Liputan6.com, Jakarta Sejumlah siswa di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah mengalami keracunan usai santap menu Makan Bergizi Gratis (MBG).
Pengolahan ayam pada menu MBG diduga menjadi pemicu keracunan pada Kamis, 16 Januari 2024.
Baca Juga
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengatakan, menu ayam tersebut telah ditarik dan diganti dengan telur.
Advertisement
"Sebanyak 40 orang makan ayam yang dimarinasi, setelah tahu ada yang mual, semua ayam ditarik dan diganti telur," ujar Dadan di Jakarta, Kamis (16/1), dilansir ANTARA.
Siswa yang keracunan, kata Dadan, sempat menunjukkan gejala mual. Seketika itu juga dilakukan penanganan oleh petugas dan para siswa dirawat sesuai prosedur medis.
Kejadian ini pun mendapat sorotan dari berbagai pihak, salah satunya dari pakar kesehatan Universitas YARSI, Dicky Budiman.
“Merespons MBG dari sisi kesehatan masyarakat, keracunan ini tentu adalah masalah serius yang harus segera ditangani. Dan ada beberapa tindakan atau evaluasi yang harus diperhatikan,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com lewat pesan suara, Jumat (17/1/2025).
Evaluasi pertama dari Dicky yakni pemerintah harus memastikan bahwa seluruh rantai distribusi makanan memenuhi standar keamanan pangan. Mulai dari penyediaan hingga pendistribusian ke siswa.
“Dan ini harus disertai dengan inspeksi berkala terhadap dapur atau tempat produksi makanan (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi/SPPG),” saran Dicky.
Penyedia Makanan Harus Punya Pengetahuan Mendalam Soal Kebersihan
Evaluasi kedua dari Dicky yakni penyedia makanan harus memiliki pengetahuan mendalam tentang praktik higienis termasuk sanitasi.
“Dan ini tentu harus disupervisi oleh dinas kesehatan setempat.”
Hal ketiga, perlu pula mekanisme cepat untuk melaporkan dan menangani kasus seperti keracunan makanan sehingga dampaknya bisa diminimalkan.
“Dan tentu perlu ada uji laboratorium secara rutin, sampling, ini untuk mengaudit kualitas makanan. Dilakukan berkala terhadap bahan-bahan makanan yang digunakan. Supaya bisa kita pastikan tidak ada kontaminasi atau bahan berbahaya,” jelas Dicky.
Advertisement
MBG Bukan Semata Memberi Makanan Bergizi
Dicky kembali mengingatkan bahwa program MBG ini bukan semata memberikan makanan bergizi, tapi ada aspek lain yang harus dituju, termasuk perilaku hidup bersih sehat.
“Perilaku hidup bersih sehat harus masuk dalam proses menyiapkan makanan, saat mengonsumsi makanan, bahkan setelah makan.”
“Artinya, sampahnya jangan sampai tidak diatur dengan baik. Pihak-pihak yang berkaitan dengan MBG dan potensi risikonya harus terlibat sejak awal,” ucap Dicky.
Menu MBG Perlu Dirancang Sesuai Kebutuhan
Bicara soal standarisasi menu makanan, ini sangat diperlukan untuk menjamin kesetaraan kualitas dan gizi makanan yang diberikan pada anak.
“Tapi tentu dalam konteks Indonesia ini harus fleksibel, supaya bisa sesuai atau bahkan disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Termasuk ketersediaan bahan pangan lokal dan preferensi budaya.”
Anak-anak yang menjadi sasaran MBG, lanjut Dicky, berada dalam usia yang berbeda. Maka, kebutuhan kalori, protein, vitamin, dan mineralnya pun berbeda.
“Tentu menunya harus dirancang oleh ahli gizi untuk memastikan kebutuhan tersebut terpenuhi. Jadi, penyusunan menunya intinya harus berbasis usia dan kebutuhan gizi,” kata Dicky.
Hal yang tak kalah penting adalah pemantauan oleh pemerintah untuk memastikan tidak terjadi penyimpangan di lapangan.
“Karena ini bukan program sesaat, konsistensi dan keberlanjutan dari program MBG ini perlu menjadi acuan,” pungkasnya.
Advertisement