Donor Ginjal Kian Sulit Diperoleh Selama Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 membuat sulitnya memeroleh donor ginjal.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 18 Mar 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2022, 06:00 WIB
Penyebab Batu Ginjal Secara Umum
Ilustrasi Batu Ginjal Credit: unsplash.com/Robina

Liputan6.com, Jakarta - Dampak pandemi COVID-19 membuat donor ginjal semakin sulit diperoleh. Hal ini juga seiring dengan tindakan transplantasi ginjal atau cangkok ginjal menurun di Indonesia dalam dua tahun pandemi COVID-19.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal hipertensi, Zulkhair Ali, mengatakan, sejumlah pusat transplantasi (center transplant) ginjal yang tersebar di Indonesia sempat tidak beroperasi.

Namun, kondisi penanganan COVID-19 di Tanah Air yang terkendali membuat pusat transplantasi kembali dibuka.

"Tindakan transplantasi ginjal selama dua tahun terakhir selama masa pandemi COVID-19 jauh menurun. Jadi, sangat sulit bagi kita saat pandemi ini untuk mendapatkan donor ginjal," ujar Zulkhair menjawab pertanyaan Health Liputan6.com dalam acara Temu Media Hari Ginjal Sedunia Tahun 2022 pada Kamis, 17 Maret 2022. 

"Bahkan beberapa center transplant kita tidak beraktivitas selama dua tahun. Tapi lima bulan terakhir ini, beberapa center transplant sudah mulai aktif kembali, terutama di Jakarta, kemudian di Yogyakarta dan Semarang, Jawa Tengah," dia menambahkan.

Transplantasi ginjal merupakan prosedur bedah untuk mengganti kerusakan organ ginjal yang dilakukan kepada pasien penderita gagal ginjal stadium akhir. Fungsi transplantasi ginjal ini langkah terbaik demi membantu meningkatkan kualitas hidup penderita.

Donor ginjal biasanya didapat dari pendonor, baik pendonor masih hidup (living-donor kidney transplant) atau sudah meninggal (deceased-donor kidney transplant). Di Indonesia, transplantasi ginjal baru dilakukan dari donor yang masih hidup.

Harga Obat untuk Transplantasi Ginjal Mahal

Adanya Masalah pada Sistem Pencernaan
Ilustrasi Mengonsumsi Obat Credit: pexels.com/Mart

Selain tidak mudah mencari donor, tindakan transplantasi ginjal, terang Zulkhair Ali, terbilang mahal yang didorong dengan kebutuhan obat-obatan, misal obat penurun imun (imunosupresan), di antaranya, ciclosporin, tacrolimus, kortikosteroid atau mycophenolate mofetil.

Imunosupresan merupakan obat yang dapat menekan sistem kekebalan tubuh, sehingga sistem kekebalan tubuh tidak menyerang organ ginjal donor yang dapat dianggapnya sebagai benda asing.

Ada juga kebutuhan penggunaan obat antibiotik atau antivirus untuk mencegah timbulnya infeksi akibat sistem kekebalan tubuh yang ditekan. Pemberian obat-obatan dilakukan usai pasien melakukan transplantasi ginjal dan menjalani perawatan di rumah sakit.

"Transplantasi ginjal ini kita lakukan pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik. Yang menjadi problem sampai sekarang ya tidak mudah untuk mencari donor, imunosupresan atau obat-obat penghambat kekebalan yang relatif masih mahal," kata Zulkhair yang juga perwakilan Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI).

Pelayanan transplantasi ginjal pun memakan biaya sangat besar yang dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Data BPJS Kesehatan mencatat, sekitar Rp378 juta untuk satu kali tindakan transplantasi ginjal. Biaya tersebut sudah termasuk pemeriksaan, observasi, obat-obatan hingga penyembuhan. (Selengkapnya: Layanan Penyakit Gagal Ginjal Telan Biaya BPJS Kesehatan Rp6,5 Triliun)

Infografis 8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19

Infografis 8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19
Infografis 8 Tips Nyaman Pakai Masker Cegah Covid-19 (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya