Epidemiolog: Zona Hijau Belum Tentu Aman dari COVID-19

Epidemiolog menyampaikan zona hijau belum tentu memberikan rasa aman dari paparan COVID-19.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 11 Jul 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2020, 11:00 WIB
Melihat Penerapan New Normal di Sumarecon Mall Bekasi
Aktivitas pengunjung di Sumarecon Mall Bekasi, Jawa Barat, Kamis (28/5/2020). Sumarecon Mall Bekasi akan menjadi mal percontohan dalam menerapkan New Normal di bidang perniagaan yang rencananya akan dibuka secara bertahap mulai 8 Juni seiring berakhirnya PSBB di Bekasi.(merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Epidemiolog Iwan Ariawan menegaskan zona hijau belum tentu memberikan rasa aman sepenuhnya dari penularan COVID-19. Hal ini karena ada pergerakan penduduk yang terjadi di masa Adaptasi Kebiasaan Baru.

"Sekarang ini penduduk bergerak (mobilitas) lagi, setelah mungkin berbulan-bulan bosan di rumah. Saya coba kaitkan antara pergerakan penduduk. Dari data yang kami peroleh, pergerakan penduduk semakin tinggi," ujar Iwan dalam seminar daring The Role of IMERI FKUI in the New Normal Era, Kamis (9/7/2020).

"Pergerakan penduduk ini terjadi seiring ada penambahan jumlah kasus COVID-19 per hari. Kita lihat sudah ada analisis lebih dalam pergerakan penduduk dengan korelasi zona. Penduduk itu bergerak dari zona merah ke hijau, merah ke kuning dan seterusnya."

Gambaran terjadi pergerakan penduduk yang berpindah antar zona, lanjut Iwan, tidak menjamin bahwa risiko penularan COVID-19 rendah pada zona hijau. Dalam hal ini, masih ada risiko penularan COVID-19 dari pergerakan penduduk tersebut.

"Jadi, belum tentu memberikan rasa aman dari COVID-19 di daerah-daerah yang zona hijau. Kalau kita lihat kita lihat pergerakan penduduk banyak sekali."

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Kemungkinan Bertemu dengan Orang Terinfeksi

Penumpang KRL di Stasiun Bekasi
Calon penumpang KRL Commuter Line antre menunggu kedatangan kereta di Stasiun Bekasi, Selasa (5/5/2020). Pihak Stasiun Bekasi menerapkan jaga jarak antar penumpang, membatasi jumlah penumpang hingga 50% dan membatasi jam operasional dari pukul 06.00 hingga 18.00. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Salah satu faktor pendukung bahwa zona hijau tidak menjamin aman dari paparan COVID-19, yaitu kemungkinan seseorang bertemu dengan orang terinfeksi COVID-19. Dalam pergerakan penduduk, yang mana masyarakat sudah memulai aktivitas Adaptasi Kebiasaan Baru, seperti bekerja di kantor, ada kemungkinan mereka bertemu orang terinfeksi COVID-19.

"Ketika kita keluar rumah kan ketemu dengan banyak orang. Nah, kemungkinan bisa saja kita bertemu dengan orang yang terinfeksi COVID-19. Lantas seberapa banyak sih kemungkinan kita bertemu dengan orang terinfeksi COVID-19 tersebut?" papar Iwan.

"Dari data yang saya dapat, dalam aktivitas normal rata-rata satu orang bertemu 15-25 orang. Entah itu orang-orang di kantor maupun perjalanan. Sekarang kita bisa hitung, kalau perhitungan populasi 5 persen, kemungkinan kita bisa saja bertemu orang yang dengan positif COVID-19 itu sudah 50 persen. Belum tentu tertular sih, tapi kita sudah bertemu dengan orang terinfeksi tersebut."

Pada prevalensi COVID-19 pada populasi 15 persen, yang mungkin kondisinya di kota-kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Kalau kita keluar rumah kemungkinan bertemu orang yang sudah positif COVID-19 sangat tinggi.

"Saya tegaskan belum tentu tertular ya. Tapi kita sudah bertemu orang lain yang sudah punya risiko menularkan COVID-19 kepada antar sesama," tambah Iwan.


Masing-masing Wilayah Punya Risiko

Dewi Nur Aisyah
Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Dewi Nur Aisyah menilai dinamika perubahan pemetaan zona risiko daerah tepapar COVID-19 sangat dinamis saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta, Rabu (1/7/2020). (Dok BNPB/Fotografer Lia Agustina)

Ahli Epidemiologi Tim Pakar Gugus Tugas Nasional Dewi Nur Aisyah juga sudah menegaskan walaupun suatu wilayah dikategorikan sebagai zona hijau, belum tentu wilayah tersebut aman dari penularan COVID-19.

Zona hijau diartikan bahwa wilayah tersebut memiliki risiko penularan COVID-19 yang lebih rendah dibandingkan dengan zona yang berwarna kuning atau oranye dan merah.

"Warna hijau belum tentu aman. Jadi, jangan pernah mengatakan ada wilayah yang aman karena masing-masing wilayah punya risiko," tegas Dewi dalam dialog virtual di Graha BNPB, Jakarta, kemarin (8/7/2020).

Dari keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, Dewi juga menjelaskan pada masa Adaptasi Kebiasaan Baru, pemerintah dengan hati-hati menentukan sektor mana saja yang dapat beroperasi terlebih dahulu. Untuk sektor pariwisata baru dibuka untuk kawasan wisata alam serta konservasi pada zona hijau dan kuning.

Pembukaan sektor dan aktivitas di setiap zona juga dilakukan secara bertahap, apalagi masih ada peningkatan kasus positif COVID-19 yang terus meningkat. Dewi mengimbau kepada masyarakat yang ada di zona hijau atau yang ingin berpergian ke zona hijau untuk tetap waspada.

"Jangan menganggap karena zona hijau, kita bisa ke sana atau liburan ke sana saja. Justru kalau tidak hati-hati nanti jadi sumber penularan dan bisa jadi imported case (kasus COVID-19 dari luar daerah yang masuk ke zona hijau)," pesannya.

"Jadi, tidak bisa dengan cepat melihat, kalau hijau berarti aman. Intinya kita masih dalam masa-masa yang harus tetap waspada."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya