Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah kamu terpikir, apa sebenarnya yang membuat suatu makanan disebut halal? Bukan hanya soal bahan dasarnya, lho.
Dalam Islam, kehalalan makanan mencakup lebih dari sekadar apa yang tampak di depan mata. Proses di balik penyajiannya pun harus diperhatikan.
Advertisement
Baca Juga
Penjelasan menarik ini datang dari Fauzan Sugiyono, perwakilan Dewan Pengawas Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Advertisement
Dia mengajak kita memahami makna halal dengan lebih dalam, agar tidak salah dalam memilih makanan sehari-hari.
Dalam sebuah pertemuan, Fauzan memulai dengan pertanyaan sederhana, "Apa arti halal?"
Dia menjelaskan bahwa secara bahasa, halal berarti 'boleh'. Sementara lawannya, haram, berarti 'tidak boleh'.
Namun, dalam praktik kehidupan, kehalalan suatu makanan tidak sesederhana itu. Ada dua aspek besar yang harus dipenuhi agar makanan benar-benar halal.
"Zat dan proses produksi," katanya kepada Health Liputan6.com.
Makanan Halal dari Segi Zat
Bayangkan kamu berada di sebuah pasar tradisional. Ada singkong, ubi, buah-buahan segar. Semuanya terlihat alami dan bersih.
Menurut Fauzan, bahan makanan seperti ini secara zat sudah jelas kehalalannya. Mereka berasal dari alam, tidak tercampur bahan-bahan yang diharamkan.
Inilah contoh nyata arti makanan halal menurut Islam dari sisi bahan dasar: sederhana, alami, dan tidak meragukan.
Tapi cerita kehalalan tidak berhenti di situ. Fauzan mengingatkan, proses produksi juga memegang peranan penting.
Bahan baku yang halal bisa saja berubah status jika dalam proses pengolahannya tercampur bahan haram.
Misalnya, menggunakan alkohol (khamr) dalam pengawetan, atau memasukkan unsur babi ke dalam produk olahan.
Maka, sebuah produk baru bisa dikatakan halal jika dari awal hingga akhir produksinya bersih dari zat yang diharamkan.
Advertisement
Penyembelihan Hewan yang Sesuai Syariat
Khusus untuk produk hewani, Islam menetapkan aturan tambahan: penyembelihan sesuai syariat.
Fauzan menerangkan bahwa hewan harus disembelih dengan memutus urat nadi utama dan membaca basmalah.
Jika prosedur ini tidak dilakukan, maka dagingnya dianggap tidak halal, meski berasal dari hewan yang halal seperti ayam atau sapi.
Begitu juga dengan penggunaan unsur babi, baik dalam bentuk daging, minyak, atau turunannya, yang jelas-jelas harus dihindari dalam produk halal.
Sertifikasi Halal: Perlindungan untuk Konsumen Muslim
Di zaman modern ini, memastikan kehalalan produk menjadi semakin penting. Tidak semua orang bisa memeriksa satu per satu bahan dan prosesnya. Di sinilah peran sertifikasi halal dari lembaga seperti DSN-MUI dan BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal) menjadi vital.
Sertifikasi ini menjamin bahwa makanan yang beredar di pasaran sudah melalui proses audit kehalalan yang ketat. Bagi konsumen Muslim, memilih produk bersertifikat halal berarti memilih ketenangan hati dalam beribadah.
Advertisement
