IDAI: Komorbid Tak Terdeteksi, Kematian Anak Akibat COVID-19 Tinggi

IDAI sampaikan komorbid yang tak terdeteksi membuat kematian anak akibat COVID-19 tinggi.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 29 Jun 2021, 09:00 WIB
Diterbitkan 29 Jun 2021, 09:00 WIB
FOTO: Puskesmas Cinere Tes PCR Warga yang Pernah Berhubungan dengan Pasien COVID-19
Paramedis membawa seorang anak saat testing PCR kepada warga yang pernah berhubungan dengan pasien positif COVID-19 di Puskesmas Cinere, Depok, Jawa Barat, Kamis (10/6/2021). Testing setelah tracing dilakukan kepada puluhan warga untuk meminimalisir penyebaran COVID-19. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B. Pulungan menyampaikan, komorbid yang tak terdeteksi membuat kematian anak akibat COVID-19 tinggi. Sebagaimana data IDAI, 1 dari 8 kasus COVID-19 adalah anak-anak.

Dari jumlah kasus tersebut, 3 sampai 5 persen anak di antaranya meninggal dunia akibat COVID-19 dan separuhnya adalah balita. Artinya, kematian paling tinggi akibat COVID-19 pada anak adalah balita (50 persen). Kemudian kematian pada kelompok usia 10-18 tahun, yaitu 30 persen. 

"Anak juga bisa sakit dan meninggal karena COVID-19. Ini tergantung komorbid yang dimiliki anak. Ada yang berbeda antara komorbid anak dengan dewasa," jelas Aman saat konferensi pers pada Minggu, 27 Juni 2021.

"Salah satu komorbid pada anak, yakni malnutrisi, obesitas, kelainan bawaan cerebral palsy, dan tuberkulosis (TBC), yang kadang tidak terdeteksi. Jadi, akhirnya inilah (komorbid) yang memperberat tingginya angka kematian COVID-19 pada anak."

 

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Testing pada Anak Harus Digencarkan

Tugu ini dibuat sebagai simbol perlawan terhadap covid 19
Seorang anak bermain sepeda di depan tugu perlawanan Covid-19 di Kampung Gondong, Cipondoh, Kota Tangerang, Senin (29/4/2021). Tugu ini dibuat sebagai upaya melawan wabah Covid-19 dengan mengingatkan akan bahayanya virus corona dan pentingnya protokol kesehatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Angka kematian COVID-19 pada anak di Indonesia, menurut Aman B. Pulungan, termasuk tertinggi. Ini karena pelayanan kesehatan tengah mengalami kesulitan.

Pasien COVID-19 yang membludak berimbas terhadap pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan berjalan kurang optimal. Selain itu, kesenjangan tes PCR antar daerah juga menyebabkan angka kematian anak akibat COVID-19 tinggi.

Saat ini tes PCR yang dilakukan di Indonesia hanya beberapa provinsi yang sesuai dengan ketentuan WHO. 

"Jadi, jangan hemat-hemat PCR termasuk pada anak. Akhirnya, kasus COVID-19 ini tidak terdeteksi. Jika tidak dilakukan tes PCR pada anak, sementara mereka menunjukkan gejala, maka bahaya long COVID-19 akan mengancam," jelasnya.

"Sekitar empat hingga delapan bulan ke depan, anak bisa jadi akan merasa lemas, tidak bisa konsentrasi, nyeri, dan gejala long covid lainnya."

Oleh karena itu, testing pada anak-anak juga perlu digencarkan. "Anak juga bisa kena COVID-19," ingat Aman.


INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19

INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: Waspada Anak Tertular COVID-19 (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya