Liputan6.com, Jakarta Ahwal adalah bagian penting dalam tasawuf. Tasawuf dalam ajaran islam adalah suatu kegiatan dan praktek ibadah secara khusus, dilakukan dalam waktu dan tempat yang bersahaja. Seseorang yang dianggap telah memiliki popularitas yang memadai, praktek ibadah mereka diikuti oleh masyarakat awam yang kemudian dikatakan sebagai sebuah jalan yang mungkin berbeda dengan jalan yang dipakai oleh orang lain
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Tasawuf adalah sebuah istilah yang menunjukkan posisi seseorang. Istilah ini menjadi sesuatu yang juga berbeda istilah serta tingkatannya sehingga menimbulkan jalan-jalan tersendiri. Jalan-jalan tersebut juga diikuti oleh orang Islam lainnya, sehingga menjadi suatu kesatuan. Tasawuf adalah maqam dan ahwal.
Ahwal adalah suatu anugerah Allah Swt atau keadaan yang datang tanpa wujud kerja atau usaha. Wujud ahwal juga memiliki perbedaan pendapat di kalangan para sufi tentang jumlah maupun urutannya dari maqamat.
Maqamat adalah suatu tingkatan seseorang sufi atau hamba di hadapan Tuhannya dalam hal ibadah dan latihan jiwa yang dilakukannya, atas dasar usaha yang dilakukan. Sedangkan ahwal adalah suatu kondisi atau keadaan jiwa yang diberikan Allah Swt tanpa upaya yang seorang hamba yang bersangkutan.
Berikut ini adalah hakikat ahwal yang liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (15/8/2023)
Hakikat ahwal
Pada hakikatnya ahwal adalah kondisi seseorang yang menunjukkan kedekatannya kepada tuhan mereka tanpa dilalui latihan-latihan spiritual. Dengan kata lain ahwal adalah kondisi atau status seorang hamba terhadap Tuhannya yang merupakan anugerah dari Tuhan, tanpa melalui usaha berupa latihan maupun pembelajaran.
Para ulama berpendapat bahwa ilmu-ilmu sufi itu adalah ilmu-ilmu mengenal keadaan-keadaan ruhani, dan bahwa keadaan-keadaan ini merupakan warisan dari tindakan-tindakan, dan hanya dialami oleh orang-orang yang tindakan-tindakannya benar. Langkah pertama menuju perbuatan yang benar adalah mengetahui ilmu yang menyangkut dengan masalah itu yaitu peraturan yang sah.
Advertisement
Makna ahwal
Ahwal memiliki makna anugerah Allah atau keadaan yang datang tanpa wujud kerja. Hal ini mengingat Nabi sendiri sejauh ini, tidak memberikan suatu tentang macam-macam dan tingkatan-tingkatan ahwal tersebut dalam hadis-hadis Beliau. Ahwal dapat kita temukan dalam ungkapan ayat Alquran maupun hadis Nabi, dengan tidak menjelaskan secara detail tingkat tertinggi hingga terendahnya.
Dimana prinsip hukum yang mengatur cara-cara shalat, berpuasa dan tugas-tugas keagamaan lainnya, juga mengetahui ilmu-ilmu sosial yang mengatur perkawinan, perceraian, transaksi dagang, dan masalah-masalah lain yang mempengaruhi kehidupan manusia, yang oleh Tuhan telah ditetapkan dan ditentukan sebagai hal-hal yang diwajibkan.
Ilmu-ilmu yang didapatkan dengan jalan mempelajarinya, dan sudah menjadi kewajiban manusia untuk berusaha mencari ilmu dan aturan-aturannya, sesuai kemampuannya.Ahwal adalah suatu kondisi jiwa yang diperoleh melalui kesucian jiwa. Ahwal adalah suatu pemberian yang datang dari Allah Swt.
Macam-macam ahwal
1. Waspada dan mawas diri
Waspada adalah menyakini bahwa Allah SWT mengetahui segala pikiran, perbuatan dan rahasia dalam hati. Waspada disini adalah kita secara sadar tahu bahwa segala tingkah laku yang kita lakukan itu selalu diperhatikan oleh tuhan, dan percaya tuhan selalu mengawasi kita dari atas sana.
Sedangkan mawas diri adalah meneliti dengan cermat segala perbuatan yang dilakukan sehari-hari apakah sudah sesuai atau tidak dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. Dimana seseorang akan mendorong kita untuk memperbaiki segala prilaku yang tidak baik.
2. Rindu
Merasakan kerinduan adalah wujud adanya cinta yang kuat kepada Allah Swt. Sehingga orang akan selalu berusaha untuk selalu bersama dengan berbagai media dalam beribadah. Oleh karena itu seorang sufi sering ditemukan bahwa betapa mereka rindu akan adanya kematian yang menghalangi pertemuan antara dirinya dan Allah Swt.
Dalam hal ini bisa dilihat dalam kasus Rumi misalnya, di mana ketika sakit ia dijenguk oleh muridnya yaitu al-Qunawi, yang kemudian muridnya tersebut mendoakan bagi keselamatan Rumi. Namun konon katanya Rumi enggan didoakan seperti itu karena ia merasa sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Allah Swt.
Salah satu bait sya’ir yang menunjukan betapa rindunya sufi kepada Allah SWT di buat oleh Baba Farid; “Aku berdoa untuk hidup, hanya demi berkesampingan menunjukan cinta kepada Mu, seandainya diriku adalah debu, teronggok di bawah kaki Mu, selamanya, satu-satunya harapanku, di bentangan dua alam ini hanyalah mati dan hidup demi diri Mu”.
3. Intim
Dalam pandangan kaum sufi, sifat intim adalah sifat merasa selalu berteman, dan tak pernah merasa sepi. Ungkapan berikut ini melukiskan sifat aluns: “Ada orang yang merasa sepi dalam keramaian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan kekasihnya sebab sedang dimabuk cinta, seperti hal-nya sepasang pemuda dan pemudi.
Ada pula orang yang merasa bising dalam kesepian. Ia adalah orang yang selalu memikirkan atau merencanakan tugas pekerjaanya semata-mata. Adapun engkau, selalu merasa berteman dengan Allah. artinya engkau selalu berada dalam pemeliharaanNya”.
Advertisement
4. Thuma’ninah
Thuma’ninah adalah rasa tenang, tidak ada rasa was-was atau khawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran, karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Seseorang yang telah mencapai tingkatan thuma’ninah, ia telah kuat akalnya, kuat imannya dan ilmunya serta bersih. Thuma’ninah dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
Pertama, ketenangan bagi kaum awam. Ketenangan ini didapatkan ketika seorang hamba berzikir, mereka merasa tenang karena buah dari berzikir adalah terkabulnya doa-doa.
Kedua, ketenangan bagi orang khusus. Di tingkat ini mereka merasa tenang karena rela, senang atas keputusan Allah, sabar atas cobaanNya, serta ikhlas dan takwa.
Ketiga, ketenangan bagi orang paling khusus. Ketenangan ini dapat di peroleh karena mengetahui rahasia-rahasia Allah sehingga ia tidak ada lagi rasa gelisah dan keraguan terhadap Allah Swt.
5. Mushahadah
Musyahadah adalah menyaksikan dengan mata kepala. Secara terminologi, tasawuf adalah menyaksikan secara jelas dan sadar apa yang dicarinya (Allah) atau kesaksian terhadap kekuasaan dan keagungan Allah.
Seorang sufi telah mencapai musyahadah ketika sudah merasakan bahwa Allah telah hadir atau Allah telah berada dalam hatinya dan seseorang sudah tidak menyadari segala apa yang terjadi dan tercurahkan yaitu Allah.
Sehingga tersingkap tabir yang menjadi senjangan antara sufi dengan Allah. Seorang sufi memasuki tingkatan ma’rifat, mereka seakan-akan menyaksikan Allah dan melalui kesaksiannya tersebut maka timbullah rasa cinta kasih.
6. Yaqin
Yaqin adalah sebuah kepercayaan atau akidah yang kuat dan tidak mudah goyah dengan kebenaran dan pengetahuan yang dimilikinya, karena kesaksiannya dengan segenap jiwanya dan dirasakan oleh seluruh ekspresi tubuhnya, serta disaksikan oleh segenap eksistensinya.
Yaqin adalah selamat dari keraguan dan syubhat, serta penguasaan atas pengetahuan yang akurat, tepat, dan benar, tanpa mengandung keraguan sama sekali. Para sufi biasanya membagi yakin dalam tiga bagian yaitu :
pertama, Ilm al-yaqin adalah pencapaian iman dan ketundukan terkuat yang berhubungan dengan hal yang ingin dicapai dengan memperhatikan dalil dan petunjuk yang jelas dan benar.
Kedua, ‘Ain al-yaqin adalah pencapaian makrifat melampaui batasan definisi yang dilakukan oleh ruh melalui penyingkapan,musyahadah, persepsi dan kesadaran.
Ketiga, Haqq al-yaqin adalah anugerah yang berupa bersamaan yang mengandung banyak rahasia, tanpa tirai dan penghalang, yang melampaui imajinasi manusia serta tanpa kammiyyah ataupun kaifiyyah.
7. Mahabbah
Mahabbah adalah kecocokan hati dengan Allah SWT. dan senantiasa cocok denganNya, beserta Nabinya. dengan senantiasa mencintai yang sangat mendalam untuk selalu berdzikir dan mengingat Allah Swt. dan menemukan manisnya bermunajat kepada Allah Swt.
Kondisi spiritual mahabbah adalah melihat dengan kedua matanya terhadap nikmat yang Allah berikan kepadanya, dan dengan hati nuraninya dia melihat kedekatannya dengan Allah, segala perlindungan, penjagaan dan perhatianNya yang dilimpahkan kepadanya.
8. Raja’ dan khauf
Raja’ atau harapan adalah memperhatikan kebaikan dan selalu berharap untuk dapat mencapainya, dan melihat berbagai bentuk kelembutan dan kenikmatan dari Allah, dan memenuhi diri dengan harapan demi masa depan serta hidup demi meraih harapan tersebut. Raja’ terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu :
- Pertama, berharap kepada Allah.
- Kedua, berharap pahala dari Allah.
- Ketiga, berharap keluasan rahmat dari Allah.
Khauf dalam tasawuf adalah hadirnya perasaan rasa takut ke dalam diri seorang salik (orang yang menuju Tuhan) karena dihantui oleh perasaan dosa dan ancaman yang akan menimpanya.
Seorang yang berada dalam khauf akan merasa lebih takut kepada dirinya sendiri, daripada ketakutannya kepada musuhnya. Saat khauf menghampirinya, dia merasa tentram dan tenang karena kondisi hatinya semakin dekat dengan Allah.
--------------------------
Reporter Magang
Dinda Hafid Hafifah
Universitas Teknologi Yogyakarta
Advertisement