Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran hutan hujan Amazon Brasil masih terjadi. Serentetan kebakaran di Amazon kali ini merupakan yang terburuk sejak 2010.Â
Brasil, yang merupakan rumah dari setengah hutan hujan Amazon, telah mengalami sejumlah besar kebakaran pada 2019. Institut Nasional untuk Penelitian Luar Angkasa Brasil (Inpe) mengatakan data satelitnya menunjukkan peningkatan 76 persen pada periode yang sama pada 2018.
Angka-angka resmi menunjukkan lebih dari 87.000 kebakaran hutan dicatat di Brasil dalam delapan bulan pertama tahun ini - jumlah tertinggi sejak 2010. Itu dibandingkan dengan 49.000 pada periode yang sama pada 2018.
Advertisement
Badan Antariksa Nasional AS (NASA), yang menyediakan data kebakaran aktif kepada Inpe, mengonfirmasi rekaman dari sensor satelitnya juga mengindikasikan bahwa 2019 adalah tahun paling aktif selama hampir satu dekade.
Lalu, bagaimana nasib hewan-hewan yang ada di hutan yang menjadi salah satu paru-paru dunia itu?
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Ada yang Menyesuaikan Diri dengan Kebakaran
Hutan Hujan Amazon merupakan reservoir biologis terkaya dan paling beragam di dunia. Amazon berisi beberapa juta spesies serangga, tanaman, burung, dan bentuk kehidupan lainnya, banyak yang masih belum tercatat.
Satwa liar utama termasuk jaguar, manatee, tapir, rusa merah, capybara, banyak jenis hewan pengerat lainnya, dan beberapa jenis monyet.
Seperti dikutip dari express.co.uk, Minggu (8/9/2019), William Magnusson, seorang peneliti yang berspesialisasi dalam pemantauan keanekaragaman hayati di National Institute of Amazonian Research (INPA) di Manaus, Brasil mengatakan, "Di Amazon, tidak ada yang dapat menyesuaikan diri dengan kebakaran."
Menurut dia, semakin banyak kebakaran buatan telah menjangkiti Amazon dalam beberapa tahun terakhir, membahayakan ekosistem dan mengancam binatang yang tinggal di sana.
Â
Advertisement
Bersembunyi atau Binasa
Mazeika Sullivan, associate professor di Sekolah Lingkungan dan Sumber Daya Alam di Universitas Negeri Ohio, mengatakan, kebakaran cenderung memakan banyak korban jiwa dalam jangka pendek.
Karena hewan memiliki sedikit pilihan: mereka dapat mencoba bersembunyi dengan menggali atau masuk ke air, atau mereka dapat binasa.
Namun, ungkap Sullivan, dalam situasi ini banyak hewan akan mati karena terbakar api, terkena hawa panas, atau menghirup asap.
"Dalam sistem (kehidupan) yang tidak disesuaikan dengan api, akan lebih banyak yang mati daripada yang bertahan hidup."
Â
Yang Berpeluang Hidup
Beberapa hewan mungkin memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup daripada yang lain. Prof Sullivan mengatakan, hewan besar yang bergerak cepat seperti jaguar dan puma mungkin dapat melarikan diri, seperti halnya beberapa burung.
Tetapi hewan termasuk sloth atau trenggiling, serta makhluk yang lebih kecil seperti katak dan kadal, dapat mati karena mereka tidak bergerak atau melihat api dengan cukup cepat.
"Melarikan diri ke kanopi tetapi memilih pohon yang salah dan binatang cenderung mati," kata dia.
Hewan air sebagian besar aman dalam jangka pendek, namun, Prof Sullivan memperingatkan masalah lebih jauh di jalan.
"Efek jangka panjang cenderung lebih berbahaya," ujarnya.Â
Ini karena seluruh ekosistem dari bagian hutan hujan yang terbakar akan diubah. Misalnya, kanopi hutan Amazon yang lebat sebagian besar menghalangi sinar matahari untuk mencapai tanah.
Ini secara fundamental dapat mengubah aliran energi ekosistem dan memiliki efek pada seluruh rantai makanan.
Advertisement