5 Fakta Bahwa Media Sosial Telah Mengendalikan Pikiran Anda

Tak hanya dapat membuat penggunanya mengalami masalah mental, rupanya media sosial juga menyimpan hal mengerikan.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 24 Mei 2018, 20:20 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2018, 20:20 WIB
Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menurut sebuah survei yang dilakukan kepada hampir 1.500 remaja dan dewasa muda, Instagram adalah media sosial terburuk bagi kesehatan mental dan kesejahteraan.

Platform tersebut juga terkait dengan tingkat kecemasan, depresi, bullying, dan Fear of Missing Out (FOMO) -- ketakutan bahwa orang lain sedang mengalami kejadian menyenangkan, di mana ia tidak merasa terlibat.

Survei #StatusOfMind yang dipublikasi oleh Royal Society for Public Health Inggris, terdapat lima media sosial yang masuk ke dalam survei. Jika diurutkan dari yang terburuk, media sosial tersebut adalah Instagram, Snapchat, Facebook, Twitter, dan YouTube.

Studi sebelumnya mengatakan bahwa anak muda yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari di situs media sosial, lebih cenderung mengalami tekanan psikologis.

Tak hanya dapat membuat penggunanya mengalami masalah mental, rupanya media sosial juga menyimpan hal mengerikan. Hal-hal menyeramkan yang dilakukan oleh perusahaan media sosial ini secara tak langsung telah mengendalikan pikiran Anda.

Seperti dikutip dari laman Listverse.com, Kamis (24/5/2018), berikut lima fakta mengerikan seputar media sosial yang diam-diam mengendalikan pikiran Anda:

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


1. Gunakan Warna Merah Sebagai Serangan Psikologis

Facebook
Ilustrasi media sosial (Foto: Facebook)

Warna merah kerap dikaitkan dengan bahaya atau sinyal peringatan. Pada rapor anak sekolah pun kerap menggunakan tinta merah apabila dinilai performanya tidak baik dalam pelajaran.

Karena hal itulah, sejumlah perusahaan media sosial mengunakan warna itu agar memberi efek kejut pada penggunanya. Awalnya, ikon pemberitahuan di Facebook menggunakan warna biru, sesuai dengan logo situsnya.

Namun belakangan, tanda peringatan atau pemberitahuan di Facebook berubah jadi warna merah. Langkah ini dinilai sangat efektif karena dapat mendorong pengguna untuk membuka aplikasi.

 


2. Memanfaatkan Emosi Negatif

Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Orang-orang lebih cenderung menggunakan media sosial ketika sedang mengalami emosi negatif. Seperti saat merasa bosan, kesal, atau punya masalah dengan orang lain.

Para peneliti juga menemukan bahwa orang depresi lebih sering memeriksa email karena tekanan yang sama.

Perusahaan media sosial memang ingin membuat para penggunanya yang sedang diselimuti emosi negatif terus menerus bertahan pada layar ponsel.

Ketika sedang bosan atau marah ingin curhat, maka mereka akan menyampaikannya lewat unggahan status atau foto.

Pengguna akan merasa media sosial jadi tempat terbaik untuk curhat karena akan mendapatkan like atau memancing komentar dari para pengikutnya.

 


3. Pengguna Seakan Dihargai

Ilustrasi like di media sosial Facebook
Ilustrasi (AFP)

Tombol 'menyukai' dan 'membagikan' pada media sosial adalah penguat bagi pengguna untuk terus menerus kembali ke platform. Ketika orang menerima bentuk-bentuk validasi sosial semacam ini, maka akan ada aliran dopamin (sistem kerja saraf otak) atau yang lebih dikenal sebagai molekul hadiah.

Terlebih bagus atau tidaknya sebuah unggahan kerap dikaitkan dengan banyaknya jumlah orang yang menekan like atau mengisi kolom komentar.

Tombol semacam ini benar-benar membuat para pelaku di perusahaan media sosial untung karena dapat mengikat penggunanya.

 


4. 'Medsos' Pura-Pura Jadi Teman Baik

Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Sebetapa kuatnya ikatan yang dilakukan media sosial pada penggunanya mengakibatkan kebanyakan orang menganggap sebuah aplikasi di ponsel adalah teman baiknya.

Bahkan Facebook kerap membuat sebuah cuplikan video riwayat perjalanan Anda selama menggunakan media sosial tersebut. Dengan sengaja Anda dihadiahi rekaman video kumpulan foto-foto Anda dari beberapa tahun lalu hingga saat ini.

Seolah-olah media sosial jadi sahabat baik Anda. Padahal, segala upaya yang dilakukan oleh perusahaan pada pengguna, ujung-ujungnya untuk pencitraan (self branding).

 


5. Diam-Diam Medsos 'Memata-Matai' Anda

Media Sosial
Ilustrasi Media Sosial (iStockphoto)

Belum lama ini, Facebook diterpa masalah soal kebocoran data pengguna. Sang pemilik, Mark Zuckerberg bahkan harus berurusan dengan hukum karena isu ini.

Lewat data-data yang Anda masukkan, mulai dari umur, lokasi tempat tinggal dan lainnya, perusahaan media sosial bisa membedakan segmentasi iklan untuk penggunanya.

Pelaku iklan pun dengan mudah memasarkan produknya. Iklan kosmetik misalnya. Perusahaan akan menyasarkan iklan ini pengguna remaja perempuan, sesuai dengan data yang mereka simpan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya