Liputan6.com, Jakarta - COVID-19 masih berstatus pandemi dan kini bahkan ada subvarian baru yang beredar yakni Omicron BA.4 dan BA.5. Namun, sebagian masyarakat seolah abai dan cuek terhadap subvarian yang disebut lebih cepat menular ketimbang BA.1 dan BA.2.
Terkait hal ini, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan bahwa ketidakpedulian masyarakat memiliki kaitan dengan bagaimana pemerintah membangun kewaspadaan itu sendiri. Dalam hal ini, yang dilihat adalah strategi komunikasi risikonya.
Baca Juga
“Dalam setiap wabah, ketika suatu negara menghadapi krisis kesehatan kemudian kewaspadaan masyarakatnya tidak terbangun, berarti ada masalah, ada kesalahan di strategi komunikasi risiko,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com Minggu (12/6/2022).
Advertisement
Strategi komunikasi risiko sendiri bukan hanya masalah komunikasi dan pesan. Lebih dari itu, strategi komunikasi risiko juga mencakup masalah manajemen risiko, masalah membangun kepercayaan, masalah transparansi, dan banyak hal lainnya.
“Bukan hanya di Indonesia, banyak negara yang menyampaikan situasi positif dan optimisme berlebihan sehingga yang terbangun bukan kewaspadaan melainkan rasa aman yang semu, rasa puas tapi belum siap.”
“Sedangkan, data yang melemahkan dan ancaman tidak disampaikan atau mungkin tidak dikenali. Ini yang membuat strategi komunikasi risiko menjadi tidak tepat sehingga yang terjadi adalah merasa pandemi sudah usai.”
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Bisa Menyalahkan Masyarakat
Jadi, lanjut Dicky, ketika ada pengabaian atau ketidakpedulian di tengah masyarakat, maka yang perlu disalahkan bukanlah masyarakat.
“Di dalam hal ini kita tidak bisa serta-merta menyalahkan masyarakat karena dalam hal ini kita berarti harus evaluasi bagaimana strategi komunikasi risiko kita.”
Dicky pun memberi contoh penerapan strategi komunikasi risiko di Jepang. Menurutnya, Pemerintah Jepang tak pernah menerapkan aturan wajib pakai masker pada masyarakatnya.
“Sejak awal pandemi yang mereka (Jepang) terapkan adalah pandemi ini adalah penyakit yang membutuhkan peran individu untuk meredamnya. Peran individu ini diperlukan untuk mengidentifikasi gejala dan proteksi, caranya ya memakai masker.”
Sehingga, lanjutnya, sejak awal penduduk Jepang dengan sukarela mewajibkan dirinya sendiri untuk memakai masker.
Jepang pun membuka diri bagi para wisatawan asing dengan syarat para wisatawan asing itu harus mamatuhi protokol termasuk memakai masker. Dengan persepsi bahwa para wisatawan asing itu datang dari negara-negara yang merasa aman dan kewaspadaannya tidak terbangun secara mandiri.
Advertisement
BA.4 dan BA.5 di Indonesia
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 telah ditemukan di Indonesia, pertama di Bali dan kini sudah terdeteksi juga di DKI Jakarta.
Berdasarkan data terbaru, ada 4 tambahan kasus BA.4 dan BA.5 yang berasal dari DKI Jakarta.
Dengan tambahan 4 orang, maka sudah ada 8 orang di Indonesia yang terdeteksi terpapar BA.5 dan BA.4 lewat hasil pemeriksaan whole genome sequencing.
Menurut data yang dibagikan Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) dokter spesialis paru konsultan Erlina Burhan, empat orang yang terdeteksi di Jakarta itu tiga di antaranya bergejala, sementara satu kasus tidak diketahui ada gejala atau tidak.
Berdasarkan hasil tes whole genome sequencing yang keluar 10 Juni 2022, salah seorang pasien perempuam yang terpapar BA.5 tercatat sebagai satu-satunya yang bergejala sedang. Pasien tersebut bergejala batuk, sesak napas, sakit kepala, mual muntah. Sementara dua lainnya bergejala ringan.
Pasien sudah mendapatkan dua kali suntikan vaksin Sinovac. Vaksinasi terakhir yang ia lakukan pada 21 Mei 2021 dan ia belum mendapatkan booster.
Perkiraan Penyebab Sesak Napas
Berhubung pasien tersebut dirawat di sebuah rumah sakit swasta sehingga tidak bisa melihat hasil rontgen thoraks, maka Erlina memiliki dua kemungkinan penyebab orang tersebut alami sesak napas.
"Ada dua kemungkinan, mungkin replikasi virus ada di saluran napas bawah atau bisa jadi sesak napas karena penyakit lain," katanya.
Sementara itu, dua pasien lain di Jakarta mengeluhkan gejala ringan seperti demam, batuk, dan nyeri tenggorokan.
"Gejala BA.4 dan BA.5 ini mirip dengan awal-awal Omicron terdahulu ya BA.1 yang ringan dan sedang. Semoga tidak ada yang berat meski berkaca dari 8 kasus saja," kata Erlina.
Sebelum temuan 4 kasus di Jakarta, pemerintah mengumukan 4 kasus temuan BA.4 dan BA.5 di Bali. Dari empat pasien hanya satu yang bergejala dengan derajat ringan seperti sakit tenggorokan dan badan pegal.
"Hingga saat ini para ahli sepakat gejala BA.4 dan BA.5 gejala mirip Omicron terdahulu. Tidak akan berbeda yang bermakna," lanjut wanita yang sehari-hari praktik di RSUP Persahabatan Jakarta ini.
Advertisement