BPJS Watch: Bayar Selisih Kenaikan Iuran Kelas III Bisa Bikin Makin Defisit

BPJS Watch menilai usulan pemerintah membayar selisih kenaikan iuran BPJS kelas III pada peserta mandiri akan berpotensi meningkatkan defisit.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 15 Des 2019, 08:00 WIB
Diterbitkan 15 Des 2019, 08:00 WIB
Iuran Naik, Peserta BPJS Kesehatan Diprediksi Pilih Turun Kelas
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Memanfaatkan surplus Dana Jaminan Sosial (DJS) sebagai alternatif solusi untuk membayar selisih kenaikan iuran BPJS Kesehatan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III sejumlah 19.961.569 jiwa merupakan hasil kesimpulan dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI pada Kamis (12/12/2019).

Kesimpulan yang diambil tersebut sebagai tindak lanjut dari keinginan Komisi IX agar iuran BPJS peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (B) kelas III tidak naik. Dalam hal ini, iuran tetap sebesar Rp25.500, bukan Rp42.000 (angka kenaikan per 1 Januari 2020).

Selisih kenaikan iuran BPJS kelas III sebesar Rp16.500 direncanakan dibayar dari pembayaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang masuk. Artinya, pembayaran PBI dari pemerintah dinilai akan surplus.

"Disebutkan Pak Menkes bahwa PBI mengalami surplus sehingga surplus tersebut bisa dialihkan mensubsidi iuran kelas III PBPU dan BP. Saya kira, ini analisis yang tidak tepat. Padahal, sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini intinya bergotong royong (pooling of risk)," jelas Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Minggu (15/12/2019).

"Dalam JKN, tidak dikenal subsidi antar peserta. Pooling of risks dalam JKN artinya dana iuran yang dipungut, dikumpulkan secara bersama-sama dalam satu pool (wadah). Kemudian digunakan menanggung risiko yang mungkin timbul (pengobatan dan perawatan). Jadi, dalam JKN tidak ada istilah surplus untuk kelas tertentu."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Menarik Berikut Ini:


Potensi Tingkatkan Defisit

BPJS Kesehatan
Pelayanan MCS BPJS Kesehatan sudah dibuka dari 9 Desember 2019-30 April 2020. (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Timboel berharap kesimpulan rapat kerja Komisi IX terkait surplus untuk membayar selisih kenaikan iuran BPJS Kesehatan bisa ditinjau ulang.

"Dengan pilihan kesimpulan ini malah potensi pendapatan iuran dari kelas III PBPU dan BP akan hilang. Lalu bisa makin meningkatkan terjadinya defisit pembiayaan JKN ke depan," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menekankan, kesimpulan pada rapat Komisi IX masih akan dibahas lebih lanjut di Kementerian Keuangan. Ini karena baru usulan saja, belum keputusan yang sudah pasti.

"Saya sudah bertanya dengan Direktur Keuangan BPJS Kesehatan, apakah memungkinkan kita mengelola keuangan (pembayaran selisih kenaikan peserta kelas III dari PBI. Diprediksinya ya bisa," jelas Fachmi.

"Tapi sebelum itu (merealisasikan), kami akan memberitahu Kementerian Keuangan dulu. Intinya, regulasi harus mampu dijalani. Prinsipnya, kita harus menjaga governance. Kenaikan iuran PBI, ada potensi surplus."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya