Liputan6.com, Jakarta - PT GA Tiga Belas mengumumkan rencana mereka untuk menutup seluruh gerai toko buku Gunung Agung pada akhir tahun 2023 ini.
Mengutip keterangan resminya, Minggu (21/5/2023), sejak pandemi COVID-19 pada 2020 perusahaan telah melakukan langkah efisiensi dengan menutup beberapa toko buku Gunung Agung yang tersebar di beberapa kota, seperti Surabaya, Semarang, Gresik, Magelang, Bogor, Bekasi, dan Jakarta.
Baca Juga
"Penutupan toko/outlet tidak hanya kami lakukan akibat dampak dari pandemi Covid-19 pada tahun 2020 saja, karena kami telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013," tulis direksi PT GA Tiga Belas, seperti melansir Tekno Liputan6.com.
Advertisement
Kabar toko buku Gunung Agung ditutup ini mengejutkan banyak pecinta buku. Tak sedikit warganet yang membagikan kenangan indah masa kecilnya di toko buku yang berdiri sejak 1953 ini.
Salah satu warganet yang membagikan kisahnya mengaku selalu ingin pergi ke toko buku Gunung Agung setiap hari Minggu untuk membaca buku semasa kecil.
“Masi inget bgt pas kecil gasuka baca buku tpi selalu seneng bgt ke Gunung Agung Delta Plaza Surabaya, klo ditanya mo kemana pas hari minggu jawabnya selalu mau ke delta, baca buku di gunung agung wkwkwkw. Thank you Gunung Agung for the memories,” tulis akun @wptlzkmoonb.
Warganet Berbagi Pengalaman Masa Kecil di Toko Buku Gunung Agung
Pemilik akun @sugaringxxx ikut membagikan kisah indah masa kecilnya di toko buku Gunung Agung.
“Tempat kerjanya tanteku dulu ini. Pernah dibawa jalan-jalan ke salah satu outletnya di bekasi terus krn suka bgttt majalah princess jadi dibeliin majalah princess bahkan dicariin dicariin edisi terbarunya dr gudang. Jadi sedihh liatnya. Punya kenangan masa kecil ttg ini soalnya,” tulisnya.
Begitu juga dengan pengguna akun @parkedelxxxung membagikan kenangannya berjam-jam membaca buku di toko buku Gunung Agung kesayangannya.
“My childhood memories berjam jam baca buku smbil duduk di lantai gunung agung arion/atrium senen, muter nyari buku yg plastiknya udh kebuka huhu,” tulisnya.
Advertisement
Perkembangan Era Digital
Tak sedikit warganet yang berpendapat bahwa bangkrutnya toko buku ini berkaitan merupakan dampak dari perkembangan era digital.
Selain minat literasi masyarakat Indonesia yang rendah, mereka cenderung lebih memilih untuk mencari informasi melalui internet.
Akun @yswaxxx mencuitkan, “Adanya pergeseran budaya dari cetak menjadi digital. Selain memang minat literasi yg rendah. Terobosan aplikasi digital jg turut mempengaruhi minat konsumen. Perubahan kurikulum pendidikan jg ikut mempengaruhi,” tulisnya.
"Tidak usah dikaitkan dengan politik,, yg pasti sepinya peminat buku akibat perkembangan era digital.. Orang lebih leluasa mencari buku lewat ebook dan bertanya di mbah google dan satu yang pasti orang udah malas baca lembar buku, cukup scrol dilayar hp,” @xxxabvcbnmy berpendapat.
Sejarah Toko Buku Gunung Agung
Menurut situs web perusahaan, Toko Buku Gunung Agung didirikan oleh Tjio Wie Tay atau dikenal Haji Masagung pada tahun 1953.
Kala itu, Haji Masagung mengawali toko buku ini dari sebuah kios sederhana menjual buku, surat kabar dan majalah dengan nama Thay San Kongsie di pusat kota Jakarta.
Ketika bisnis semakin besar dan kompleks pada awal tahun pasca kemerdekaan, Haji Masagung mendirikan perusahaan baru bernama Firma Gunung Agung untuk menerbitkan dan mengimpor buku.
Perusahaan tumbuh dan berkembang dengan dukungan para penyair, penulis, akademisi, dan jurnalis. Menghadapi kesulitan anak muda Indonesia saat itu, Haji Masagung adalah orang pertama yang membuka mata bangsa melalui buku.
Pada tahun 1954, Haji Masagung mengadakan pameran buku pertama di Indonesia, dan mendapatkan hangat oleh masyarakat di Tanah Air.
Setelah itu, Haji Masagung terus meningkatkan taraf dan kualitas perusahaan, sehingga menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia saat itu.
Advertisement