Liputan6.com, Jakarta - Ada berbagai gangguan atau kondisi yang dapat disandang anak sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Salah satunya gangguan pada telinga yang disebut microtia.
Menurut Dr. Rosa Falerina, Sp.THT-KL dari Airlangga Microtia Centre, microtia adalah suatu keadaan di mana daun telinga lebih kecil daripada ukuran normal.
Baca Juga
“Micro artinya kecil dan otia adalah telinga. Keadaan microtia ini bisa disertai dengan tidak terbentuknya liang telinga, disebut dengan atresia atau liang telinga sempit disebut stenosis atau bahkan tidak ada liang telinga,” ujar Rosa dalam siaran Instagram Ruang Mendengar (11/7/2020).
Advertisement
Ia menambahkan, kasus microtia di dunia adalah satu berbanding 10 ribu kelahiran. Di Indonesia pun angka kejadiannya tinggi.
“Di Indonesia kalau angka pastinya saat ini memang tim kami sedang mengumpulkan karena masih banyak sekali orangtua yang tidak tahu bahwa anaknya terlahir dengan microtia akibat kurangnya informasi.”
Hingga saat ini, setiap harinya menurut laporan di tiga grup WA keluarga microtia, ada satu sampai dua orangtua yang bergabung karena anaknya yang baru lahir menyandang microtia, katanya.
Simak Video Berikut Ini:
Dapat Diturunkan
Rosa menjelaskan, microtia ini adalah kondisi yang bisa diturunkan. Namun, microtia sebagai kondisi turunan persentasenya kecil.
“Jadi microtia ini suatu keadaan yang bisa diturunkan tetapi tidak selalu. Diturunkan ini dalam arti bersifat genetik, jadi orangtuanya, kakek, nenek, paman, atau bibinya ada gen microtia sehingga itu akan menurun ke keturunannya yang lain.”
Namun, microtia tidak selalu diturunkan. Tergantung gen tersebut apa dominan atau tidak dominan. Bisa diturunkan, namun angka kejadiannya kecil sekitar 3 persen, tambahnya.
Advertisement
Dapat Terjadi di Usia 6 Minggu
Terkait proses terjadinya microtia, Rosa menjelaskan bahwa kondisi tersebut dapat terjadi sejak usia kandungan 6 minggu.
“Saat janin di dalam kandungan usia 6 minggu itu ada namanya arkus brakialis satu dan dua di mana dia akan mulai berkembang membentuk daun telinga, liang telinga, gendang telinga, dan tulang pendengaran yang berkembang berbarengan,” kata Rosa.
“Apabila ada yang menghambat, misalnya faktor rubella atau karena obat-obatan yang menyebabkan gangguan pada janin, maka telinga tidak akan berkembang dengan sempurna sehingga ukuran daun telinganya jadi kecil yang mengakibatkan liang, gendang telinga, dan tulang pendengaran tidak terbentuk.”
Faktor Risiko
Selain rubella, microtia juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor lain. Menurut Rosa, faktor risiko microtia terbagi menjadi faktor genetik dan non genetik.
Faktor non genetik terbagi lagi menjadi dua yaitu faktor lingkungan dan non lingkungan. Faktor non lingkungan ini bisa disebabkan keadaan ibu pada saat mengandung.
“Bisa disebabkan penyakit Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus (infeksi menular seks), dan Herpes (TORCH) yang tidak diobati dengan baik, itu bisa menyebabkan microtia.”
Selain itu, ibu dengan diabetes melitus atau kencing manis juga berpotensi tinggi melahirkan anak dengan microtia.
“Kalau faktor lingkungan itu dari obat-obatan yang mengandung retinoid acid yang biasanya terkandung dalam pemutih wajah dan obat jerawat. Kalau ibu hamil tidak tahu dampaknya maka mereka akan menggunakan produk perawatan wajah yang mengandung retinoid acid secara terus menerus.”
Microtia juga dapat terjadi akibat kurangnya asam folat yang diperlukan ibu hamil. Asam folat bisa didapatkan dari berbagai macam makanan seperti hati ayam, hati sapi, sayur-sayuran hijau, alpukat, biji-bijian seperti biji bunga matahari dan makanan lainnya.
Advertisement