Liputan6.com, Jakarta Meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan fatwa vaksin Measless Rubella (MR) bersifat boleh dilanjutkan (mubah), pelaksanaan kampanye imunisasi MR di luar Pulau Jawa belum tercapai sepenuhnya. Data Kementerian Kesehatan mencatat, hingga per 10 September 2018 imunisasi MR baru mencapai 42,98 persen.
Padahal, masa kampanye imunisasi MR Fase II segera berakhir dalam 18 hari. Kampanye Imunisasi MR Fase II menyasar 28 provinsi di luar pulau Jawa dari Agustus-September 2018.
Baca Juga
"Kampanye imunisasi MR Fase I justru sukses. Karena dilakukan di Pulau Jawa juga. Ketercapaian lebih dari 95 persen, hampir 100 persen waktu itu. Nah, yang Fase II ini belum tampak (keberhasilan capaiannya)," kata Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho saat ditemui di Kantor Staf Presiden, Kementerian Sekretariat Negara RI, Jakarta, Rabu (12/9/2018).
Advertisement
Semestinya ketercapaian imunisasi MR Fase II hingga hari ini adalah 75 persen. Namun faktanya ketercapaian masih di bawah 43 persen.
Saksikan juga video berikut ini:
Lebih masif soal haram vaksin MR
Sebelum mengeluarkan fatwa mubah, MUI lebih dulu menyampaikan haramnya vaksin MR. Ini karena bahan vaksin terbukti mengandung bahan haram (babi).
Kemudian Komisi Fatwa MUI melakukan rapat pleno guna membahas dan menetapkan Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 tentang penggunaan vaksin MR produksi SII untuk Imunisasi pada 20 Agustus 2018. Rapat tersebut menghasilkan fatwa mubah yang kemudian menjadi rujukan bagi masyarakat, khususnya muslim, untuk tidak ragu lagi mengikuti imunisasi MR dengan vaksin yang sudah disediakan pemerintah.
Pernyataan ini dibuat setelah MUI mengumpulkan data-data dan mendengarkan berbagai penjelasan dari para ahli serta bersidang di Kantor MUI Pusat, Jakarta. Komisi Fatwa menyebutkan penggunaan vaksin SII ini dibolehkan atau sifatnya mubah karena belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci.
"Tapi Fatwa Mubah MUI tanggal 20 Agustus tidak mengangkat (dongkrak ketercapaian imunisasi MR). Kalah sama fatwa haram. Ketika berganti jadi mubah tak bisa ngejar ketercapaian imunisasinya," tambah Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Vensya Sitohang.
Advertisement