Cerita Pasien Diabetes Anak, Tak Malu Suntik Insulin Sendiri di Sekolah

Diabetes yang dialami Fulki Baharuddin Prihandoko membuatnya harus suntik insulin setiap hari, bahkan suntik insulin sendiri di sekolah.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Nov 2018, 12:00 WIB
Diterbitkan 15 Nov 2018, 12:00 WIB
Diabetes
Fulki Baharuddin Prihandoko termasuk anak penyintas diabetes yang harus disuntik insulin selama hidupnya. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Liputan6.com, Jakarta Agar kadar gula darah di tubuh normal, orang dengan diabetes harus suntik insulin setiap hari. Insulin adalah hormon alami yang diproduksi oleh pankreas. Dari asupan makanan, pankreas melepaskan hormon insulin yang memungkinkan tubuh mengubah glukosa menjadi energi dan disebarkan di seluruh tubuh. Pada diabetesi, kemampuan tubuh untuk memproduksi insulin berkurang.

Kerepotan menyuntikkan insulin sedang dialami Fulki Baharuddin Prihandoko (12). Remaja yang didiagnosis diabetes sejak berumur 9 tahun, harus suntik insulin saat di sekolah. Selain perlengkapan sekolah, di dalam tasnya harus ada peralatan untuk melawan kondisi tersebut.

Dia, mengaku, tak ada rasa malu saat akan suntik insulin sendiri di sekolah. Teman-temannya bahkan menyemangati dan ikut membantu.

“Suntiknya di perut," kata Fulki.

Artikel terkait: Resistensi Insulin Intai Remaja Obesitas yang Diabetes

"Kalau di rumah disuntikin sama mama di lengan. Bisa juga di paha, tapi aku enggak mau,” kata dia menambahkan usai acara konferensi pers “Anak juga Bisa Diabetes” di Kementerian Kesehatan RI, Jakarta pada Rabu, 31 Oktober 2018. 

Saat di sekolah, kata Fulki, teman-temannya membantu mencatat kadar gula darah pada hari itu. Selesai suntik, mereka pun membantu Fulki merapikan peralatan suntik.

Artikel terkait: Amankah Konsumsi Obat Diabetes Selama Ibu Menyusui?

“Pas suntik insulin di sekolah, aku enggak malu kok. Biasa aja. Teman-teman suka bantuin juga nge-rapihin peralatan suntiknya,” ujar siswa SMP Islam Al-Azhar Jakarta Barat.

Aisyah Rahmah, ibu Fulki sangat takjub dengan anak laki-lakinya. Meski harus suntik insulin seumur hidup, Fulki tetap menikmati hidupnya. Tidak terlihat kesan minder dari Fulki yang mengidap diabetes. Ia anak yang rajin belajar dan suka bergaul.

Artikel terkait: Diabetes Terdeteksi Jelang Persalinan, Ini Risiko pada Ibu dan Janin

“Saya lihat dari dalam diri Fulki sendiri enggak pernah tertekan. Dia malah bersemangat. Dia merasa dirinya unik dan berbeda dari teman-teman lain. Alhamdulillah, dia pede (percaya diri) banget. Saya sendiri enggak pernah mengajarkan itu (untuk pede),” kata Aisyah menambahkan.

 

 

Peringatan Hari Diabetes Sedunia pada 14 November 2018, jurnalis Liputan6.com menayangkan liputan khusus dengan topik "Anak juga Bisa Kena Diabetes." Tulisa ini mengisahkan penyintas diabetes yang harus suntik insulin di sekolah.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Jangan sampai terluka

Diabetes
Ibu Fulki menceritakan gejala anaknya kena diabetes, seperti berat badan turun dan sering terlihat lesu. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Prestasi belajar Fulki di sekolah juga tidak terhambat. Ia termasuk aktif mengikuti kegiatan di sekolah. Dari main basket sampai acara outbond pun diikutinya. Yang menjadi perhatian, Fulki tidak boleh terluka. Orang dengan diabetes sangat sulit menyembuhkan lukanya.

“Yang pasti Fulki jangan sampai luka. Kadang Al-Azhar itu ada outbond. Fulki nanya, ‘Boleh enggak ikutan?’ Saya bilang boleh-boleh saja, asalkan jangan sampai terluka. Harus hati-hati. Sebisa mungkin jangan terluka,” papar Aisyah.

Sebelum outbond, orangtua Fulki juga berbincang dengan pihak sekolah. Lokasi dan medan outbond yang aman, dalam arti medan outbond tidak banyak batu atau hal-hal yang memicu luka boleh saja untuk Fulki ikut. Fulki pun mau ikut outbond.

Aisyah menceritakan saat Fulki dikhitan. Penyembuhan luka Fulki berjalan lancar. Sebelum dan sesudah dikhitan, orangtua Fulki mengikuti anjuran dokter. Lokasi khitan bukan di rumah atau tempat khusus khitan, melainkan di rumah sakit. Bahkan Fulki harus dirawat inap.

“Pas dikhitan sih alhamdulillah (luka khitannya) sembuh seminggu. Tapi saya benar-benar mengikuti apa kata dokter. Sehari sebelum dikhitan harus dirawat untuk dicek kadar gula darah. Dikhitannya di ruang operasi yang steril. Kemudian rawat inap sehari, baru boleh pulang. Kesannya ribet. Enggak apa-apalah, yang penting sembuh,” ujar Aisyah.

Konsultasi dengan ahli gizi

Diabetes
Fulki harus disuntik insulin setiap kali mau makan pagi, siang, dan malam. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Pola makan Fulki sehari-hari harus sesuai perhitungan kalori. Untuk konsumsi makan pun berkonsultasi dengan ahli gizi. Ada buku pintar yang berisi perhitungan jumlah kadar kalori, karbohidrat, dan vitamin. Ketika makan, Fulki harus makan telur dan bakso berapa buah sudah terukur.

“Buku pintar ini sangat membantu. Kita kan enggak tahu secara nyata, 10 kalori hitungannya bagaimana. Di buku pintar, satu lembar roti itu mengandung 7 kalori. Misal, sehari Fulki butuh asupan sebanyak 36 kalori. Jadi, sarapan bisa satu telur, susu, dan roti dua lembar. Itu udah cukup kalorinya,” lanjut Aisyah.

Untuk makan nasi, orangtua Fulki harus membeli beras non kalori. Untuk beras biasa, Fulki boleh saja makan, tapi dalam porsi yang setengah. Lain halnya, makan nasi non kalori yang bisa semangkuk penuh kecil. Bahkan ia bisa makan nasi lebih banyak dengan menggunkan beras non kalori.

Suntik insulin pun dilakukan setiap kali mau makan. Sarapan pagi, makan siang, dan malam. Sebelum tidur harus disuntik juga. Sehari Fulki harus empat kali suntik insulin.

“Jedanya 5 menit sesudah suntik, lalu boleh makan. Kalau makan pagi dosisnya 10 unit, siang dan malam itu 14 unit. Ada putaran jumlah unit dan dosis dibagian suntik,” lanjut Aisyah.

Fulki sudah tahu, pola makan harus diatur. Suntik insulin secara teratur dan jaga kesehatan fisik agar kadar gula darah enggak turun drastis. Ia juga menjaga kebbersihan dan cek gula darah teratur.

“Aku menghindari makanan yang mengandung gula dan karbohidrat.  Sarapan misalnya, minum energen dan sereal,” ujar Fulki.

Selain atur pola makan sesuai anjuran dokter, olahraga juga dilakoni Fulki. Ia main basket di sekolah dan di rumah. Yang menakjubkan, setelah olahraga, kadar gula darah bagus. Namun, yang harus diperhatikan, suntik insulin juga tidak boleh kebanyakan dosisnya, yang bisa berujung hipoglikemia (kadar gula darah turun). Aisyah dan suaminya, K Prihandoko ikut menanamkan diabetes pada Fulki.

“Saya bilang ke Fulki, ‘Uki baru (yang namanya) sakit itu kalau batuk dan pilek. Kalau diabetes dari Allah swt. Hanya saja Uki perlu insulin dari luar (suntik insulin). Uki anak istimewa. Uki anak yang hebat,” Aisyah menambahkan. 

Pola makan yang teratur dan gula darah yang terus dipantau membuat berat badan Fulki lambat laun naik. Intinya, tidak boleh gemuk dan berlebihan makan.

Berawal dari gatal sampai rambut rontok

Diabetes
Peralatan suntik insulin Fulki pun harus ia bawa ke sekolah agar selalu bisa suntik insulin sendiri. (Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Gejala diabetes Fulki berawal dari gatal-gatal, sering kencing, dan mengompol. Setiap kali habis kencing, lanjut Aisyah, kamar mandi banyak semut dan lantai terasa lengket. Berat badan turun terus. Ia pun diperiksa ke dokter di RS Siloam Kebun Jeruk. Pertama kali periksa belum terdiagnosis diabetes. Dokter hanya memberikan obat untuk mencegah mengompol.

“Dikasih obat tapi enggak efektif. Udah diminum seminggu. Setelah obat habis, gejala sering kencing dan mengompol kembali lagi. Saya antar dia periksa lagi. Kayaknya bukan gejala biasa deh. Saya minta cek darah. Baru ketahuan diabetes. Kadar gulanya waktu 750 mg,” ucap Aisyah.

Akhirnya, Fulki dirawat selama seminggu dengan terapi insulin. Ia diberi infus dan insulin. Gula darah dicek setiap satu jam sekali. Mungkin masih perlu coba-coba, perlu berapa dosis insulin. Aisyah pun mencatat, berapa kali Fulki kencing.

Tanda-tanda diabetes dialami Fulki saat kelas 2 SD. Ia kadang suka gatal dan rambut rontok. Raut wajah Fulki terlihat seperti lelah. Di sekolah, gurunya menyampaikan, Fulki kadang mengantuk dan ketiduran. Ia lantas diminta cuci muka.

“Berangkat pagi ke sekolah itu suka malas-malasan. Lesu. Saya pikir, banyak tugas sekolah. Lemes badan,” Aisyah melanjutkan.

Penyebab diabetes pada Fulki mendadak terjadi. Padahal, tidak ada keluarga yang punya riwayat diabetes. Sewaktu Aisyah mengandung Fulki, ia tidak alami diabetes. Fulki lahir normal dengan berat badan 3,2 kg dan tinggi 50 cm.

“Mungkin dia anak yang ‘terpilih.’ Saya sendiri enggak tahu kenapa?,” tutup Aisyah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya