Liputan6.com, Jakarta - COVID Arcturus atau subvarian Omicron baru XBB.1.16 diduga menjadi biang kerok penyebab lonjakan kasus COVID yang gila-gilaan di sejumlah negara.
Seperti yang terjadi di India. Dalam 24 jam terhitung sejak Selasa (11/4) hingga Rabu (12/4), Ministry of Health and Family Welfare Goverment of India melaporkan adanya 5.880 kasus COVID baru yang terdeteksi. Diduga penyebabnya karena Arcturus.
Baca Juga
Profil 5 Pimpinan KPK Terbaru, Ada Perwira Tinggi Polri hingga Mantan Wakil Ketua BPK RI
Profil Zahwa Nadhira yang Jadi Menantu Mahfud MD, Perempuan yang Hobi Belajar dan Kini Tempuh Studi Doktoral HI Unpad
Kapan Timnas Indonesia Main Lagi di Kualifikasi Piala Dunia 2026? Ini 4 Laga Sisa yang Menanti
Menanggapi perihal kemunculan COVID Arcturus, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut varian ini memang perlu diwaspadai.
Advertisement
"XBB.1.16 'Arcturus' is the next Omicron variant 'to watch'," begitu bunyi pernyataan WHO.
Dalam hal ini, kata Tjandra Yoga, memanga ada 3 kemungkinan varian baru COVID-19, yaitu:
- Pertama, 'base scenario' seperti berbagai varian yang ada sekarang ini.
- Kedua 'best scenario' kalau nanti ada varian baru yang lebih lemah, dan
- Ketiga 'worst scenario' kalau-kalau ada varian baru yang lebih ganas. Namun, Tjandra berharap mudah-mudahan tidak terjadi.
Adakah Gejala COVID Arcturus yang Mesti Diwaspadai?
Ditanya mengenai gejala COVID Arcturus, Tjandra Yoga menekankan bahwa COVID-19 varian apapun tidak bisa dibedakan berdasarkan gejalanya.
"Tidak ada gejala yang secara mengatakan kalau Alpha begini, Beta begini, Arcturus juga begini," katanya saat dihubungi Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Kamis, 13 April 2023.
"Jadi, secara umum sama saja seperti gejala COVID pada umumnya," dia melanjutkan.
Â
Â
Mau Varian Arcturus atau Varian COVID-19 Lainnya, Gejalanya Sama
Dilanjutkannya, memang sebagian varian COVID-19 memiliki gejala seperti badan yang tidak terlalu panas atau sebagian kurang batuknya. Namun, kata dia, tidak secara spesifik memisahkan antara satu varian dengan varian lainnya.
"Selama ini, kan, beritanya kalau (varian) ini batuknya sedikit, (varian) ini batuknya banyak. Jadi, orang berpikir 'Oh, kalau batuknya banyak pasti (varian) ini', tidak bisa begitu," ujarnya.
Menurut Tjandra Yoga, varian COVID-19 mana pun sejauh ini tidak ada yang punya gejala khas. Contohnya saja di India, COVID Arcturus memang banyak ditemukan pada anak-anak.
Banyak anak yang menunjukkan gejala yang memengaruhi mata. Matanya sampai merah bahkan mengeluarkan kotoran.
"Kalau mata merah, bisa karena varian ini, bisa karena varian itu. Jadi, jangan orang terjebak terbalik. Maksudnya, kalau bukan mata merah pasti bukan Arcturus atau kalau mata merah pasti Arcturus. Enggak bisa dibilang begitu," ujarnya.
"Secara umum gejala bukan menjadi pedoman pasti untuk menetapkan varian," dia menambahkan.
Â
Advertisement
Cara Penularan COVID Arcturus yang Disebut Penyebab Lonjakan Kasus COVID
Lebih lanjut Prof Tjandra Yoga, menjabarkan, Arcturus masuk dalam kategori pertama yaitu base scenario.
Data yang ada memang menunjukkan lebih mudah menular sehingga jumlah kasus dapat saja meningkat, tapi sebagian besar kasusnya adalah ringan.
"Jadi, kalau toh kasus bertambah maka tidak akan separah dulu. Tentu kalau tidak ada perubahan genomik di masa datang," katanya.
Cara penularan sama seperti COVID-19 pada umumnya. Pun dengan gejalanya, tidak ada gejala yang khas yang membedakan Arcturus dengan varian-varian lain.
"Jadi, untuk memastikannya harus dilakukan Whole Genome Sequencing (WGS)," ujarnya.
Tjandra Yoga lalu memberikan 3 anjuran untuk pemerintah yang sebaiknya dilakukan, di antaranya:
- Pertama : Meningkatkan jumlah WGS sehingga bisa tahu pola varian yang ada, termasuk ada tidaknya dan kalau ada maka dominan tidaknya Arcturus.
- Kedua :Â Melakukan penyelidikan epidemiologi (PE) mendalam pada kasus-kasus yang dalam dua hari terakhir ini hampir seribu jumlahnya.
- Ketiga : Menggalakkan kembali vaksinasi booster ke dua, yang sekarang sudah tidak banyak dibicarakan lagi.
Â