Syaja’ah Artinya Pemberani, Ketahui 6 Contoh Perilakunya

Syaja’ah artinya menggambarkan seseorang yang berani atau pemberani untuk membela kebenaran.

oleh Laudia Tysara diperbarui 24 Jan 2023, 17:50 WIB
Diterbitkan 24 Jan 2023, 17:50 WIB
Ilustrasi unta
Ilustrasi muslim. Image by Free-Photos from Pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Syajaah atau syaja’ah artinya berani yang berasal dari bahasa Arab (اَلشَّجَاعَةُ). Syaja’ah artinya secara bahasa adalah berani, tekun, gagah, kuat hati, tenang, sabar, memiliki kekuatan yang jelas, dan bisa menguasai diri.

Dalam buku berjudul Jalan Menggapai Ridho Ilahi (2019) oleh Abdul Aziz Ajhari, ‎Aliyah Siti Nurlathifah, dan ‎Ariyanda Safitri, secara etimologi “As-Syaja'ah” artinya berani. Istilah syaja’ah ini, digambarkan pada keberanian seseorang ketika berada di medan perang.

Contoh perilaku syaja’ah adalah keberanian, berani karena benar atau berani membela kebenaran. Syaja’ah artinya berani menantang siapa saja yang salah dan menunjukkan kebenaran.

Mampu menguasai diri, objektif, memiliki daya tahan besar, mampu memegang rahasia, hingga mampu mengakui kesalahan. Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang syaja’ah artinya pemberani lengkap contoh perilakunya, Selasa (24/1/2023).

 

Makna Syaja’ah yang Artinya Pemberani

Menyematkan Pesan Positif Salat dalam Cerita
Ilustrasi keluarga muslim. (Sumber foto: Pexels.com)

Dalam buku berjudul Mausu'ah min Akhlaq RasulillahShallallahu Alaihi wa Sallam oleh Syaikh Mahmud Al-Mishri, sumber syaja’ah adalah di dalam hati. Dijelaskan, syaja’ah akan terjadi ketika hati tetap tegar, kuat, dan tenang di saat menghadapi tugas dan situasi berbahaya.

Syaja’ah artinya menggambarkan seseorang yang berani dan memiliki keberanian tidak tertandingi. Dalam Al-Qur’an, seseorang yang syaja’ah artinya mampu menjadi penegak keadilan dan mampu menjadi saksi untuk menegakkannya karena Allah SWT.

Allah berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika dia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya.

Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nisa ayat 135)

Syaja’ah artinya sifat terpuji dan bagian dari akhlak mulia yang harus dimiliki manusia. Manusia dengan sifat syaja’ah, pasti akan berdampak baik bagi kehidupannya.

Dalam buku berjudul Menjadi Pemberani karena Benar untuk Kelas XI SMA/SMK oleh Cendekia Kementerian Agama RI, contoh perilaku syaja’ah adalah keberanian, berani karena benar atau berani membela kebenaran. Syaja’ah artinya berani menantang siapa saja yang salah dan menunjukkan kebenaran.

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW berkata:

"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, sungguh orang yang kuat adalah yang mampu menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam buku berjudul Jalan Menggapai Ridho Ilahi oleh Abdul Aziz, ciri seseorang dengan sifat syaja’ah artinya pasti lebih cepat dan tanggap. Contoh seseorang dengan perilaku syaja’ah artinya akan lebih mudah memaafkan, pandai mengendalikan amarah, dan mampu menyayangi orang di sekitarnya.

Contoh Perilaku Syaja’ah dalam Kehidupan

Ilustrasi Islam, Muslim
Ilustrasi Islam, Muslim. (Sumber: Pixabay)

Syaja’ah artinya sifat pemberani membela kebenaran dan ini masuk kategori perilaku terpuji. Syaja’ah adalah sifat dan sikap yang semestinya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sebagaimana Allah SWT perintahkan untuk menegakkan keadilan.

Dalam buku berjudul Menjadi Pemberani karena Benar untuk Kelas XI SMA/SMK oleh Cendekia Kementerian Agama RI, ada enam contoh perilaku syaja’ah yang bisa diteladani dalam kehidupan sehari-hari. Ini contoh perilaku syaja’ah tersebut:

1. Bersikap Objektif kepada Diri Sendiri

Contoh perilaku syaja’ah adalah bersikap objektif kepada diri sendiri. Ada saja orang yang cenderung over estimasi terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni, dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan.

Sebaliknya, ada yang bersikap under estimasi terhadap dirinya, yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa, dan tidak memiliki kelebihan apa pun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif.

Orang yang berani akan bersikap objektif sebagaimana contoh perilaku syaja'ah adalah, mereka memiliki sisi baik dan buruk seperti kelebihan dan kekurangan. Sikap seperti ini membuka kesempatan pihak lain berperan untuk saling melengkapi dan menutupi, bahkan membutuhkan keberadaan orang lain.

Abu Bakar Shiddiq RA saat diangkat menjadi khalifah, ia berpidato di hadapan khalayak rakyatnya: “Wahai manusia, aku dipilih sebagai pemimpin kalian, dan aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, ikutilah aku. Jika berbuat buruk, luruskanlah aku.”

2. Mampu Menguasai Diri Sendiri saat Marah

Contoh perilaku syaja’ah adalah mereka pasti mampu menguasai diri sendiri terutama saat marah. Pemberani itu, seseorang mampu bermujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah, menekan beragam keinginan, meski ia memiliki kemampuan.

Tetap mengendalikan diri, di tengah gempuran keinginan. Orang seperti inilah yang bisa dipandang sebagai pemberani, karena kemampuannya menahan diri dan mengendalikan emosi.

Amarah itu menggelincirkan manusia pada sikap serampangan, ceroboh, dan kehilangan kontrol diri. Oleh karena itu, Islam memerintahkan bisa mengendalikan diri dari amarah. Rasulullah SAW pun mengajarkan untuk tidak marah berulang-ulang.

Bila masih muncul perasaan itu, maka ubahlah posisi diri. Bila juga masih berkobar-kobar, contoh perilaku syaja'ah adalah pergilah dan ambillah wudhu. Ini karena rasa marah itu berasal dari setan. Setan diciptakan dari api, dan api bisa padam, jika disiram dengan air.

3. Memiliki Daya Tahan yang Besar

Contoh perilaku syaja’ah adalah seseorang harus memiliki daya tahan yang besar. Mental berani adalah mereka yang memiliki daya tahan besar dalam menghadapi kesulitan, penderitaan, bahaya, dan penyiksaan.

Kisah perjuangan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, baik pada periode Mekkah maupun Madinah yang kesemuanya menggambarkan sikap syajaah.

4. Berterus-terang Menyampaikan Kebenaran

Contoh perilaku syaja’ah adalah berani berterus-terang menyampaikan kebenaran. Berkata terus terang dan konsisten menyuarakan kebenaran merupakan indikasi seseorang itu bersikap berani.

Meski demikian, menyuarakan kebenaran harus tetap dilandasi kesantunan, kesopanan, dan memperhitungkan kemajemukan di berbagai bidang. Menyuarakan kebenaran pasti memiliki risiko yang besar, boleh jadi nyawa yang menjadi taruhannya.

Nabi Musa AS memberi teladan contoh perilaku syaja'ah adalah, saat beliau berhadapan dengan Firaun yang sudah melewati batas, beliau menggunakan tutur kata yang santun, sopan, dan enak didengar, serta memperhatikan betul siapa yang dihadapi, meski pada akhirnya belum berhasil mencapai sasaran.

5. Mampu Memegang Rahasia

Contoh perilaku syaja’ah adalah mampu memegang rahasia, baik itu rahasia besar maupun rahasia kecil. Kerahasiaan terlebih lagi dalam konteks perjuangan adalah sesuatu yang berat dan besar resiko dan akibatnya.

Terbongkarnya rahasia, dapat berakibat fatal. Oleh karena itu, kesiapan memegang rahasia menjadi indikasi syajaah seorang muslim di medan perjuangan. Ambil contoh perilaku syaja'ah adalah di zaman Rasulullah SAW tidak banyak sahabat yang diberi amanah memegang rahasia.

6. Pasti Mau Mengakui Kesalahan

Contoh perilaku syaja’ah adalah mereka pasti mau mengakui kesalahan. Mengakui kesalahan menjadi ciri pribadi pemberani. Sebaliknya, sikap tidak mau mengakui kesalahan, mencari kambing hitam atau bersikap “lempar batu, sembunyi tangan” menjadi ciri pribadi yang pengecut.

Terkadang tumbuh rasa malu, khawatir dikucilkan, dan cemas dipandang sinis oleh pihak lain, meski mengakui kesalahan, itu sangat menguntungkan. Contoh perilaku syaja'ah adalah ibrah yang diperankan oleh Nabi Adam AS saat berada di surga, agar tidak ‘mendekati pohon itu’.

Lalu, nafsu buruk dan setan bersekongkol menggoda keduanya (Nabi Adam AS dan Siti Hawa), akibatnya keduanya tergelincir, dan berbuat dosa. Ini tidak dilimpahkan kesalahan itu pada setan yang menggodanya, tetapi diakui kesalahan itu akibat kesalahannya sendiri dan bertobat dengan sungguh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya