Liputan6.com, Jakarta - Sunan Ampel, yang memiliki nama asli Muhammad Ali Rahmatullah atau lebih dikenal dengan nama Raden Rahmat, dilahirkan di Champa, Kamboja, sekitar tahun 1401 Masehi. Beliau adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dan Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Sunan Ampel datang ke Jawa bersama dengan saudara-saudaranya, termasuk Ali Musada, dan saudara sepupunya Raden Burereh, sekitar tahun 1446 Masehi.
Meskipun riwayat kematian Sunan Ampel mungkin tidak tercatat dengan jelas dalam beberapa catatan sejarah, terdapat variasi dalam penanggalan yang disebutkan. Ada yang menyebutkan bahwa beliau wafat pada tahun 1479 Masehi, sementara versi lain mencatat tahun 1467 Masehi sebagai tahun wafatnya.
Meskipun ada perbedaan pendapat mengenai tahun wafatnya, Sunan Ampel tetap menjadi figur yang sangat dihormati dan diingat dalam sejarah penyebaran agama Islam di Jawa dan Indonesia.
Kehidupan dan ajaran Sunan Ampel telah memberikan kontribusi besar dalam pembentukan budaya dan agama Islam di Indonesia. Beliau adalah salah satu dari sembilan wali songo yang terkenal dan dikenal dengan peran pentingnya dalam menyebarluaskan ajaran Islam serta membangun kehidupan umat Muslim di tanah Jawa.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang tahun wafat Sunan Ampel, Jumat (3/11/2023).
Tahun 1479 Atau 1467 Masehi?
Kapan Sunan Ampel wafat? Sunan Ampel wafat pada tahun 1479 Masehi dikutip dari Babad ing Gresik. Informasi mengenai wafatnya Sunan Ampel disampaikan dengan candrasengkala yang berbunyi "Ngulama Ngampel lena masjid," yang memiliki makna "Ulama Ampel wafat di masjid."
Selain itu, candrasengkala tersebut juga mencerminkan nilai angka 1401 Saka atau 1479 Masehi, yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa.
Di sisi lain, dalam buku berjudul Mengislamkan Tanah Jawa (1995) yang ditulis oleh Widji Saksono, Sunan Ampel diperkirakan meninggal pada tahun 1467 Masehi. Perbedaan tahun wafatnya Sunan Ampel ini menunjukkan variasi dalam catatan sejarah, dan meskipun ada perbedaan pendapat tentang tahun wafatnya Sunan Ampel, kisah kehidupan beliau tetap mengilhami banyak orang.
Dalam beberapa catatan sejarah, Sunan Ampel wafat tahun berapa mungkin tidak tercatat dengan jelas. Namun, makamnya terletak di samping Masjid Agung Ampel Surabaya, yang menjadi pusat peziarahan umat Islam di seluruh Nusantara. Lokasi makam Sunan Ampel adalah destinasi yang sangat penting dalam sejarah dan budaya Islam di Indonesia, dan menjadi tempat ziarah yang disukai oleh banyak peziarah.
Makam Sunan Ampel saat ini juga telah menjadi salah satu destinasi wisata religi yang populer bagi para wisatawan yang berkunjung ke Kota Pahlawan, Surabaya. Selain berfungsi sebagai makam seorang Wali Songo yang terhormat, kompleks tersebut memiliki banyak hal menarik yang dapat ditemukan oleh para peziarah yang datang, termasuk bangunan bersejarah dan tempat-tempat bersejarah terkait dengan Sunan Ampel.
Sunan Ampel, atau Raden Rahmat, adalah putra dari Maulana Malik Ibrahim, dan dia datang ke tanah Jawa dari Champa. Dalam buku berjudul Sunan Ampel karya Yoyok Rahayu Basuki, beliau adalah salah satu tokoh kunci dalam penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa, dan warisannya tetap hidup hingga saat ini.
Salah satu ajaran penting yang dipegang teguh oleh Sunan Ampel adalah ajaran Moh Limo, yang berarti tidak melakukan lima perkara. Kelima perkara yang dihindari adalah berjudi, mabuk, menghisap candu, mencuri, dan berzina.
Ajaran ini menjadi landasan moral bagi banyak penganut Islam di Jawa dan merupakan bagian integral dari tradisi dan budaya Islam di Indonesia. Sunan Ampel adalah sosok teladan yang berperan besar dalam penyebaran agama Islam dan nilai-nilai moral di Tanah Jawa, dan makamnya tetap menjadi tempat yang selalu ramai dikunjungi oleh peziarah.
Advertisement
Keunikan Makam Sunan Ampel
Makam Sunan Ampel memiliki keunikan tersendiri, yakni pada masing-masing gapura di makam Sunan Ampel memiliki nama dan makna yang berbeda. Hal ini dijelaskan dalam penelitian berjudul Hubungan Antara Karakteristik Masyarakat dengan Bentuk Partisipasi pada Pelestarian Pusaka di jurnal Planning for Urban Region and Environment (2019).
1. Gapura Pertama
Gapura pertama yang disebutkan adalah Paneksan, yang merupakan pintu masuk ke area makam Sunan Ampel. Paneksan bukan sekadar pintu, tetapi juga memiliki makna simbolis yang dalam. Ini adalah awal dari perjalanan spiritual yang akan dijalani oleh peziarah saat memasuki kompleks makam. Gapura ini menggambarkan pentingnya memasuki tempat suci dengan kesucian hati dan niat yang tulus.
2. Gerbang Kedua
Gerbang kedua disebut Madep, dan gerbang ini menghadap ke arah kiblat, yang merupakan arah yang penting dalam agama Islam, terutama dalam shalat. Madep adalah simbol dari rukun kedua agama Islam, yaitu shalat. Ini mengingatkan peziarah tentang pentingnya menjalankan ibadah shalat dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam kompleks makam Sunan Ampel.
3. Gapura Ketiga
Gapura ketiga adalah Ngamal, yang melambangkan rukun Islam yang ketiga, yaitu zakat. Zakat adalah salah satu pilar penting dalam agama Islam, dan gapura ini memberikan pengingat tentang kewajiban berbagi kepada sesama dan membantu yang membutuhkan. Peziarah juga dapat menemukan kotak amal di dekat gapura ini, yang menjadi sarana bagi mereka untuk berkontribusi dalam pelestarian makam dan membantu masyarakat yang kurang beruntung.
4. Gapura Keempat
Gapura keempat adalah Poso, yang melambangkan rukun keempat Islam, yaitu puasa. Puasa adalah ibadah penting dalam Islam, dan gapura ini menunjukkan pentingnya menjalankan puasa sebagai bentuk ibadah dan pengendalian diri.
5. Gapura Lawang Agung
Terakhir, ada gapura Lawang Agung atau Munggah, yang memiliki anak tangga. Gapura ini melambangkan rukun Islam kelima, yaitu kewajiban menunaikan ibadah haji. Anak tangga menandakan perjalanan spiritual yang diperlukan untuk mencapai tujuan ibadah haji. Ini adalah pengingat tentang salah satu dari lima rukun Islam yang harus dipenuhi oleh umat Muslim yang mampu.
Â