15 Tahun Perjanjian Helsinki, Uni Eropa Tegaskan Komitmen Pembangunan Aceh

Tanggal 15 Agustus 2020 menjadi peringatan 15 tahun penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Agu 2020, 12:07 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2020, 12:07 WIB
Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)
Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)

Liputan6.com, Brussels - Tanggal 15 Agustus 2020 menjadi peringatan 15 tahun penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, yang menandai dimulaianya perdamaian di provinsi tersebut menyusul konflik selama 30 tahun.

Memperingati momen krusial tersebut, Uni Eropa, selaku salah satu partisipan dalam upaya perdamaian di Aceh, mengingatkan kembali tentang pentingnya perundingan dan kemauan politik yang kuat guna mencapai perdamaian.

Dengan kedua hal tersebut, "maka perdamaian dapat dicapai bahkan dalam keadaan yang sangat memprihatinkan," kata Juru Bicara Uni Eropa bidang Hubungan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Nabila Massrali, dalam pernyataan resmi yang dimuat Liputan6.com, Sabtu (14/8/2020).

"Uni Eropa bangga dapat turut memberi sumbangsih dalam proses perdamaian tersebut, yang dimediasi oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, melalui Misi Pemantauan Aceh yang dikerahkan berdasarkan Kebijakan Keamanan dan Pertahanan Bersama Uni Eropa, bersama dengan lima anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) – Thailand, Malaysia, Brunei, Filipina dan Singapura – serta Norwegia dan Swiss."

"Uni Eropa dan Negara-negara Anggotanya juga turut memberikan bantuan signifikan untuk rekonstruksi Aceh. Kami tetap berkomitmen untuk mendukung pembangunan sosial dan ekonomi Aceh, serta pelaksanaan butir-butir MoU Helsinki," jelas Massrali

Ia menambahkan bahwa Uni Eropa menegaskan kembali tekad mereka untuk lebih mengembangkan kemitraan, bersama dengan ASEAN dan Negara-negara Anggotanya, dalam memberikan kontribusi bagi perdamaian dan keamanan di kawasan.

Simak video pilihan berikut:

Belum Ada Kesepakatan soal Lambang dan Bendera Aceh

Aceh
Spanduk peringatan lima tahun perdamaian Aceh di pagar Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Peringatan perjanjian damai antara pemerintah RI dengan GAM di Helsinky pada 15 Agustus 2005 silam (File)

Sementara itu pada kabar yang berbeda, Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Malik Mahmud Al-Haytar berharap agar pemerintah pusat menuntaskan semua butir perjanjian perdamaian Aceh yang tertuang di dalam MoU Helsinki, yang sudah ditandatangi pada tanggal 15 Agustus 2005 silam.

Penegasan ini ia sampaikan menjelang 15 tahun perdamaian Aceh yang akan genap pada tanggal 15 Agustus.

"Saya sudah menyampaikan kepada Bapak Presiden, apa saja yang belum selesai (terkait MoU Helsinki), kami harapkan secepatnya diselesaikan,” kata Malik Mahmud di Meulaboh, Minggu (9/8/2020), dilansir Antara.

Dengan adanya pelaksanaan semua butir yang tertuang dalam MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang sudah disepakati 15 tahun silam, kata Malik Mahmud, hal ini diharapkan hubungan antara Aceh dan pemerintah pusat semakin membaik sebagaimana diharapkan semua pihak.

Malik Mahmud juga menegaskan, salah satu poin butir MoU Helsinki yang saat ini belum dipenuhi oleh pemerintah pusat yaitu terkait lambang dan bendera Aceh.

"Itu (bendera dan lambang Aceh) salah satu yang saya harapkan supaya pemerintah menyetujuinya," kata Malik Mahmud menegaskan.

Selain itu, menjelang 15 tahun perdamaian Aceh ia juga berpesan kepada seluruh masyarakat Aceh agar dapat terus menjaga perdamaian secara abadi, agar pembangunan di Aceh semakin merata untuk kesejahteraan seluruh masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya