Liputan6.com, Jakarta - Kecoak Jerman dilaporkan berkembang biak dengan masif di gedung-gedung seluruh dunia. Mereka adalah salah satu spesies kecoak yang paling umum ditemukan.
Kecoak jenis ini dapat menyebabkan masalah bagi banyak orang, tapi anehnya mereka jarang ditemukan di habitat asli mereka.
Bagaimana hama perkotaan ini berevolusi dan menghuni tempat tinggal dan gedung-gedung kita masih belum diketahui secara pasti sampai sekarang.
Advertisement
Seperti dilansir dari Science Alert, Selasa (4/6/2024), mereka melakukan penelitian menggunakan urutan DNA untuk mempelajari kecoak Jerman (Blattella germanica) dan melacak asal-usulnya hingga ke India timur dan Bangladesh.
Menarik untuk mengetahui bahwa manusia-lah yang membantu evolusi kecoak ini hingga menjadi sangat besar, padahal hama ini adalah salah satu hama yang paling kita benci.
Sebuah Teka-Teki Jerman
Fokus kemudian diperketat pada kecoak yang menjadi bintang cerita di Eropa Timur saat ditemukan di gudang makanan tentara selama Perang Tujuh Tahun (Perang yang terjadi pada tahun 1756-1763).
Kecoak ini diberi nama berbeda oleh pasukan yang bertikai, tentara Rusia menyebutnya "kecoak Prusia" dan tentara Inggris serta Prusia menyebutnya "kecoak Rusia".
Kemudian pada tahun 1767, seorang ahli Biologi Swedia, Carl Linnaeus mengklasifikasikan dan menamai spesies ini dengan nama Blatta Germanica.
Blatta sendiri diambil dari bahasa latin yang artinya “Menghindari cahaya” dan germanica karena spesimen yang ia teliti dikumpulkan di Jerman. (Nama genus ini kemudian diubah menjadi Blattella untuk mengelompokkan jenis kecoak yang lebih kecil).
Akhirnya, para ilmuwan menemukan spesies terkait, dengan anatomi yang mirip di Afrika dan Asia. Mereka menduga bahwa kecoak Jerman mungkin pertama kali berevolusi di Afrika atau Asia sebelum mendominasi dunia hingga saat ini.
Memasukkan Urutan Gen
Mereka mengambil sampel DNA dari 281 kecoak di 17 negara di seluruh dunia, kemudian membandingkan urutan DNA untuk satu wilayah genetik tertentu yang disebut CO1. Hal ini yang kemudian dikenal sebagai “barcode DNA”.
Ketika mereka membandingkan kecoak Jerman dengan spesies yang sama dari Asia, mereka menemukan kecocokan. Urutan kecoak Jerman hampir identik dengan Blattella asahinai dari Teluk Benggala.
Ditemukan lebih dari 80% sampel kecoak Jerman sangat cocok, sisanya, 20% nyaris tidak ada bedanya. Ini berarti kedua spesies ini terpisah satu sama lain hanya 2.100 tahun yang lalu. Termasuk waktu yang sangat cepat dalam hal evolusi.
Dari Teluk Benggala ke Seluruh Dunia
Awalnya, mereka menduga B. asahinai (Kecoak dari Asia) beradaptasi untuk hidup berdampingan dengan manusia setelah para petani menghancurkan habitat alaminya, seperti yang dilakukan oleh spesies lain jika dihadapkan dengan situasi yang sama.
Jadi, nenek moyang B. asahinai pindah dari ladang India ke gedung-gedung dan menjadi bergantung pada manusia. Tapi bagaimana cara mereka menyebar ke seluruh dunia?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mereka melakukan analisis terhadap satu set urutan DNA lain dari beberapa genom kecoa.
Mereka mempelajari urutan DNA yang dikenal sebagai SNP (polimorfisme nukleotida tunggal). Dengan menggunakan sampel dari 17 negara di enam benua mereka menemukan bagaimana kecoak Jerman menyebar dari negara aslinya ke seluruh dunia.
Gelombang migrasi pertama muncul dari Teluk Benggala (bagian timur laut Lautan Hindia) sekitar 1.200 tahun yang lalu dan bergerak ke arah barat.
Kemungkinan kecoak-kecoak ini ikut bersama para pedagang dan tentara dari Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah yang sedang berkembang saat itu.
Gelombang berikutnya bergerak ke arah timur sekitar 390 tahun yang lalu ke Indonesia. Mereka mungkin melakukan perjalanan dengan perusahaan dagang Eropa, seperti Perusahaan Hindia Timur Inggris atau Perusahaan Hindia Timur Belanda. Beberapa perusahaan tersebut berdagang melintasi Asia Tenggara dan kembali ke Eropa sejak awal abad ke-17.
Advertisement
Disebabkan oleh Perdagangan Global
Penelitian yang mereka lakukan menunjukkan bahwa kecoak Jerman tiba di Eropa sekitar 270 tahun yang lalu, data tersebut cocok dengan catatan sejarah dari Perang Tujuh Tahun (Perang militer global yang berlangsung dari tahun 1756 hingga 1763).
Kecoa Jerman kemudian menyebar dari Eropa ke seluruh dunia sekitar 120 tahun yang lalu. Ekspansi global ini konsisten dengan catatan sejarah spesies baru ini di berbagai negara.
Perdagangan global dipercaya memfasilitasi penyebaran ini karena populasi yang lebih dekat ditemukan di negara-negara yang memiliki hubungan budaya, daripada negara-negara yang hanya berdekatan satu sama lain. Sejalan dengan hal ini, mereka menemukan satu ekspansi lain di Asia ke utara, serta timur ke Cina dan Korea sekitar 170 tahun yang lalu.
Ketika kapal bertenaga uap menggantikan kapal layar, para penumpangnya diangkut dengan lebih cepat. Waktu perjalanan yang lebih singkat berarti mereka lebih mungkin untuk tiba dalam keadaan hidup dan menginvasi negara-negara baru.
Kemudian perbaikan di bidang perumahan, seperti pipa ledeng dan pemanas ruangan, menciptakan kondisi yang kondusif untuk kecoak bertahan hidup dan berkembang di gedung-gedung yang ada di seluruh dunia.
Persaingan Senjata Pengendali Hama
Manusia tidak menyukai kecoak, sehingga kelangsungan hidup serangga satu ini bergantung pada kemampuan mereka untuk tetap bersembunyi, jangan sampai terlihat oleh manusia.
Kecoa Jerman berevolusi menjadi aktif di malam hari dan menghindari tempat terbuka.
Kecoak ini terkenal karena kemampuannya untuk dengan cepat mengembangkan resistensi terhadap banyak insektisida yang digunakan untuk membasminya.
Perlawanan ini sudah muncul dalam beberapa tahun. Hal ini membuat tantangan untuk menemukan bahan aktif baru menjadi lebih sulit, mengingat tingginya biaya penelitian, uji keamanan, dan pendaftaran yang dibutuhkan untuk membuatnya.
Umpan kecoa relatif murah dan efektif ketika diperkenalkan pada tahun 1980-an. Tetapi menjadi kurang efektif terhadap kecoak Jerman karena umpan tersebut menggunakan gula untuk menggoda kecoak. Kecoak yang menyukai makanan manis akan mati, sementara kecoak yang menyukai rasa lain akan bertahan dan berkembang biak.
Ketika kita mengembangkan strategi baru untuk mengendalikan kecoak Jerman, kita perlu mempertimbangkan bagaimana kecoak berevolusi untuk menghindari serangan. Jika kita memahami bagaimana resistensi muncul, kita dapat menemukan cara yang lebih baik untuk melakukan serangan balik. Kita bisa mengidentifikasi titik-titik lemah untuk dieksploitasi.
Bagaimanapun juga, kecoa Jerman akan terus berevolusi dan beradaptasi untuk tetap hidup, sehingga perlombaan senjata antara kita dan kecoa akan terus berlangsung selama bertahun-tahun yang akan datang.
Advertisement