Tes Swab Bisa Rusak Otak? Ini Faktanya

Ada yang bilang tes swab bisa merusak otak. Fakta ataukah mitos?

oleh Melly Febrida diperbarui 24 Nov 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2020, 06:00 WIB
Warga DKI yang Tolak Tes Covid-19 Didenda Rp5 Juta
Warga mengikuti tes usap (swab test) COVID-19 di GSI Lab (Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium), Cilandak, Senin (19/10/2020). Pemprov DKI dan DPRD DKI Jakarta berencana mengatur sanksi denda Rp 5juta bagi warga yang menolak rapid test maupun swab test atau tes PCR (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Tes swab untuk memastikan seseorang terpapar COVID-19 atau tidak tentu terlihat menakutkan. Bahkan ada yang bilang tes swab bisa merusak otak. Fakta ataukah mitos?

dr Ester Morina Silalahi, M. Ked (PD), SpPD FINASIM, dr Dika Iyona Sinulingga M. Ked (PD), SpPD FINASIM, dr Siti Taqwa Fitria Lubis, M. Ked (PD), SpPD FINASIM, dr Faisal Rozi Sembiring, M. Ked (PD), SpPD FINASIM, menuliskan beberapa mitos dan fakta dalam buku Mitos dan Fakta Menghadapi COVID-19: Pengalaman 4 Dokter Spesialis Penyakit Dalam.

Dika mengatakan mitos yang beredar di masyarakat bahwa pemeriksaan dengan memasukkan alat yang berbentuk seperti cotton bud panjang ke rongga hidung dan rongga mulut (nasofaring dan orofaring) dapat merusak otak. Padahal faktanya, tes swab tidak merusak otak.

“Karena pemeriksaan hapusan dari rongga hidung dan rongga mulut tidak mengenai ke persarafan yang bermuara di otak,” ujarnya.

Mungkin ada beberapa orang uang mengalami vagal response atau reflex vagal, yaitu penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang terjadi secara tiba-tiba yang dipicu stres atau rasa takut.

“Rasa sakit dah takut saat dilakukan swab mungkin akan mencetuskan reflex vagal. Tapi reflex vagal ini sangat jarang terjadi,” ujar Dika.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Menahan Napas 10 Menit akan Terbebas dari COVID-19

Mitos lain yang sering orang dengar tentang mampu menahan napas selama 10 menit atau lebih maka orang itu terbebas dari COVID-19.

“Faktanya mampu menahan napas selama 10 menit atau lebih tanpa batuk atau merasa tidak nyaman, bukan berarti bahwa seseorang bebas dari COVID-19,” katanya.

Mengonfirmasi tertular atau tidak dengan menahan napas malah bisa berbahaya.

Gejala COVID-19 yang paling sering itu batuk kering, mudah lelah, dan demam. Beberapa orang bisa mengalami gejala yang lebih berat seperti pneumonia. Karenanya, cara mengetajui apakah menderita COVID-19 dengan tes laboratorium.

Bagaimana dengan orang yang bilang COVID-19 itu hoax atau dokter sengaja menCOVID-kan pasien demi bayaran yang besar?

Menurut Dika semua itu mitos. Virus ini bisa mengenai semua usia, bahkan saat ini anak-anak dan usia dewasa muda banyak yang terinfeksi.

Untuk dokter yang men-COVID-kan pasien, lanjut Dika, sebenarnya untuk merawat pasien COVID-19 lebih banyak pengorbanan yang dilakukan dokter. Memakai baju hazmat yang tidak nyaman, menghadapi risiko tertular dari pasien, dan harus menjaga jarak dengan keluarga.

 

Infografis

Infografis 4 Ciri Kelelahan Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 4 Ciri Kelelahan Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya