Liputan6.com, Jakarta Anak-anak zaman sekarang dengan mudah mengakses ponsel pintar. Padahal, dari ponsel tersebut tayangan kekerasan virtual semakin mudah didapatkan. Jika dibiarkan bisa berdampak buruk bagi anak-anak.
Alasan itulah yang membuat American Academy of Pediatrics (AAP) menyerukan aksi untuk melindungi anak-anak dari paparan kekerasan berlebihan melalui layar.
Baca Juga
Menurut penelitian pada 2009, rata-rata orang Amerika menonton televisi lima jam sehari. Selain itu, sekitar 70 persen dari program anak-anak mengandung kekerasan. Dan 91 persen video gim (game) yang diberi label sesuai untuk usia 10 tahun mengandung kekerasan. Dan meskipun ada label dewasa, banyak anak-anak di kelas 4-12 bermain video game yang memiliki kekerasan grafis yang signifikan.
Advertisement
Kelompok ini juga menyerukan diskusi nasional serta meminta dokter anak mengajak diet media, agar orangtua berhati-hati dengan tontonan dan permainan anak-anak. Untuk pemerintah sebagai pembuat kebijakan diminta mempertimbangkan undang-undang yang melarang akses mudah bagi anak-anak untuk melihat media kekerasan.
"Sebagian besar peneliti media baik pediatri dan psikologi meyakini data yang ada menunjukkan hubungan signifikan antara kekerasan virtual dan agresi," begitu isi pernyataan AAP seperti dilansir ABCNews.
Peneliti pediatrik dari Palo Alto Medical Foundation dan Stanford University, mengatakan meningkatnya penggunaan gawai dan tablet memberikan kesempatan pada anak-anak akses ke adegan kekerasan, baik yang nyata dan fiksi.
"Sekarang anak-anak dapat menghasilkan, melihat, dan berbagi konten bermasalah, termasuk gambar kekerasan di masyarakat, kekerasan di sekolah, kekerasan seksual, dan kekerasan polisi dari perangkat portabel mereka," kata para peneliti.
Para penulis penelitian mengatakan mereka khawatir paparan kekerasan di kehidupan nyata bisa membuat perasaan anak tambah tertekan, menjadi korban atau takut apa yang bisa terjadi di kelompok sosial.
AAP menyarankan dokter anak untuk membantu keluarga menavigasi dampak kekerasan virtual pada anak-anak dengan meningkatkan kesadaran di kalangan orangtua.
"Hampir tiga dari empat remaja memiliki akses ke ponsel pintar, dan paparan kekerasan di dunia nyata melalui perangkat ini, sering tanpa sepengetahuan atau kontrol orangtua, ini dapat membuat perasaan tertekan, merasa jadi korban dan bahkan ketakutan," kata Dr Rhea Boyd, anggota komite eksekutif Dewan AAP.