Kebijakan BPJS Ancam Keselamatan Nyawa Pasien Cuci Darah

Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kecewa dengan kebijakan BPJS Kesehatan mengenai layanan heomodoalisa tiga (3) kali seminggu

oleh Liputan6 diperbarui 07 Agu 2015, 13:13 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2015, 13:13 WIB
[Bintang] Fakta Nyamuk yang Wajib Kamu Tahu
Ilustrasi darah | Via: croftvetcentre.co.uk

Liputan6.com, Jakarta Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) kecewa dengan kebijakan BPJS Kesehatan mengenai layanan heomodoalisa tiga (3) kali seminggu. Kebijakan itu tertuang dalam Surat Edaran BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Selatan per-tanggal 30 April 2015, dengan Nomor 4422/IV-02/0415, perihal: Pelayanan Hemodialisa, yang ditandatangani oleh Kepala BPJS Kesehatan cabang Jakarta Selatan, Beno Herman.

“Kami kecewa dan keberatan dengan kebijakan ini. Hal ini semakin mengancam keselamatan jiwa kami selaku pasien cuci darah,” tegas Ketua KPCDI, Tony Samosir di Jakarta, Jumat (07/08/2015). Menurutnya, sebelum ada program BPJS, para pasien yang melakukan tindakan hemodialisa di Jakarta menggunakan sistem jaminan kesehatan Kartu Jakarta Sehat (KJS).

Dalam penggunaan KJS, lanjutnya, tiap pasien diberi keleluasaan untuk melakukan terapi hemodialisa 3x seminggu sesuai dengan indikasi klinis dan mendapat persetujuan dari dokter spesialis ginjal dan hipertensi.“Bahkan tiap pasien gagal ginjal kronik yang membutuhkan hemodialisa 3x seminggu, dapat melakukan tindakan tersebut seumur hidupnya. Semua keputusan tindakan Hemodialisa dikembalikan kepada pasien sesuai dengan kondisi masing-masing pasien,” terangnya.

Dalam surat edaran itu, kata Tony, disebutkan, “pada umumnya tindakan hemodialisa 3x seminggu dapat berlangsung sampai beberapa bulan, sampai komplikasi yang terjadi dapat diatasi”. Hal ini, bagi Tony secara tidak langsung BPJS tidak mengizinkan untuk melakukan tindakan hemodialisa 3x seminggu seumur hidup pasien.

Menurutnya, surat edaran itu sangat memberatkan pasien hemodialisa jika setiap pasien harus dibatasi dalam melakukan tindakan terapi hemodialisa. Seperti diketahui, terapi hemodialisa adalah kebutuhan paling utama/pokok bagi pasien gagal ginjal untuk bertahan hidup. Jika tindakan terapi hemodialisa dibatasi menjadi seminggu 2x, ini berdampak pada kualitas hidup pasien dan  melarang pasien gagal ginjal kronik untuk hidup lama.

 

“Kebijakan yang demikian sangat melanggar hak-hak pasien untuk hidup sehat dan hidup lebih lama!,” cetusnya.Kholis, salah satu pasien cuci darah menuturkan, dirinya sudah melakukan tindakan Hemodialisa seminggu 3x selama 4 tahun lebih. Ia mengaku kecewa karena permintaan hemodialisa 3x seminggu ditolak secara sepihak oleh BPJS Kesehatan Jakarta Selatan.

Padahal, dirinya sudah mendapat surat keterangan permohonan dari Dokter Spesialis Ginjal dan Hipertensi (KGH) agar dilakukan tindakan hemodialisa seminggu 3x. Namun, Dokter dari BPJS Kesehatan Jakarta Selatan menolak surat permohonan tersebut dan hanya mengcover tindakan seminggu 2x tanpa alasan yang jelas.

Padahal, lanjutnya, BPJS Kesehatan hanya sebagai penyelenggara kebijakan dan tidak berhak menentukan berapa kali tindakan hemodialisa dilakukan. Itu semua diserahkan ke dokter spesialis Ginjal dan Hipertensi atau dokter yang bersertifikat HD.

“Jika kebijakan ini terus dilakukan BPJS Kesehatan, ini sama saja membunuh pasien secara perlahan-lahan,” tegasnya.

Ia bilang, seharusnya BPJS Kesehatan harus lebih bijak dalam membuat sebuah kebijakan. Jangan sampai setiap kebijakan yang dibuat justru merugikan pasien dan pada akhirnya hidup pasien yang harus dikorbankan.Dalam konteks ini, KPCDI menolak keras terbitnya Surat Edaran tersebut, dan meminta segera dicabut. Selain itu, KPCDI juga berharap agar Panja BPJS Kesehatan Komisi IX DPR RI bisa membantu mencarikan solusi atas permasalahan tersebut.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya