Liputan6.com, Jakarta Salah satu metode untuk memahami ajaran dalam Islam adalah melalui belajar dari ulama yang memiliki pemahaman mendalam tentangnya. Namun, dalam proses belajar dan menerapkan ajaran Islam, penting bagi seorang Muslim untuk tidak hanya mengikuti dengan tanpa pemikiran, yang sering disebut sebagai taqlid.
Advertisement
Baca Juga
Sebab, dengan melakukan taqlid secara berlebihan dapat menghambat kemampuan berpikir seorang Muslim, yang kemudian membuatnya terlalu tergantung pada pandangan dan fatwa ulama yang diikuti. Ini bukan berarti mengikuti nasihat dan panduan dari ulama atau ahli fiqih adalah tindakan yang negatif. Terutama bagi mereka yang belum memiliki pemahaman agama yang mendalam, taqlid kepada ulama adalah langkah yang penting.
Advertisement
Namun, esensinya adalah pemahaman bahwa sebagai seorang Muslim, kita juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa pandangan yang diberikan oleh ulama yang kita ikuti selalu berlandaskan pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dengan demikian, mengikuti ulama haruslah diperkuat oleh pemahaman atas dalil-dalil dan sumber-sumber hukum yang ada. Menciptakan keseimbangan ini sangat penting, karena mengikuti ulama tanpa pemahaman akan sumber-sumber hukumnya dapat berujung pada taqlid buta, yang dianggap sebagai sikap yang kurang dianjurkan dalam Islam.
Lalu apa yang dimaksud dengan taqlid? simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Selasa (19/9/2023).
Memahami Lebih Dalam Makna Taqlid
Mengikuti petunjuk ulama yang memiliki pemahaman ilmu agama Islam yang lebih mendalam tentu penting, akan tetapi bagi seorang muslim tidak berlebihan dalam taklid. Taqlid adalah suatu sikap atau tindakan di mana seseorang mengikuti atau menerima pendapat, perintah, atau tindakan orang lain tanpa memiliki pemahaman atau pengetahuan yang memadai tentang dasar hukum atau dalil yang menjadi landasan pendapat atau perintah tersebut.
Kata "taqlid" berasal dari bahasa Arab yang memiliki berbagai arti, termasuk "menghiasi," "meniru," "menyerahkan," "mengikuti," dan sebagainya. Dalam konteks hukum Islam, taqlid merujuk pada tindakan mengikuti pendapat seorang faqih (ahli hukum Islam) atau imam tanpa memiliki pengetahuan yang memadai tentang dalil atau sumber hukum yang mendasarinya.
Dikutip dari artikel "Pengaruh Taqlid dalam Pendidikan Islam" (ITQAN, Vol. 11, No.2, Jul-Des 2020), secara istilah, taqlid adalah mengikuti pendapat seorang faqih, atau seorang imam, tanpa mengetahui dalil atau sumber hukumnya. Adapun pengertian taqlid menurut para ulama antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Imam al-Gazali, taqlid adalah menerima ucapan tanpa hujjah (dalil/sumber hukum).
2. Al-Isnawi, dalam kitabnya Nihayah al-Ushul, mendefinisikan taqlid adalah mengambil perkataan orang lain tanpa dalil.
3. Tajuddin al-Subki, dalam kitabnya Jam’ul Jawami mendefinisikan taqlid adalah mengambil suatu perkataan tanpa mengetahui dalil.
4. Menurut Ibnu al-hummam, taqlid adalah beramal dengan pendapat seseorang yang pendapatnya itu bukan merupakan hujjah, tanpa mengetahui hujjahnya.
Dengan demikian, taqlid adalah suatu sikap di mana seseorang mengambil tindakan atau mengikuti pendapat orang lain tanpa memahami atau mengevaluasi dasar hukum atau dalil yang mendasarinya. Tindakan ini bisa mencakup berbagai aspek dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam konteks hukum, keyakinan, atau amalan agama. Dalam Islam, taqlid seringkali berhubungan dengan mengikuti pandangan ulama atau ahli hukum dalam masalah hukum dan agama.
Advertisement
Hukum Melakukan Taqlid dalam Pandangan Islam
Hukum taqlid dalam pandangan agama Islam berkaitan dengan tindakan mengikuti pendapat, fatwa, atau hukum yang diberikan oleh ulama atau mujtahid tanpa memiliki pengetahuan atau pemahaman yang cukup tentang dasar hukum atau dalil yang mendasarinya. Tergantung bagaimana perilaku taqlid yang dilakukan, taqlid dapat menjadi dapat dihukumi haram, wajib, dan mubah.
Taqlid yang Hukumnya Haram
Taqlid dapat menjadi haram dalam beberapa situasi tertentu. Salah satunya adalah ketika seseorang yang sudah mencapai tingkat mujtahid mutlak, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk berijtihad secara independen dan menggali hukum-hukum syariat sendiri dari sumber-sumber utama, seperti Al-Qur'an dan Hadis. Bagi mujtahid mutlak, taqlid pada mujtahid lainnya menjadi haram karena mereka telah mencapai tingkat tertinggi dalam pengetahuan agama.
Selain itu, taqlid menjadi haram jika dilakukan oleh orang awam kepada seseorang selain mujtahid, terutama jika orang tersebut tidak memiliki pengetahuan yang memadai dalam agama. Taqlid juga menjadi haram jika seseorang melakukan taqlid kepada orang yang dianggap sesat dalam agama Islam. Dalam hal ini, penting untuk memastikan bahwa sumber taqlid adalah orang yang memiliki pemahaman dan keyakinan yang sesuai dengan ajaran Islam yang benar.
Taqlid yang Hukumnya Wajib
Taqlid menjadi wajib dalam situasi di mana seseorang adalah seorang awam yang tidak memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan tidak memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad (analisis hukum sendiri). Dalam hal ini, orang awam harus melakukan taqlid kepada seorang mujtahid yang memiliki pemahaman agama yang kompeten.
Taqlid yang Hukumnya Mubah
Taqlid yang mubah adalah taqlid yang diperbolehkan tetapi tidak diwajibkan. Ini berlaku untuk mujtahid yang tidak mencapai tingkat mujtahid mutlak, yang memiliki kapasitas untuk berijtihad tetapi hasil ijtihadnya tidak dianggap sebagai hukum yang berlaku untuk semua orang.
Dalam praktiknya, taqlid dapat menjadi metode yang berguna bagi mereka yang tidak memiliki pemahaman agama yang cukup dalam, tetapi penting untuk memastikan bahwa taqlid tidak menjadi taqlid buta. Ini berarti bahwa bahkan dalam taqlid, seseorang harus memiliki pengetahuan dasar tentang dalil-dalil dan sumber-sumber hukum agama Islam, dan harus berupaya untuk memahami dasar hukum dari pendapat yang diikuti. Belajar agama dari sumber-sumber utama, seperti Al-Qur'an dan Sunnah, adalah suatu kewajiban bagi setiap Muslim, dan taqlid harus digunakan sebagai alat bantu untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam yang benar.
Memahami Lebih Dalam Taqlid Buta dan Dampaknya
Dalam konteks kekinian muncul istilah taqlid buta, yang merujuk pada tindakan mengikuti tanpa pengetahuan atau pemahaman yang memadai tentang dalil atau sumber hukumnya, yakni Al-Qur'an dan Sunnah. Taqlid buat dianggap memiliki dampak yang buruk dalam praktik peribadatan dalam agama Islam. Berikut adalah beberapa bahaya taqlid buta dalam Islam:
1. Kehilangan Kemandirian Berpikir
Salah satu bahaya utama taqlid buta adalah bahwa ini dapat menghambat kemandirian berpikir individu. Ketika seseorang hanya mengikuti tanpa memahami dasar hukum atau dalil yang mendasari suatu pendapat atau perintah agama, mereka menjadi rentan terhadap pengaruh eksternal dan tidak mampu berpikir kritis atau melakukan ijtihad (analisis hukum sendiri).
2. Ketidakmampuan Memahami Konteks
Taqlid buta seringkali mengarah pada pemahaman yang dangkal tentang ajaran agama. Orang-orang yang taqlid buta cenderung tidak memahami konteks sebenarnya dari hukum atau perintah agama, sehingga mereka bisa mengambil tindakan yang salah atau ekstrem.
3. Ketidakmampuan Menerima Kritik
Individu yang melakukan taqlid buta cenderung tidak terbuka terhadap kritik atau pandangan alternatif. Mereka dapat merasa terancam oleh kritik dan mungkin menganggapnya sebagai tindakan tidak patuh atau bahkan mengkafirkan orang yang berbeda pendapat.
4. Intoleransi Agama
Taqlid buta dapat memicu intoleransi agama. Orang-orang yang taqlid buta cenderung merasa bahwa pendapat atau pandangan mereka adalah satu-satunya yang benar, dan mereka mungkin menganggap orang lain yang memiliki pandangan berbeda sebagai kelompok sesat atau kafir.
5. Kegagalan dalam Mengikuti Kemajuan dan Perkembangan
Taqlid buta dapat membuat seseorang kurang mampu mengikuti perkembangan zaman dan memahami bagaimana agama Islam dapat beradaptasi dengan perubahan sosial, budaya, dan teknologi. Hal ini dapat mengakibatkan pemahaman agama yang statis dan kurang relevan dengan zaman yang terus berubah.
Dalam Islam, penting untuk memahami ajaran agama dengan benar, berdasarkan sumber-sumber utama seperti Al-Qur'an dan Sunnah, serta berpikir kritis dan memiliki pemahaman yang mendalam tentang prinsip-prinsip agama. Meskipun taqlid dalam beberapa situasi dapat diterima, taqlid buta harus dihindari, dan setiap muslim dianjurkan untuk aktif belajar dan memahami agama mereka agar tidak jatuh ke dalam bahaya-bahaya yang disebabkan oleh taqlid buta.
Advertisement