Liputan6.com, Jakarta Menurut The Encyclopedia of Surgery, jumlah individu yang melakukan prosedur operasi ganti kelamin di Amerika Serikat diperkirakan antara 100 hingga 500 orang per tahunnya. Dan jumlah orang yang melakukan prosedur tersebut diperkirakan dua hingga lima kali lebih banyak di seluruh dunia.
Marci Bowers, dokter kandungan dan ginekolog di Burlingame, California, mengatakan dalam sebuah wawancara, dia melakukan setidaknya 200 operasi per tahun. Sepertiganya mengubah kelamin pria menjadi wanita, tulis Washington Post.
Baca Juga
Melansir laman Cosmopolitan, Sabtu (30/4/2016), European Society of Urology mengunggah sebuah video yang menunjukkan contoh detail proses operasi ganti kelamin dari pria ke wanita.
Advertisement
Video proses operasi yang dikemas dalam tayangan animasi itu memperlihatkan dokter bedah membuka skrotum, mengangkat testis, dan membuang kepala penis untuk membentuk klitoris. Bagian batang kemaluan dan skrotum digunakan untuk membuat labia dan saluran vagina yang tujuannya memberikan kehidupan seks yang sehat dan memuaskan bagi pasien nantinya.
Baca Juga
Proses mengubah gender seseorang dari pria menjadi wanita memang tidak mudah. Operasi ganti kelamin hanya merupakan salah satu fase karena diperlukan proses seperti terapi hormon dan lainnya untuk mengubah identitas terkait kelamin seseorang.
Proses operasi ganti kelamin dari pria menjadi wanita relatif lebih mudah, lebih murah, dan secara umum lebih berhasil dibandingkan mengubah kelamin wanita menjadi pria, tulis laman Washington Post. Menurut Bowers, itu salah satu penyebab hanya sedikit wanita yang memutuskan menjalani operasi ganti kelamin.
Lantas, adakah pasien yang merasa kecewa setelah menjalani operasi ganti kelamin? Bowers mengatakan hanya dua dari 1.300 orang yang telah dioperasinya yang ingin kembali ke tubuh asal.
Tindakan operasi ganti kelamin tak lantas jadi jalan keluar bagi permasalahan gender . Mereka yang menjalani hal tersebut sering kali kehilangan pasangan, keluarga, teman, dan pekerjaan. Tak urung mereka bahkan merasa kesepian jika pindah tempat tinggal untuk memulai hidup baru.
Studi tahun 2011 oleh Karolinska Institute yang meneliti 324 warga transseksual Swedia menunjukkan, setelah melakukan operasi ganti kelamin, mereka dianggap berisiko tinggi mengalami kematian, tindakan bunuh diri, dan morbiditas psikiatri dibandingkan masyarakat pada umumnya.