "Sekarang ini saya sedang dalam keadaan mendidih karena amarah" akan menjadi produktif atau memperbaiki semangat.

Tapi seperti itulah yang dilakukan Frank Darabont, mantan produser eksekutif 'Walking Dead', ketika mengirim surel pada 2011.

Rekan-rekan,

Sekarang ini saya sedang dalam keadaan mendidih karena amarah.

Saya baru saja memarahi Denise lewat telepon selama 20 menit sehingga ia mendengarkan saya berteriak-teriak. Saya harap ia menyampaikan kepada kalian suasananya, karena kalian perlu mencerna kemarahan saya. Saya tidak pernah menjadi orang yang berteriak, tapi sekarang begitulah. Tugas yang dilakukan dalam episode ini mengubah saya menjadi begitu. Selamat, kalian semua berhasil melakukan apa yang saya kira tidak mungkin. Kalian mengubah saya menjadi seorang jahat yang marah-marah. Terima kasih, orang-orang bodoh.

Surel itu mencuat saat AMC Networks melampirkannya sebagai dokumen pendukung kasus mereka yang memecat Darabont karena "unjuk kerja yang serampangan dan tidak profesional."

Darabont menggugat AMC senilai US$ 280 juta karena kerugian dari acara tersebut.

Surel-surel yang agresif dan mengancam sangat memalukan Darabont. Dalam salah satu email, ia membandingkan kekacauan pekerjaannya dengan tsunami Fukushima dan bencana nuklir.

Dalam suatu surel lain, ia menuding ketidakbecusan rekannya telah membunuhnya dengan nyeri di dada. Surel lain lagi berisi dirinya membandingkan penglihatan operator kamera dengan musisi Ray Charles yang buta – bukan hanya menghina, tapi ia juga tidak peka.

Bahkan, dalam suatu surel, Darabont tegas mengancam menyakiti badan, "Semua orang terutama pada sutradara sebaiknya bangun dan menyimak atau saya akan mulai membunuhi orang-orang dan melemparkan mayat-mayatnya ke luar."

Darabont menjelaskan kepada Variety bahwa gaya bahasa "hiperbola" itu diakibatkan oleh kondisi kerjanya, dan bahwa ia membela semua yang dikatakannya "hingga yang sekecil-kecilnya.”

Mungkin ia perlu memikirkan ulang jika ingin dianggap serius. Kita tidak mengetahui dan penerimaan surel-surelnya. Apakah ancaman kepada rekan kerja bisa berhasil?

Hasilnya malah catatan menetap yang membuat Darabont seperti kerdil dan memperkuat kasus AMC bahwa ia tidak pantas untuk memimpin.

Jika kita merasa harus merundung (bully) dan mempermalukan rekan-rekan kerja agar tugas terlaksana, maka kita sebenarnya tidak tahu caranya memimpin.

2. 'Sekarang Sayalah Kermit'

Steve Whitmire. Seorang pemimpin kawakan tidak perlu menyombongkan jabatannya untuk mendapatkan apa yang ia mau. (Sumber Flickr)

Darabont bukan satu-satunya pegawai yang melakukan salah langkah yang menyombongkan jabatannya. Pewayang Steve Whitmire pada awalnya mendapat simpati publik setelah dipecat dari perannya sebagai 'Kermit the Frog' selama 27 tahun melakukannya.

Dalam suatu blog, ia mengeluhkan pemecatannya sebagai keputusan "drastis'" dari The Muppets Studio. Whitmire mengatakan bahwa perannya dikaji ulang setelah "isu yang tidak pernah disebutkan kepada saya sebelum percakapan telepon itu."

Whitmore mengatakan bahwa ia "terhempas setelah gagal dalam menunaikan kewajiban kepada pahlawan saya" – yaitu Jim Henson, pencipta Muppets.

Setelah Whitmire angkat bicara, Brian Henson – putra Jim Henson – membeberkan kisah yang berbeda dari versi Whitmire.

Henson menjelaskan kepada The Hollywood Reporter bahwa Whitmire telah mengajukan "tuntutan-tuntutan yang keterlaluan" sejak pertengahan 1990-an dan ia menyesal tidak memecat Whitmire lebih dini karena kenekatannya."

Henson mengatakan bahwa, "Steve mengumbar-umbar, 'Saya sekarang Kermit dan kalau kamu menginginkan Muppets, lebih baik buatlah saya senang karena Muppets itu adalah Kermit.' Dan itu sama sekali baik."

Jika tudingan itu benar, maka Whitmire bukan lagi seorang martir simpatik dalam pekerjaan. Ia malah terdengar seperti seorang diva.

Pemecatannya membuktikan bahwa merasa layak (entitlement) seringkali menjadi sumber pencetus seseorang mengajukan "tuntutan-tuntutan keterlaluan" kepada rekan kerjanya. Jika tidak dijaga-jaga, entitlement dapat merusak karir seseorang.

3. 'Sayalah Bos Kamu'

Emmanuel Macron (AP)

Masih ragu bahwa pamer jabatan dapat membawa akibat buruk? Coba tanya kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron.

Pada Rabu 19 Juli 2017, pimpinan militer Prancis, Jenderal Pierre de Villiers, mengundurkan diri setelah perselisihan dengan Macron.

De Villiers mengkritik pemotongan anggaran militer dalam suatu pertemuan dengan parlemen dan menantang Macron, "Saya tidak akan membiarkan kamu mengacaukan saya seperti itu."

Sayangnya Macron tidak menanggapi secara lebih terhormat. Ia malah mempermalukan de Villiers di muka umum, katanya, "Tidak terhormat kalau meluapkan debat tertentu di ranah publik. Saya telah membuat komitmen (untuk memangkas anggaran). Sayalah bos kamu."

Pesan diterima dan de Villiers mengundurkan diri.

Kekisruhan pun segera merebak dan pendapat yang berkembang justru menyerang Macron. Keputusan Macron untuk membungkam kritik dari de Villiers mengusik banyak kalangan politik.

Beberapa politisi memuji karir de Villiers melalui beberapa pernyataan dan bahkan ada 2 orang yang menyebutnya "Jenderal saya."

Pernyataan "Saya adalah bos kamu" oleh Macron dipandang oleh para kritikus sebagai contoh kurangnya pengalaman manajemen sang pemimpin berusia 39 tahun tersebut.

Secara ringkas, seorang pemimpin kawakan tidak perlu menyombongkan jabatannya untuk mendapatkan apa yang ia mau.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya