Liputan6.com, Jakarta Sistem pemilu proporsional tertutup adalah sebuah metode pemilihan umum yang digunakan di berbagai negara di seluruh dunia. Sistem ini memiliki karakteristik utama yaitu partai politik yang memperoleh suara di pemilihan umum akan mendapatkan kursi sesuai dengan proporsi suara yang diperoleh. Dalam sistem ini, pemilih memilih partai politik, bukan kandidat individual.
Penting untuk memahami sistem pemilu proporsional tertutup karena metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipahami. Kelebihannya adalah representasi yang lebih adil bagi partai politik dengan basis pendukung yang merata, sehingga memungkinkan partai kecil untuk tetap memiliki kursi di parlemen. Namun, sistem ini juga memiliki kekurangan, seperti kurangnya hubungan langsung antara pemilih dan wakil yang terpilih, serta cenderung memperkuat kekuatan partai politik yang sudah mapan.
Dengan memahami sistem pemilu proporsional tertutup, kita dapat memahami berbagai model demokrasi yang ada di dunia dan bagaimana sistem ini mempengaruhi representasi politik di negara-negara yang menerapkannya. Untuk memahami lebih dalam sistem pemilu proporsional tertutup, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Jumat (22/12/2023).
Advertisement
Definisi dan Karakteristik Sistem pemilu Proporsional Tertutup
Sistem pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum di mana pemilih memberikan suara untuk partai politik daripada untuk calon individual. Karakteristik utama dari sistem ini adalah bahwa pemilih tidak memiliki opsi untuk memilih calon dalam partai mana suara mereka akan diberikan, melainkan partai secara keseluruhan yang memutuskan urutan penyusunan calon.
Dalam sistem ini, partai politik menyerahkan daftar calon mereka kepada badan pemilihan, biasanya berdasarkan urutan partai. Pemilih kemudian memberikan suara untuk partai yang mereka dukung, dan kursi dalam badan legislatif didistribusikan berdasarkan perolehan suara partai. Jika partai A memenangkan 30% suara, mereka akan mendapatkan sekitar 30% kursi di badan legislatif.
Perolehan kursi dalam sistem pemilu proporsional tertutup dihitung menggunakan metode pembagian suara proporsional, seperti metode d'Hondt atau metode Sainte-Laguë. Metode ini memungkinkan suara pemilih diterjemahkan menjadi kursi di parlemen sesuai dengan proporsi suara yang diperoleh oleh masing-masing partai politik.
Advertisement
Distribusi Kursi dan Ambang Batas
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, distribusi kursi didasarkan pada persentase suara yang diperoleh oleh setiap partai, sehingga partai yang mendapatkan suara lebih banyak akan mendapatkan lebih banyak kursi. Namun, ada juga ambang batas suara yang harus dicapai oleh partai untuk mendapatkan kursi dalam sistem ini.
Metode distribusi kursi dalam sistem pemilu proporsional tertutup biasanya menggunakan metode Sainte-Laguë atau metode D'Hondt. Dalam metode ini, persentase suara setiap partai dibagi dengan angka 1, 2, 3, dan seterusnya untuk menentukan distribusi kursi. Partai dengan persentase suara terbesar akan mendapatkan kursi pertama, dan seterusnya.
Selain itu, dalam sistem ini juga diterapkan ambang batas suara yang harus dicapai oleh partai untuk mendapatkan kursi. Ambang batas suara ini bertujuan untuk mencegah partai-partai kecil yang hanya mendapatkan sedikit suara tetapi memperoleh kursi dalam parlemen. Ambang batas suara biasanya berkisar antara 3-5%, yang artinya partai harus mencapai persentase suara tersebut untuk mendapatkan kursi.
Dengan metode distribusi kursi dan adanya ambang batas suara ini, sistem pemilu proporsional tertutup memiliki kelebihan dalam mewakili beragam pandangan politik dalam parlemen. Namun, kekurangannya adalah sulitnya bagi partai kecil untuk memperoleh kursi jika tidak mencapai ambang batas suara yang ditentukan.
Daerah Pemilihan dan Ukuran Daerah Pemilihan
Sistem pemilu proporsional tertutup menentukan daerah pemilihan berdasarkan pembagian wilayah administratif seperti provinsi, kabupaten, atau kota. Daerah pemilihan ini kemudian menjadi dasar untuk alokasi kursi dalam badan legislatif. Misalnya, setiap provinsi atau kabupaten akan memiliki jumlah kursi yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk atau jumlah suara yang diperoleh oleh partai politik dalam pemilu.
Ada variasi dalam ukuran daerah pemilihan tergantung dari negara yang menerapkan sistem ini. Beberapa negara mungkin menggunakan daerah pemilihan yang lebih besar seperti provinsi, sementara negara lain mungkin menggunakan daerah pemilihan yang lebih kecil seperti kabupaten atau kota. Ukuran daerah pemilihan ini dapat mempengaruhi representasi politik, karena daerah pemilihan yang lebih luas mungkin menyulitkan partai kecil untuk memperoleh kursi, sementara daerah pemilihan yang lebih kecil mungkin lebih mudah bagi partai kecil untuk mendapatkan kursi dalam badan legislatif.
Dengan demikian, penentuan daerah pemilihan dalam sistem pemilu proporsional tertutup memiliki dampak langsung terhadap representasi politik dan kekuatan partai politik dalam badan legislatif. Oleh karena itu, perlu adanya perencanaan yang cermat dalam menentukan ukuran dan batas daerah pemilihan agar dapat mencapai kesetaraan dan keadilan dalam sistem pemilu.
Advertisement
Pemilih dan Pilihan dalam Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Dalam sistem pemilu proporsional tertutup, hak pilih pemilih cukup berbeda dengan sistem pemilu lainnya. Dalam sistem ini, pemilih memilih partai politik dan bukan langsung memilih kandidat-kandidat tertentu. Pemilih memberikan suara untuk partai politik yang mereka yakini akan mewakili kepentingan dan pandangan politik mereka di parlemen.
Dalam proses pemilihan, pemilih tidak memiliki kontrol langsung terhadap siapa yang akan menjadi anggota parlemen. Partai politik memiliki daftar kandidat yang telah disusun oleh partai itu sendiri, dan daftar ini biasanya tidak dapat diubah oleh pemilih. Oleh karena itu, pemilih hanya bisa memilih partai politik yang mereka dukung, dan partai politik tersebut yang kemudian akan menentukan siapa-siapa saja yang akan duduk di parlemen.
Meski demikian, sistem pemilu proporsional tertutup ini memberikan keuntungan bagi partai politik kecil atau minoritas, karena mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk mendapatkan kursi di parlemen. Sistem ini juga dapat mendorong terbentuknya pemerintahan yang inklusif, karena partai politik yang berbeda dapat bekerja sama dalam membentuk koalisi dan memperjuangkan kepentingan masing-masing. Namun, kelemahannya adalah minimnya keterwakilan langsung pemilih dalam menentukan siapa yang akan duduk di parlemen.
Kelebihan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Salah satu kelebihan dari sistem pemilu proporsional tertutup adalah mampu mendorong terbentuknya pemerintahan yang lebih stabil. Dalam sistem ini, partai politik memiliki kontrol yang lebih besar terhadap calon yang akan terpilih, sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terpecahnya suara dan memudahkan terbentuknya mayoritas yang kuat di parlemen. Hal ini dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kevakuman kekuasaan atau pemerintahan minoritas yang rentan terhadap ketidakstabilan.
Selain itu, sistem pemilu proporsional tertutup juga dapat mendorong terciptanya hubungan yang lebih erat antara wakil rakyat dengan pemilih. Dengan adanya daftar calon yang disusun oleh partai politik, pemilih dapat lebih mudah mengidentifikasi siapa saja yang akan mewakili mereka di parlemen. Hal ini dapat meningkatkan rasa kepercayaan dan partisipasi politik dari masyarakat, karena mereka memiliki jaminan bahwa wakil yang terpilih benar-benar mewakili visi dan misi partai politik yang dipilihnya.
Dengan demikian, sistem pemilu proporsional tertutup memiliki kelebihan dalam menciptakan pemerintahan yang stabil dan terciptanya hubungan yang erat antara wakil rakyat dengan pemilih. Namun, tentu saja sistem ini juga memiliki kekurangan dan perlu diperhatikan dengan seksama dalam implementasinya.
Advertisement
Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup
Salah satu kekurangan dari sistem pemilu proporsional tertutup adalah minimnya keterwakilan individual. Dalam sistem ini, para pemilih tidak memiliki pilihan untuk memilih calon anggota parlemen secara langsung, sehingga para kandidat ditentukan oleh partai politik. Hal ini dapat mengakibatkan kehilangan keterwakilan bagi individu-individu yang mungkin memiliki visi dan tujuan yang berbeda dengan partai politik yang mereka dukung.
Selain itu, sistem pemilu proporsional tertutup juga rentan terhadap korupsi dan nepotisme oleh partai politik. Dengan kekuatan yang besar dalam menentukan siapa yang akan terpilih, partai politik dapat dengan mudah memanipulasi daftar calon anggota parlemen sesuai dengan kepentingan mereka. Hal ini dapat mengakibatkan keberagaman pandangan dan suara dalam parlemen menjadi terbatas oleh kepentingan partai politik, dan mengurangi keadilan dalam sistem politik.
Terakhir, sistem pemilu proporsional tertutup juga dapat menghambat pertanggungjawaban individu anggota parlemen terhadap pemilih. Dengan sistem ini, para anggota parlemen cenderung lebih loyal pada partai politik dibandingkan pada pemilih mereka sendiri. Hal ini dapat mengakibatkan kurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam menjalankan tugas serta kebijakan yang diambil oleh para anggota parlemen.