Nasab Adalah Keturunan, Pahami Dasar Hukum dan Hak Warisnya

Hak nasab dari seorang suami dan istri adalah anak yaitu garis keturunan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 24 Agu 2023, 13:30 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2023, 13:30 WIB
Ilustrasi Islam, muslim, membaca Al-Qur'an
Ilustrasi Islam, muslim, membaca Al-Qur'an. (Photo by Syed Aoun Abbas on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Nasab adalah istilah yang digunakan pada jejak atau garis keturunan seseorang, dalam konteks keluarga atau leluhur. Dalam banyak budaya dan masyarakat, nasab adalah cara untuk melacak silsilah keluarga seseorang yang mencakup informasi tentang orang tua, kakek-nenek, buyut, dan seterusnya, serta informasi penting seperti tanggal lahir, pernikahan, dan kematian.

Nasab adalah keturunan yang memberikan gambaran, tentang bagaimana hubungan keluarga berkembang dari satu generasi ke generasi berikutnya. Lebih dari sekadar sekumpulan fakta sejarah, nasab juga membawa makna budaya, sosial, dan identitas. Ini membantu seseorang mengenali akar-akar budaya dan etnis mereka, serta membentuk bagian integral dari identitas pribadi.

Melalui nasab, seseorang dapat memahami bagaimana warisan genetik dan budaya telah mengalir melalui keluarga mereka dari masa lalu ke masa sekarang. Nasab adalah keturunan yang dapat diwariskan melalui tradisi lisan, dokumen keluarga, catatan agama, arsip kota, dan sumber sejarah lainnya. 

Berikut ini hukum nasab yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Kamis (24/8/2023).

Pengertian Nasab Menurut Ulama

Ilustrasi seorang muslim berdoa, Islam
Ilustrasi seorang muslim berdoa, Islam. (Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash)

Hak nasab suami istri adalah anak yaitu benih atau keturunan. Oleh karena itu, siapa pun yang mempunyai anak setelah menikah, baik suami maupun istri, berhak mewarisi garis keturunan anak tersebut. Padahal selain peraturan, syariah juga mengatur secara tegas hak tersebut, sehingga tidak seorang pun boleh mengalihkan sesuatu yang bukan miliknya. Oleh karena itu, laki-laki tidak berhak menolak anak yang dilahirkan dari darah dagingnya sendiri. 

Terdapat sejumlah ulama yang berpendapat mengenai definisi nasab, antara lain:

Ibnu Aby Taghlib

Menyatakan nasab adalah "al-ittishal baina insanain bi al-isytirak fi wiladatin qariibatin au ba 'idatin" artinya hubungan keterikatan antara dua orang dengan persamaan dalam kelahiran, dekat maupun jauh.

Wahbah al- Zuhaili

Mendefinisikan nasab adalah suatu sandaran yang kokoh untuk meletakkan suatu hubungan kekeluargaan berdasarkan kesatuan darah atau pertimbangan bahwa yang satu adalah bagian dari yang lain. Misalnya seorang anak adalah bagian dari ayahnya, dan seorang ayah bagian dari kakeknya. Dengan demikian orang-orang yang serumpun nasab adalah orang-orang yang satu pertalian darah.

Ibnu Athiyah

Menyatakan bahwa nasab adalah "an yajma'a insan ma'a akhar fi abin au ummin qaraba dzalik am ba' uda" artinya seorang manusia berkumpul bersama yang lain dalam hubungan kebapaan atau keibuan, baik hubungan itu dekat maupun jauh.Advertisement

Hukum dan Hak Waris Nasab

Ilustrasi santri, Islam
Ilustrasi santri, Islam. (Photo by Irgi Nur Fadil on Pexels.com)

Nasab dalam hukum Islam memiliki kualitas yang sangat penting, karena dengan adanya nasab secara filosofi antara anggota keluarga besar memiliki keterkaitan dan keterikatan yang sangat kuat, dan menjadi pondasi utama untuk terbentuknya suatu kelompok manusia yang kokoh, setiap anggota kelompok terikat dan terkait dengan anggota yang lainnya.

Hukum Islam melarang seorang ayah mengingkari nasab anak-anaknya, demikian pula seorang ibu diharamkan menghubungkan nasab anak bukan pada ayah yang sebenarnya. Demikian pula hukum Islam mengharamkan menghubungkan nasab anak kepada ayah angkatnya. Hal ini berdasarkan hadits:

“Perempuan mana pun yang menasabkan seorang anak kepada kaum yang bukan dari kaum tersebut, maka ia tidak mendapat apa-apa (rahmat) dari sisi Allah. Dan Dia tidak akan memasukkan perempuan itu ke dalam surga-Nya."

"Begitu pula laki-laki mana pun yang mengingkari anaknya, sedangkan dia melihat kepadanya, maka Allah akan menghalangi diri darinya dan Dia justru akan membuka aibnya di hadapan seluruh makhluk, baik generasi awal maupun generasi akhir,” (HR Abu Dawud).

 Hak Waris 

Dalam Islam mengatur, jika pihak istri meninggal dan tidak memiliki anak dalam pernikahan, maka suami mendapat bagian setengah dari harta warisnya. Sementara itu, jika sang istri yang meninggal dan memiliki anak, maka suami juga mendapat seperempat dari harta warisnya. Apabila suami meninggal dan tidak memiliki anak, maka istri mendapat bagian seperempat dari harta waris.

Sementara itu, bila suami yang meninggal dan memiliki anak, maka si istri mendapat seperdelapan dari harta waris Pembagian hak waris ini diketahui berdasarkan ayat: 

“Bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar utangnya."

"Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu,” (Surat An-Nisa’ ayat 12).

Silsilah Nasab Nabi Muhammad SAW

Tahun Baru Islam
Ilustrasi Mengkaji Sejarah Tahun Baru Islam Credit: shutterstock.com

Para ulama mazhab fiqh sepakat menyatakan, bahwa nasab merupakan pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah, baik ke atas, ke bawah, maupun ke samping. Nasab juga sebagai dasar fondasi yang kuat dalam membina dan melestarikan keutuhan kehidupan manusia, sebab pada hakikatnya nasab juga merupakan nikmat dan karunia besar yang Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berikan kepada hamba-Nya.

Oleh karena itu, nasab harus senantiasa dijaga kemurniannya. Di samping itu, nasab juga merupakan persoalan pokok kaitannya dengan struktur hukum keluarga yang lain, seperti hak hadhanah, nafkah, hukum kewarisan, dan masalah perwalian.

1. Nasab hingga Adnan

Nasab atau silsilah pertama, yakni dari Nabi Muhammad SAW hingga Adnan. Adapun urutannya adalah sebagai berikut. Muhammad SAW bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Nabi Ilyas AS bin Mudlar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

2. Nasab hingga Nabi Ibrahim A.S

Nasab kedua, yakni dari Adnan hingga Nabi Ibrahim A.S. Ada pun urutannya adalah sebagai berikut.

Adnan bin Adad bin Humaisa bin Salaaman bin Iwadh bin Buuz bin Qimwal bin Abi Awwam bin Naasyid bin Hiza bin Buldas bin Yadhaf bin Thabiikh bin Jaahim bin Naahisy bin Maakhi bin Iid bin Abqor bin Ubaid bin Addi’a bin Hamdaan bin Sunbur bin Yatsribi bin Yahzan bin Yalhan bin Arawi bin Iid bin Disyaan bin ‘Aishar bin Afnaad bin Ayhaam bin Miqshar bin Naahits bin Zaarih bin Sumay bin Mizzi bin Uudah bin Uram bin Qoidzar bin Ismail AS bin Ibrahim AS.

3. Nasab hingga Nabi Adam A.S

Nasab terakhir, yakni silsilah hingga Nabi Adam A.S. Berikut urutannya.

Nabi Ibrahim AS bin Taarih (Aazar) bin Nnahuur bin Saaruu bin Raa’uw bin Faalikh bin ‘Aabir bin Syaalikh bin Afkhasyad bin Sam bin Nabi Nuh AS bin Laamiik bin Mutwisylakh bin Nabi Idris AS bin Yarid bin Mahlaaiil bin Qoinaan bin Aanuusyah bin Nabi Syits AS bin Nabi Adam AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya