Liputan6.com, Jakarta - Cerita komika Kiky Saputri soal mertuanya yang didiagnosis stroke kuping oleh dokter Indonesia dan dinyatakan hanya flu oleh dokter Singapura menjadi bahan perbincangan.
Cuitan tersebut memicu berbagai komentar warganet soal perbandingan layanan kesehatan di dalam dan luar negeri.
Baca Juga
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama pun ikut angkat bicara soal pasien yang berobat ke luar negeri.
Advertisement
“Sehubungan sedang ramainya kembali berita tentang pasien Indonesia berobat ke luar negeri, maka setidaknya ada 5 hal tentang hal ini,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis, Minggu (12/3/2023).
Kelima hal tersebut yakni:
Pertama, ada persepsi umum bahwa di luar negeri lebih bagus daripada di dalam negeri, baik untuk kesehatan maupun juga untuk hal-hal lain. Khusus untuk pengobatan, hal ini kemudian dipengaruhi lagi dengan berita-berita yang dikesankan bagus di luar negeri.
“Berita yang cepat sekali beredar bisa saja benar, tapi bisa juga salah, tetapi biasanya sudah terlanjur dianggap benar saja.”
Salah satu contoh konkret adalah berita di satu pihak yang mengatakan dokter di Singapura menertawakan karena mereka menyebut istilah stroke kuping itu tidak ada di dunia medis. Sementara di pihak lain, bila dicari di Google akan ada penjelasan “Ear stroke is also known as sudden sensorineural hearing loss.”
“Tanpa bermaksud berpolemik, tetapi informasi yang beredar memang perlu dianalisis benar tidaknya, sebelum cepat-cepat mengambil kesimpulan,” kata Tjandra.
Dalam hal ini, lanjut Tjandra, tentu baik juga bila diungkap tentang keberhasilan yang terjadi dalam pelayanan rumah sakit Indonesia selama ini. Berapa banyak yang berobat dan kemudian sembuh dengan baik.
“Ini perlu agar berita yang beredar bisa lebih seimbang.“
Pengobatan Tertentu Lebih Murah di Negara Tetangga
Kedua, di sisi lain memang untuk beberapa pemeriksaan dan pengobatan tertentu ternyata harganya di negara tetangga lebih murah dari Indonesia, ujar Tjandra.
“Walaupun saya tidak punya data perbandingan angka secara pasti. Untuk ini salah satu penjelasannya adalah harga alat kedokteran yang memang lebih mahal di Indonesia daripada di sebagian negara tetangga.”
Tjandra pun menceritakan pengalaman pribadinya. Menurutnya, dokter-dokter dari Indonesia datang ke India untuk belajar atau berkunjung. Ketika pulang, mereka membawa berbagai alat kesehatan yang memang lebih murah harganya.
“Kalau di India, obat-obatan juga jauh lebih murah dari di kita, sehingga saya pun sampai sekarang memakan obat rutin yang saya beli dari India, baik titip ke teman maupun beli sendiri ketika saya ke Mumbai 2 minggu yang lalu,” kata Tjandra.
Advertisement
Kemampuan Dokter Sama Baiknya
Ketiga, Tjandra optimis bahwa kemampuan dokter dan tenaga kesehatan lain di Indonesia secara umum sama baiknya dengan nakes di negara tetangga.
“Kalau tentang kemampuan dokter dan tenaga kesehatan Indonesia secara umum sama baiknya dengan negara tetangga.”
Dalam berbagai arena ilmiah kedokteran, tidak sedikit dokter dan pakar kesehatan Indonesia yang cukup menonjol dan mendapat apresiasi serta dihormati.
“Demikian juga jelas selama ini peran penting dokter dan pakar kita di berbagai organisasi internasional kesehatan dan kedokteran regional dan dunia.”
“Tentu saja ada variasi dalam tenaga dan pelayanan kesehatan di negara kita antara tempat satu dengan lainnya. Hanya saja, secara umum sebenarnya pelayanan kesehatan terus membaik dari waktu ke waktu dan tentu perlu terus ditingkatkan sesuai perkembangan ilmu,” imbuhnya.
Kecepatan Pelayanan
Keempat, yang juga banyak dibahas adalah lebih cepatnya pelayanan di negara tetangga antara pemeriksaan dan hasil. Sehingga keputusan tindakan yang akan dilakukan dapat segera dilakukan.
“Untuk ini yang perlu kita lakukan adalah manajemen pengaturan yang lebih baik. Termasuk koordinasi antar tenaga dan unit kerja di institusi pelayanan kesehatan kita, tentu juga disertai keramahan pelayanan serta penerapan prinsip dasar hospitality yang baik.”
Kelima adalah upaya fundamental menyelesaikan masalah. Tentang harga alat kesehatan dan obat-obatan, maka jelas perlu ada kebijakan yang perlu dianalisa dan diambil oleh pemerintah untuk mengatasinya.
“Tentu masing-masing pihak punya argumentasinya sendiri, tetapi tujuan akhirnya kan jelas, harga obat dan alat kesehatan harus lebih murah dari sekarang.”
“Juga jelas perlu ada keberpihakan kebijakan pemerintah untuk semua insan kesehatan agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik tetapi juga dapat menjalani kehidupannya dengan baik. Saling salah menyalahkan dan atau membela diri tidak akan menyelesaikan masalah,” jelas Tjandra.
Untuk hal kelima yang mendasar ini maka ada tiga kunci utamanya, leadership, governance dan accountability, pungkasnya.
Advertisement