Donald Trump Ingin Bikin Iran dan Korea Utara Kaya, Sinyal Meredakan Tensi?

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan bahwa Iran dan Korea Utara memiliki "potensi menakjubkan".

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 27 Agu 2019, 12:02 WIB
Diterbitkan 27 Agu 2019, 12:02 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), bersama istrinya Melania Trump (kiri) sesaat sebelum turun dari pesawat kepresidenan Air Force One (AFP/Saul Loeb)
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), bersama istrinya Melania Trump (kiri) sesaat sebelum turun dari pesawat kepresidenan Air Force One (AFP/Saul Loeb)

Liputan6.com, Biarritz - Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan, Iran dan Korea Utara memiliki "potensi menakjubkan". Ia pun berharap pemerintahannya bisa membantu mereka menjadi "kaya".

Hal itu disampaikan Trump pada sela-sela agenda KTT G7 di Biarritz, Prancis pada 26 Agustus 2019 waktu setempat --di mana Iran juga turut hadir dalam sesi konsultasi bersama Prancis dalam sebuah agenda terpisah.

"Saya berharap untuk melihat Iran yang baik, yang kuat. Kami (AS) tidak menginginkan perubahan rezim. Kalian tahu bagaimana itu telah terlaksana selama 20 tahun terakhir, tidak begitu bagus," katanya.

"Kami berencana untuk membuat Iran kaya lagi. Biarkan mereka menjadi kaya ... jika mereka ingin. Atau, mereka ingin miskin seperti keinginan mereka sekarang," lanjut Trump seperti dikutip dari Newsweek, Selasa (27/8/2019).

Sementara itu, soal Korea Utara, Trump mengatakan ingin melakukan hal serupa kepada rezim yang saat ini dipimpin oleh Chairman Kim Jong-un itu.

"Omong-omong, saya juga berharap hal yang sama tentang Korea Utara," jelas Trump dalam sebuah konferensi pers bersama dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron.

"Korea Utara punya potensi ekonomi luar biasa, dan saya pikir Kim Jong-un melihatnya ... tentang semua potensi yang negaranya miliki," lanjut presiden ke-45 AS itu.

Simak video pilihan berikut ini:

Tensi AS dengan Iran dan Korea Utara

Trump dan Kim Jong-un
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un di zona demiliterisasi Korea (DMZ), Desa Panmunjom pada Minggu (30/6/2019). Ini adalah kali pertama seorang presiden AS menginjakkan kaki di negara tersebut. (AP Photo/Susan Walsh)

Pernyataan Donald Trump datang di tengah ketegangan diplomatik antara AS dengan Iran dan Amerika dengan Korea Utara.

Ketegangan AS - Iran bermula ketika Washington menarik diri dari pakta kesepakatan nuklir multilateral (JCPOA 2015) yang ditandatanganinya bersama Teheran dan sejumlah negara Dewan Keamanan PBB plus Uni Eropa pada 2018. Penarikan diri AS diikuti dengan pemberlakuan sanksi ekonomi berat kepada Negeri Persia.

Saat menarik diri dari pakta itu, AS menuduh Iran telah melanggar ketentuan yang diatur dalam JCPOA 2015. Teheran membantah tuduhan dan menuding balik Washington dengan menyebutnya mencari-cari alasan untuk mengekang Iran.

Ketegangan antara AS-Iran juga telah bergeser menjadi perseteruan geo-politik, terutama di kawasan Timur Tengah dan perairan Teluk Persia. Selama beberapa bulan terakhir juga telah terjadi peristiwa sita-menyita kapal di jalur perlintasan minyak internasional tersebut.

Sementara itu, ketegangan AS - Korea Utara dipicu oleh uji coba persenjataan terbaru yang dilakukan oleh Pyongyang pada Agustus 2019 ini. Uji coba dilaksanakan untuk merespons latihan militer gabungan antara AS - Korea Selatan di Semenanjung Korea pada bulan yang sama.

Rangkaian peristiwa itu bertolak-belakang dari apa yang telah disepakati oleh masing-masing pihak sejak pertemuan tingkat tinggi antar-Korea (Inter-Korea Summit) dan pertemuan tingkat tinggi AS - Korut (US-DPRK) sepanjang 2018 hingga awal 2019.

Dalam rangkaian pertemuan tersebut, ketiga pihak sepakat menahan diri dari melakukan tindakan yang bisa memicu eskalasi di semenanjung, seperti latihan gabungan militer Korea Selatan dan AS; serta uji coba rudal Korea Utara.

Menyikapi situasi terkini, Trump telah memberi sinyal untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan Iran dan Korea Utara demi membahas sejumlah permasalahan yang dihadapi masing-masing negara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya