Lewat Referendum, Wilayah Otonomi Bangsamoro Berdiri di Filipina

Lewat sebuah referendum, kelompok etnis Bangsamoro di Mindanao, Filipina selatan, memilih setuju untuk berotonomi.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 27 Jan 2019, 15:58 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2019, 15:58 WIB
Salah satu pemilik hak suara mengecek namanya dalam referendum pembentukan daerah otonomi Bangsa Moro di Mindanao, Filipina (21/1) (AFP PHOTO)
Salah satu pemilik hak suara mengecek namanya dalam referendum pembentukan daerah otonomi Bangsamoro di Mindanao, Filipina (21/1) (AFP PHOTO)

Liputan6.com, Mindanao - Lewat sebuah referendum, kelompok etnis minoritas Bangsa Moro di Mindanao, Filipina selatan, memilih setuju untuk berotonomi.

Pemungutan suara referendum digelar pada Senin 21 Januari 2019 dan berakhir sore hari yang sama. Sedangkan penghitungan suara referendum rampung pada Jumat 25 Januari 2019.

Komisi Pemilihan Filipina secara resmi mengumumkan hasil referendum itu kemarin, Sabtu 26 Januari 2019, yang menyatakan sebanyak 85 persen pemilih menjawab 'Ya' untuk pembentukan wilayah otonomi, demikian seperti dikutip dari The Jerusalem Post, Minggu (27/1/2019).

Dengan begitu, Wilayah Otonomi Bangsamoro di Muslim Mindanao (BARMM) praktis akan menggantikan Wilayah Otonomi di Muslim Mindanao (ARMM) yang ada sebelumnya.

Wilayah itu meliputi kawasan Provinsi Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Sulu, dan Tawi-tawi serta Kota Marawi dan Lamitan. Berdasarkan undang-undang yang diratifikasi, wilayah itu akan diperluas ke Cotabato City serta Provinsi Lanao del Norte dan Cotabato.

Komisi Pemilihan Filipina juga mengumumkan ratifikasi Undang-Undang Bangsamoro Organic Law yang ditandatangani Presiden Rodrigo Duterte pada Juli 2018 untuk mengakhiri konflik.

"Kami sangat bersyukur dan bersemangat atas penerimaan serta dukungan dari warga untuk Undang-undang Kesetaraan Bangsa Moro ini," kata Murad Ibrahim, komandan Barisan Pembebasan Islam Moro (MILF) kepada Kyodo News, Sabtu kemarin.

"Kami berharap hasil ini bisa menjadi instrumen untuk meraih kesuksesan dalam tahap perjuangan berikutnya, yaitu pengelolaan pemerintahan Bangsa Moro," tambahnya.

Latar Belakang Referendum

Pemungutan suara pada 21 Januari 2019 lalu merupakan tindak lanjut ketika pemerintah Filipina menyetujui Undang-Undang Bangsamoro Organic Law (BOL) pada Juli 2018, yang salah satu isinya mengatur tentang referendum pembentukan wilayah otonomi Bangsamoro.

Referendum adalah solusi politik untuk meredam pertempuran berdarah selama puluhan tahun antara kelompok separatis Barisan Pembebasan Islam Moro atau 'Moro Islamic Liberation Front (MILF)' dengan tentara nasional Filipina.

Lebih dari 120.000 orang --dari kedua belah pihak-- tewas dalam pertempuran penuh kekerasan yang berlangsung selama beberapa dekade.

Sepanjang operasinya, pemerintah Filipina gagal mewujudkan perdamaian di wilayah tersebut. Namun, usai beberapa tahun berlalu, MILF akhirnya mengatakan akan menghentikan gerakan separatisme jika pemerintah pusat menghendaki pembentukan wilayah otonomi khusus Bangsamoro di Mindanao.

Pihak MILF mengatakan, itu adalah cara terbaik untuk membantu mereka mengendalikan dan meredam kelompok-kelompok separatis yang lebih kecil atau sempalan yang lebih radikal --beberapa diduga memiliki afiliasi dengan ISIS-- yang telah muncul di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa tahun terakhir.

 

Simak video pilihan berikut:

Dampak Referendum bagi Otonomi Bangsamoro

Militer Filipina memeriksa semua kendaraan sehari sebelum referendum pembentukan wilayah otonomi Bangsa Moro di Mindanao, Filipina selatan (20/1) (AFP PHOTO)
Militer Filipina memeriksa semua kendaraan sehari sebelum referendum pembentukan wilayah otonomi Bangsamoro di Mindanao, Filipina selatan (20/1) (AFP PHOTO)

Referendum memberikan transfer sebagian kekuasaan dari pemerintah pusat, mendatangkan lebih banyak dana, memberikan pemerintahan wilayah otonomi Bangsamoro kendali yang lebih besar atas sumber dayanya, dan membuka pengadilan syariah.

Wilayah otonomi baru juga akan melaksanakan pemilihan daerah sendiri pada tahun 2022, dan konstituen akan dapat memilih untuk parlemennya sendiri, menteri utama, termasuk legislator yang akan mewakili mereka di dewan legislatif nasional.

Sementara itu, MILF diharapkan menjadi kekuatan politik yang signifikan di wilayah otonomi Bangsamoro.

Anggaran fiskal sebesar US$ 950 juta (Rp 13,5 triliun) dalam wujud dana pembangunan juga akan mengalir selama 10 tahun mendatang, belum termasuk pendapatan pajak yang dihasilkan di wilayah Mindanao.

Sedangkan pemerintah pusat Filipina masih akan mengawasi kepolisian dan keamanan di wilayah otonomi itu. Kebijakan luar negeri, kebijakan moneter, serta menunjuk pemerintahan transisi yang diatur oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF) --kelompok separatis yang diprediksi bakal mendominasi pemerintahan setempat setelah pemilu 2022-- juga tetap berada di bawah kendali Manila.

 

*Jurnalis Merdeka.com, Pandasurya Wijaya, berkontribusi dalam artikel ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya