Liputan6.com, Jakarta - Anda mungkin salah satu dari sekian banyak orangtua yang menggunakan momentum Ramadhan tahun ini untuk mengajarkan anak puasa.
Sudah tahu hal apa saja yang sebaiknya Anda perhatikan? Sebaiknya, jangan biarkan anak puasa begitu saja. Orangtua harus memastikan si Kecil sehat selama berpuasa.
Baca Juga
Menurut dokter spesialis anak Rumah Sakit Hermina Jatinegara, dr Kanya Ayu Paramastri SpA, baik anak puasa atau tidak asupannya harus sama, sama-sama pola makan sehat.
Advertisement
"Akan tetapi karena ini puasa, yang harus dipastikan adalah cairan dalam 24 jam tetap tercukupi. Sehingga perlu diatur cara pemberiannya," kata Kanya dalam acara Redoxon Kids Media Launch pada Senin sore, 4 April 2022.
Selama bulan Ramadhan, orangtua dituntut untuk mengejar kecukupan cairan anak guna memenuhi kebutuhan mikronutrisi dalam satu hari. Sama halnya seperti orang dewasa, anak pun harus minum sebanyak delapan sampai sepuluh gelas per hari.
"Karena kita puasa lama, jadi enggak terkejar. Sehingga prinsipnya, jangan hanya fokus pada makronutrisi saja, tapi juga mikronutrisi mineral, salah satunya vitamin C," ujarnya.
Sebab, tanpa diimbangi asupan gizi yang cukup baik, daya tahan tubuh anak bisa turun. Yang berisiko membuat anak jadi sakit, batal puasanya, dan malah tidak dapat esensi dari puasa yang ingin orangtua kasih.
"Jadi, jangan hanya fokus pada makronutrisi (seperti) karbohidrat dan protein, tapi juga mikronutrisi mineral salah satunya vitamin C untuk memastikan daya tahan tubuh anak baik," katanya.
"Sehingga, anak tetap sehat selama berpuasa, tetap bisa mengeksplorasi dunianya, tetap bisa bertumbuh dan berkembang dengan optimal," Kanya menambahkan.
Boleh Beraktivitas Fisik Meski Sedang Puasa
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah aktivitas fisiknya. Memang sampai dengan saat ini, umat Muslim di seluruh dunia masih melaksanakan puasa di situasi pandemi COVID-19 yang belum benar-benar berakhir.
Namun, tak lantas, hal itu menghambat si Kecil untuk mengenal dunia luar dengan bermain.
"Dunia anak adalah dunia bermain. Dan, bermain tidak semata-mata untuk membuat dia happy tapi sebenarnya dia sedang menstimulasi dirinya untuk dapat berkembang dengan baik, untuk dapat mengeksplorasi sekitarnya," kata Kanya.
Gegara situasi pandemi, seolah-olah anak dikurung di rumah karena tak ingin mereka terpapar virus-virus di luar sana, biar si Kecil tidak sampai terkena COVID-19.
Betul risiko anak terpapar jadi minimal, tapi karena dia dikurung --- dalam tanda kutip di dalam rumah --- di sisi lain aktivitas fisiknya jadi berkurang dan terhambat.
"Padahal, kembali lagi, aktivitas fisik itu dia butuhkan untuk dapat menstimulasi dirinya untuk berkembang sesuai dengan usianya," ujar Kanya.
"Jadi, dengan kita mengurangi aktivitas fisiknya, membuat anak jadi tidak bergerak, lebih pasif di rumah saja, juga akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan nutrisi seperti overweight atau obesitas," dia melanjutkan.
Advertisement
Anak Bisa Tetap Bermain dengan Aman
Kanya, mengatakan, satu hal itu justru memengaruhi perkembangan anak, sehingga menyebabkan perkembangan anak menjadi tidak optimal.
Justru orangtua harus memikirkan bagaimana caranya agar anak tetap aman, tapi tetap bereksplorasi, bersosialisasi, serta mendapat stimulasi optimal.
Entah baik di rumah saja dengan aktivitas fisik bersama orangtua atau kalau pun harus dibawa keluar rumah, dianjurkan memilih tempat yang aman, sepi, selalu mencui tangan dengan handsanitizer, pastikan protokol kesehatan tetap baik dengan tetap pakai masker.
"Itu semua tetap bisa dilakukan," katanya.
"Ingat lagi bahwa anak tidak hanya bertumbuh, tidak hanya butuh makan, tapi juga butuh berkembang melalui media bermain," pungkasnya.
VIDEO: Ini Saran Pakar Bila Anak Ikut Berpuasa
Advertisement